Beredar Bocoran Putusan Sistem Pemilu, DPP ARUN Yakin MK Tak Mungkin Putuskan Proporsional Tertutup
Dugaan kebocoran informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang katanya akan memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup menimbulkan polemik.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Dugaan kebocoran informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang katanya akan memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup menimbulkan polemik.
Banyak pihak khawatir jika MK benar-benar mengabulkan putusan tersebut akan membuat demokrasi di tanah air justru menjadi mundur.
Menanggapi dugaan tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) Bob Hasan, meyakini bahwa MK tidak akan mengabulkan sistem pemilu proporsional tertutup.
Pasalnya, jika sistem tertutup diterapkan maka sama saja demokrasi Indonesia mengalami kemunduran sebab sistem tersebut sudah pernah diterapkan sebelum reformasi.
“Kami menganalisis tidak mungkin MK itu memutuskan proporsional tertutup, karena kalau dari sudut pandang tata negara, MK itu melakukan perubahan dari tertutup menjadi terbuka pada masa lalu,” kata Bob Hasan kepada wartawan di kanto DPP ARUN di kawasan Menteng, Jakarta Pusat Selasa (30/5/2023).
Dari sejarah demokrasi tanah air, Bob Hasan menilai Indonesia sejak lama menginginkan adanya sistem pemilihan terbuka.
Apalagi, selama pemilihan terbuka diterapkan, tidak ada masyarakat yang protes terhadap sistem ini.
“Pemilihan langsung sudah menjadi tren di era reformasi, karena amanah dan perjuangan dari reformasi itu adalah transparan dan akuntabilitas termasuk dalam memilih wakil rakyat itu sendiri,” tegas Bob Hasan.
Dia mengatakan, salah satu keunggulan sistem proporsional terbuka yakni masyarakat bisa memilih langsung pemimpinnya, mulai dari tingkat Bupati atau Wali Kota, Gubernur hingga Presiden.
Baca juga: Waketum Partai Garuda Nilai Tebak-tebakan Denny Indrayana Tak Kurangi Kualitas Putusan MK
Untuk level legislatif, masyarakat juga bisa memilih langsung caleg yang dikehendakinya.
“Sekarang Bupati, Wali Kota dan Gubernur itu secara langsung dipilih rakyat, melalui pemilu bukan lewat dewan (DPRD) lagi. Kemudian pemilihan presiden, juga bukan lewat dewan (MPR RI) lagi, tapi masyarakat langsung,” jelasnya.
Karenanya, ia merasa aneh bila Hakim MK mengabulkan sistem proporsional tertutup dan ini akan kembali lagi ke era sebelum reformasi.
Terlebih, tidak ada peristiwa penting dan mendesak bagi Hakim MK untuk mengabulkan sistem proporsional tertutup saat pemilu nanti.
“Saya yakin betul bahwa MK tidak mungkin memutuskan proporsional tertutup, karena tidak ada peristiwa politik yang penting di situ, cuma karena ada ujaran bahwa dalilnya pemohon itu menyatakan, politik uang makin kencang dan segala macam,” ucapnya.
Bob Hasan menuturkan, jika MK mengabulkan sistem proporsional tertutup untuk Pileg, akan menjadi yurisprudensi untuk diajukan kembali dalam Pilkada hingga Pilpres.
“Jadi putusan MK kalau dibuat tertutup, ini menjadi yurisprudensi pemilihan-pemilihan lainnya, nggak mungkin MK menjadi dualistis," kata Bob Hasan.
Mahkamah Konstitusi (MK)
sistem pemilu proporsional tertutup
Bob Hasan
Advokasi Rakyat untuk Nusantara
Pemilu Lokal dan Nasional Dipisah, PSI Jakarta: Parpol Bisa Bernapas dan Siapkan Kader Terbaik |
![]() |
---|
Jazuli Hormati Putusan MK Sebagai Momentum Penguatan Demokrasi Elektoral di Pusat dan Daerah |
![]() |
---|
Pemerintah Didorong Lakukan Riset Terhadap Penggunaan Ganja Medis |
![]() |
---|
Tindak Lanjuti Putusan MK SD-SMP Gratis, Pramono Anung Percepat Program Sekolah Swasta Gratis |
![]() |
---|
DPRD Apresiasi Putusan MK, Sekolah Swasta Gratis di Jakarta Bakal Diadakan Bertahap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.