Pedagang Warteg Kurangi Porsi Nasi dan Gula untuk Pembeli Imbas Harga Mahal
Para pedagang warteg terpaksa mengurangi porsi nasi untuk pelanggannya imbas kenaikan harga beras yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Para pedagang warteg terpaksa mengurangi porsi nasi untuk pelanggannya imbas kenaikan harga beras yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Ketua Komunitas warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan langkah mengurangi porsi dilakukan karena harga beras medium di pasaran sudah di atas Rp11 ribu per kilogram.
Sementara rata-rata pedagang warteg setiap harinya menghabiskan 10 kilogram beras untuk menjalankan usahanya, hal ini membuat mereka harus merogoh kantong lebih dalam untuk modal belanja.
"Satu-satu jalan dengan kondisi ekonomi seperti ini yaitu dengan mengurangi porsi, yang tadinya beras dimasak nasi jadi sembilan piring, dijadikan 10-11 piring," kata Mukroni, Sabtu (19/8/2023).
Langkah mengurangi porsi dianggap jadi solusi paling tepat dibanding menaikkan harga menu makan yang berisiko membuat para pedagang warteg kehilangan pelanggan.
Mengingat pelanggan warteg didominasi masyarakat menengah ke bawah dari sektor pekerja informal yang tak memiliki penghasilan tetap, seperti sopir angkot, buruh lepas, pedagang asongan.
Bagi para pedagang warteg, kenaikan harga beras kian memperburuk daya beli masyarakat setelah kenaikan harga ayam potong, dan minyak goreng yang sebelumnya terjadi.
"Warteg tidak mau membiarkan pelanggan lari karena harga menu naik. Ojol, Sopir angkot, buruh lepas pelanggan warteg mengeluh susah cari duit, tapi pemerintah membiarkan harga-harga naik," ujarnya.
Tidak hanya mengurangi porsi nasi, para pedagang warteg kini juga mengurangi takaran gula untuk bumbu berbagai makanan olahan dan minuman pelanggan seperti teh manis.
Penyebabnya harga gula di pasaran sekarang rata-rata sudah di atas Rp14 ribu per kilogram, sehingga memberatkan para pedagang warteg yang setiap harinya juga membutuhkan gula.
"Yang tadinya tiga sendok sekarang jadi dua sendok. warteg Menjerit kondisi ekonomi sulit. Harga-harga (bahan pokok) tinggi, negara tidak melindungi rakyat bawah," tutur Mukroni.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
| Penolakan Raperda KTR Jakarta Menguat: Pedagang Keluhkan Dampak Ekonomi |
|
|---|
| Warteg Ikut Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok: ‘Usaha Belum Pulih, Jangan Ditambah Beban’ |
|
|---|
| PDI Perjuangan Janji Perjuangkan Aspirasi Pedagang Kecil Terdampak Perda KTR DKI Jakarta |
|
|---|
| 25 Ribu Warteg di Jabodetabek Berhenti Operasional, Pedagang Minta Raperda KTR Tak Bebani Rakyat |
|
|---|
| Kebakaran Lagi di Jakut Pas Idul Adha, Kini Kompor Meledak Bikin Warteg hingga Mobil di Pluit Ludes |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.