Sayangkan Praktik Intoleransi di Tangsel, Alumni UIN Jakarta Pertanyakan Peran FKUB

Alumni Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Deni Iskandar, menyayangkan terjadinya kasus intoleransi di Tangsel

Istimewa
Video amatir terkait seorang warga Tangerang Selatan terkena sabetan senjata tajam (sajam) saat melindungi seorang mahasiswa yang dikeroyok warga setempat ketika sedang beribadah. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Alumni Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Deni Iskandar, menyayangkan terjadinya kasus intoleransi di kawasan Babakan, Setu, Tangerang Selatan (Tangsel).

Sekumpulan mahasiswa Universitas Pamulang yang tengah berdoa di satu rumah kontrakan digerebek warga bahkan sampai terjadi kekerasan menggunakan senjata tajam.

Menurut Deni, peristiwa pembubaran ibadah yang dilakukan kepada umat Katolik oleh warga, disebabkan karena minimnya pemahaman warga tentang wawasan kebangsaan dan keagamaan.

Oleh karenanya, Deni meminta agar Pemerintah bisa lebih intens menginisiasi dialog antar pemeluk agama di Indonesia dilakukan di semua lapisan.

"Saya sebagai umat Islam, tentu saya punya harapan bahwa, peristiwa yang tidak terpuji ini jangan sampai kembali terulang. Untuk itu, Pemerintah juga jangan tutup mata dalam kasus ini. Karena kan sebenarnya, peristiwa yang terjadi ini sebab utamanya karena masyarakat kurang pemahaman dan kurangnya dialog. Padahal kan di setiap daerah ini ada yang namanya FKUB. Selama ini kerja mereka apa? Peristiwa Intoleransi ini masih terus terjadi, dan itu fakta." Kata Deni, Kamis (9/5/2024) melalui keterangan tertulis.

Kepada media, Alumni Nostra Aetate Foundation Disastery Interreligious Dialogue, Vatikan itu mendorong agar pemerintah dan semua stakholder terkait, bisa lebih intensif melakukan pembinaan kepada masyarakat terutama dalam hal menjaga kerukunan antar umat beragama dan melawan intoleransi.

"Dari peristiwa yang tidak terpuji ini, seharusnya Pemerintah bisa melakukan evaluasi. Karena peristiwa ini terjadi jelas karena masyarakat ini kurang pemahaman, ini disebabkan karena minimnya perjumpaan dan dialog antar umat beragama terutama di wilayah Tangerang Raya," tegasnya.

Oleh karena itu, mantan Ketua HMI Cabang Ciputat Periode 2017-2018 itu mengajak kepada semua lapisan masyarakat terutama kaum muda, untuk bergandengan tangan melawan praktek-praktek intoleransi dan memajukan dialog antar umat beragama, sebagai upaya menumbuhkan spirit hidup bersama.

"Tentu, saya umat Islam dan sebagai anak bangsa mengajak seluruh elemen masyarakat terkhusus kaum muda, untuk melawan tindakan-tindakan intoleransi. Kita sebagai umat Islam wajib hukumnya melawan intoleransi, dan kita sebagai anak bangsa wajib juga hukum nya menyuarakan prinsip-prinsip hidup bersama dengan rukun dan damai.

Seperti diberitakan sebelumnya, peristiwa penggerebekan sekelompok mahasiswa yang tengah beribadah doa rosario itu terjadi pada Minggu (5/5/2024).

Penanganan Polisi

Kasus tersebut pun sudah ditangani piha kepolisian.

Ketua RT berinisial D (51) bersama tiga warganya yakni I (30), S (36) dan A (26) menjadi tersangka kasus tersebut.

Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ibnu Bagus Santoso mengungkapan para tersangka ditetapkan berdasarkan serangkaian gelar perkara.

"Disimpulkan cukup bukti sehingga terhadap beberapa saksi yang terlibat ditetapkan sebagai tersangka," kata AKBP Ibnu Bagus Santoso kepada wartawan, Selasa (7/5/2024).

Adapun dalam kasus ini, pihak kepolisian menyita sejumlah barang bukti yang di antaranya tiga buah senjata tajam jenis pisau, pakaian, serta rekaman video saat peristiwa ini terjadi.

Tersangka D sempat meneriaki para mahasiswa dengan suara keras dengan nada umpatan dan intimidasi.

Hal itu diucapkan D karena merasa para mahasiswa yang sedang beribadah itu mengganggu lingkungan sekitar.

“Kemudian, tersangka I memiliki peran yang mirip dengan D. Dia turut meneriaki korban sambil mengantimidasi. Namun, I turut melakukan tindakan mendorong sebanyak dua kali karena korban menolak perintah I,” tutur Ibnu.

Dua tersangka lainnya, yakni S dan A, membawa senjata tajam (sajam) berjenis pisau. Keduanya membawa pisau untuk menakuti korban dan teman-temannya.

“S dan A membawa senjata tajam jenis pisau dengan maksud untuk melakukan ancaman kekerasan guna menakut-nakuti korban dan temannya yang berada di TKP agar supaya segera pergi dan membubarkan diri,” imbuh Ibnu.

Keempat tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Setidaknya ada lima pasal yang diterapkan terhadap para tersangka. Pertama, Pasal 2 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Kedua, Pasal 170 KUHP terkait Pengeroyokan dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun enam bulan penjara. “Kemudian, Pasal 351 KUHP ayat (1) dengan pidana penjara paling Iama 2 tahun 8 bulan.

Keempat, Pasal 335 KUHP ayat (1) dengan pidana penjara maksimal satu tahun. Terakhir, Pasal 55 KUHP ayat (1) dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara,” tutup dia.

Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved