Tolak Pemilihan Gubernur Dipilih Langsung Presiden, IAP DKI Beri 5 Catatan Kritis RUU DKJ

Pengurus Daerah IAP DKI Jakarta menyoroti Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang saat ini tengah digodok di DPR RI.

KOMPAS/PRIYAMBODO
Ilustrasi Gedung DPR RI 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Pengurus Daerah Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP) DKI Jakarta menyoroti Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang saat ini tengah digodok di DPR RI.

Ada lima catatan kritis yang diberikan IAP DKI terkait RUU DKJ yang diharapkan menjadi dasar fundamental penyelenggaraan pemerintah usai Jakarta tak lagi menyandang status sebagai ibu kota negara.

Salah satu poin yang disorot ialah terkait pemilihan gubernur dan wakil gubernur yang dipilih langsung oleh Presiden RI.

“IAP DKI Jakarta menolak pemilihan gubernur oleh presiden atas rekomendasi DPR,” ucap Ketua IAP DKI Jakarta Adhamaski Pangeran dalam keterangannya, Minggu (28/1/2024).

Menurutnya, pemilihan gubernur melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada) harus dipertahankan supaya warga Jakarta bisa menentukan sendiri calon pemimpinnya.

“Pemilihan langsung lebih menyuarakan suara rakyat dan menjadi bagian dari cara mengevaluasi capaian-capaian pembangunan lima tahunan untuk tujuang jangka panjang,” ujarnya.

Ia juga mengkritisi penunjukan Wakil Presiden RI sebagai pimpinan Dewan Kawasan Aglomerasi yang meliputi wilayah Jakarta dan sekitarnya.

“Ini menimbulkan kesan ketidaksetaraan kewenangan, sementara kawasan aglomerasi memerlukan gotong royong, kerja sama, dan dukungan yang setara antara kota-kota terkait,” tuturnya.

Di sisi lain, keberadaan kawasan aglomerasi pada RUU DKJ ini turut diapresiasi IAP DKI yang berharap hal ini bisa menjadi stimulus percepatan pembangunan infrastruktur dan ekonomi masyarakat di Jabodetabekpunjur.

Meski demikian, IAP DKI mewanti-wanti kawasan aglomerasi harus mengedepankan prinsip kesetaraan dan saling berkontribusi.

“Jadi bukan hanya mengandalkan Pemprov DKI dalam pembangunan di kawasan aglomerasi Jabetabekpunjur,” kata dia.

Poin ketiga yang disorot IAP DKI ialah terkait perluasan kewenangan khusus dari Pemprov DKI yang diharapkan juga disertai dengan kepastian dukungan anggaran yang memadai dari pemerintah pusat untuk pembiayaan pengembangan aglomerasi.

“Kami mengusulkan setiap pemerintah daerah di kawasan aglomerasi serta pemerintah pusat harus mengalokasikan dana untuk pembangunan kawasan aglomerasi,” ucapnya.

Selanjutnya, IAP DKI Jakarta juga memandang sinkronisasi pembangunan tidak hanya sebatas pada dokumen perencanaan pembangunan dan tata ruang saja, tapi juga harus lebih luas dengan mencakup sinkronisasi prioritas, program, pendanaan, dan kerangka waktu (timeline) di setiap pemerintah daerah pada kawasan aglomerasi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved