Edisi Tunisia

Jaringan Radikal Ancam Masa Depan Islam, Menag Minta PPIDK Timtengka Duta Moderasi Beragama

Jaringan radikal menjadi ancaman bagi perkembangan Islam dan Indonesia karena sudah menyusup dunia pendidikan.

|
Editor: Y Gustaman
Dok Kementerian Agama
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memberikan pidato lewat video untuk peserta Simposium Kawasan PPIDK Timur Tengah dan Afrika di Tunisia pada Senin (17/7/2023). 

TRIBUNJAKARTA.COM, TUNIS - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan, jaringan radikal menjadi ancaman bagi perkembangan Islam dan Indonesia karena sudah menyusup dunia pendidikan.

Ia meminta mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika menjadi duta moderasi beragama agar publik tak terjerumus agenda jaringan radikal.

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini mengakui, orang yang terjerumus jaringan radikalisme agama membenci simbol agama lain dan mengancam negara Indonesia.

Sehingga moderasi beragama menjadi penting disebarkan. Khusus untuk PPIDK Timur Tengah dan Afrika atau Timtengka dituntut menjadi agen moderasi beragama.

Hasil penelitian Maarif Institute dan beberapa lembaga riset menggarisbawahi, bahwa jaringan radikal ini bertentangan dengan Islam sebagai agama yang rahmatan lil'alamin, peradaban Nusantara dan dunia.

“Tidak bisa dibantah kalangan muda merupakan sasaran bagi gerakan dan jaringan radikalisme agama untuk menanamkan paham radikal agama, paham kebencian terhadap simbol agama lain dan kebencian simbol negara,” ucap Gus Yaqur dalam sambutannya di Simposium PPIDK Timtengka 2003 yang berlangsung di Tunis, Tunisia pada Senin (17/7/2023).

Dari semua tingkatan pendidikan, tak dipungkiri kalangan berpendidikan dari usia sekolah sampai kuliah menjadi sasarannya. Jaringan ini memanfaatkan belum matangnya mereka dan secara psikologi masih labil.

Baca juga: Dubes Zuhairi Misrawi Dorong Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah dan Afrika Agen Moderasi Beragama

Jika dibiarkan, pengaruh jahat jaringan radikal akan melahirkan para pembenci agam dan pemerintah. Menurut mereka sistem pemerintahan yang ada sebagai taghut karena secara formal tidak mengikuti Al Quran.

Ia mencontohkan betapa jahatnya pengaruh jaringan radikal di antaranya menyanyikan lagu kebangsaan, hormat bendera adalah haram. Jelas saja prinsip ini menyimpang dari Islam rahmatan lil alamin dan moderasi beragama.

“Indonesia bukan negara sekuler maupun agama. Agama memberikan moral spiritual dan mengajarkan etika berbangsa serta bernegara sehingga agama-negara bukan untuk dipisahkan namun saling berkaitan,” ujarnya.

Untuk itu Gus Yaqut meminta para mahasiwa Indonesia jadi duta moderasi: tak hanya menanamkan cinta terhadap agama namun juga ke bangsa dan negara sehingga tercipta generasi religius dan nasionalis.

Generasi muda dalam bersikap, kata Gus Yaqut, menjadi wajah atau citra bangsa Indonesia di mata internasional. Semakin baik bersikap dan berbudaya, citra Indonesia akan baik juga.

"Mari kita senantiasa memberikan kontribusi yang paling baik untuk bangsa kita  sesuai kapasitas yang kita miliki masing-masing,” sambung Gus Yaqut.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved