Pedagang Warteg Kurangi Porsi Nasi dan Gula untuk Pembeli Imbas Harga Mahal

Para pedagang warteg terpaksa mengurangi porsi nasi untuk pelanggannya imbas kenaikan harga beras yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Instagram @aniesbaswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Basewedan makan di Warteg Peong terletak di dalam gang Kampung Muka RW 04, Ancol, Pademangan.  Sosok pria berpeci yang makan di samping Anies mencuri perhatian 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Para pedagang warteg terpaksa mengurangi porsi nasi untuk pelanggannya imbas kenaikan harga beras yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Ketua Komunitas warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan langkah mengurangi porsi dilakukan karena harga beras medium di pasaran sudah di atas Rp11 ribu per kilogram.

Sementara rata-rata pedagang warteg setiap harinya menghabiskan 10 kilogram beras untuk menjalankan usahanya, hal ini membuat mereka harus merogoh kantong lebih dalam untuk modal belanja.

"Satu-satu jalan dengan kondisi ekonomi seperti ini yaitu dengan mengurangi porsi, yang tadinya beras dimasak nasi jadi sembilan piring, dijadikan 10-11 piring," kata Mukroni, Sabtu (19/8/2023).

Langkah mengurangi porsi dianggap jadi solusi paling tepat dibanding menaikkan harga menu makan yang berisiko membuat para pedagang warteg kehilangan pelanggan.

Mengingat pelanggan warteg didominasi masyarakat menengah ke bawah dari sektor pekerja informal yang tak memiliki penghasilan tetap, seperti sopir angkot, buruh lepas, pedagang asongan.

Bagi para pedagang warteg, kenaikan harga beras kian memperburuk daya beli masyarakat setelah kenaikan harga ayam potong, dan minyak goreng yang sebelumnya terjadi.

"Warteg tidak mau membiarkan pelanggan lari karena harga menu naik. Ojol, Sopir angkot, buruh lepas pelanggan warteg mengeluh susah cari duit, tapi pemerintah membiarkan harga-harga naik," ujarnya.

Tempat makan warteg di wilayah Palmerah, Jakarta Barat sudah menggunakan penutup saat buka di siang hari di bulan suci Ramadan.
Tempat makan warteg di wilayah Palmerah, Jakarta Barat sudah menggunakan penutup saat buka di siang hari di bulan suci Ramadan. (TribunJakarta.com/Wahyu Septiana)

Tidak hanya mengurangi porsi nasi, para pedagang warteg kini juga mengurangi takaran gula untuk bumbu berbagai makanan olahan dan minuman pelanggan seperti teh manis.

Penyebabnya harga gula di pasaran sekarang rata-rata sudah di atas Rp14 ribu per kilogram, sehingga memberatkan para pedagang warteg yang setiap harinya juga membutuhkan gula.

"Yang tadinya tiga sendok sekarang jadi dua sendok. warteg Menjerit kondisi ekonomi sulit. Harga-harga (bahan pokok) tinggi, negara tidak melindungi rakyat bawah," tutur Mukroni.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved