DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap
Polda Jabar Gunakan Putusan Jokowi Lawan Gugatan Praperadilan di Sidang, Buktikan Pegi Sah Tersangka
Polda Jabar menggunakan keputusan Presiden Jokowi menolak grasi tujuh terpidana kasus Vina sebagai "senjata" menjawab gugatan praperadilan Pegi.
TRIBUNJAKARTA.COM - Polda Jawa Barat (Jabar) menggunakan keputusan Presiden Jokowi menolak grasi tujuh terpidana kasus Vina sebagai "senjata" menjawab gugatan praperadilan tersangka Pegi Setiawan.
Seperti diketahui, Pegi yang menjadi tersangka pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, 2016 silam menggugat praperadilan.
Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Senin (24/6/2024). Namun pihak Polda Jabar mangkir, sidangpun ditunda sampai 1 Juli 2024.
Pada sidang 1 Juli 2024 tersebut, kuasa hukum Pegi mengutarakan gugatannya dengan dalil utama menyebut Polda Jabar telah salah orang alias salah tangkap.
Pada sidang hari ini, Selasa (2/7/2024), giliran Polda Jabar memberikan jawaban.
Tim kuasa hukum yang dipimpin Kabid Hukum Polda Jabar, Kombes Nurhadi Handayani, memaaparkan satu per satu dasar mereka menangkap dan menersangkakan Pegi.
Termasuk putusan pengadilan yang menetapkan delapan orang menjadi terpidana (Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramdani (Koplak), Hadi Saputra (Bolang), Eka Sandy (Tiwul), Jaya (Kliwon), Supriyanto (Kasdul), Sudirman, Saka Tatal) dan tiga orang menjadi daftar pencarian orang (DPO), atas nama Pegi alias Perong, Dani dan Andi.
Sebagai penguat atas putusan yang menjadi dasar penangkapan Pegi sebagai DPO, tm kusa hukum Polda Jabar juga melampirkan keputusan Presiden Jokowi yang menolak grasi dari tujuh terpidana.

Adapun tujuh terpidana itu adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.
Salah satu kuasa hukum Polda Jabar membacakan poin pengakuan bersalah pada permohonan grasi ketujuh terpidana.
"Pada tanggal 24 Juni 2019, telah mengajukan grasi ke Presiden Republik Indonesia, salah satu isi permohonannya, pada poin satu adalah, 'saya menyadari sepenuhnya perbuatan saya salah, dan menyesali akibat dari perbuatan saya yang mengakibatkan penderitaan bagi keluarga korban maupun keluarga saya sendiri,'" papar kuasa hukum.
"Dan ditandatangani oleh tujuh terpidana," lanjutnya.
Grasi yang dimohonkan dengan disertai pengakuan bersalah itu ditolak Jokowi pada 2020, setahun setelah permohonan.
"Pada tanggal 24 Juni 2019 telah mendapat putusan dari Presiden Republik Indonesia nomor 14/2020 tentang penolakan permohonan grasi, tanggal 11 Mei 2020," kata tim kuasa hukum Polda Jabar.
Minta Hakim Tolak Gugatan Pegi
Pihak Polda Jabar menerangkan, penetapan tersangka Pegi Setiawan sudah sah.
"Penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan di kasus pembunuhan Vina dan Rizky di Cirebon pada 2016, sudah sesuai dengan empat alat bukti yang sah. Penyidik mengeluarkan tugas perintah tanggal 19 Mei 2024 dan surat perintah penyidikan lanjutan tanggal 27 Mei 2024," ucap tim kuasa hukum.
Polda Jabar pun meminta hakim tunggal Eman Sulaeman menolak gugatan praperadilan tim kuasa hukum Pegi.
"Maka berdasarkan dalil-dalil dan bukti-bukti, termohon memohon kiranya yang mulia hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pra peradilan ini, bisa memutus, menolak pra peradilan dari pemohon untuk seluruhnya," ujar Kabid Hukum Polda Jabar, Kombes Nurhadi Handayani, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (2/7/2024).
Polda Jabar pun meminta agar majelis hakim menghukum Pegi Setiawan dan membebankan biaya dalam perkara ini kepada pemohon.
"Menyatakan bahwa penetapan pemohon sebagai tersangka adalah sah secara hukum dan menghukum pemohon untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini,"
"Atau apabila hakim berpendapat lain maka dalam peradilan yang baik maka bisa memutus yang seadil-adilnya," ujarnya.
Jaya Ternyata Buta Huruf
Di sisi lain, pengakuan soal grasi diungkapkan oleh Madkana, kakak dari Jaya, salah satu terpidana yang memohon grasi ke Presiden Jokowi.
Madkana menyebut kalau adiknya tidak lulus Sekolah Dasar (SD).
Hal tersebut terjadi karena Jaya berasal dari keluarga yang sangat sederhana.
"Jaya SD saja enggak tamat Pak," ucap Madkana kepada politikus Dedi Mulyadi di channel Youtube Dedi Mulyadi Channel, tayang Kamis (27/7/2024).
"Kalau seingat saya sekitar kelas 3 atau 4, tidak bisa baca dan tulis,"
"Dia tidak punya ijazah SD, saat itu anak orang tuanya banyak, dan kecil-kecil," imbuhnya.
Mengetahui Jaya tidak bisa membaca dan menulis, Dedi Mulyadi keheranan.
Menurutnya bagaimana mungkin seseorang yang buta huruf bisa mengambil keputusan hukum tanpa didampingi pengacara maupun keluarga.
"Pertanyaan bagaimana orang yang tidak tamat SD, baca tulis tidak lancar, kalau tidak didampingi pengacara melakukan perbuatan hukum, menandatangani akta, menandatangani BAP," ucapnya.
Madkana kemudian mengaku baru bertemu dengan Jaya di Lapas II A Narkotika Bandung Bersama Peradi.
Sebelumnya Jaya ditahan di Lapas Cirebon, namun kini dirinya dan 6 terpidana kasus Vina dipindahkan ke-3 lapas yang berbeda di Bandung.
"Saya ketemu adik saya, di Lengkong, di lapas narkoba," ucap Jaya.
"Dia cerita enggak melakukan, istilahnya dia tidak berbuat lah," imbuhnya.
Dedi Mulyadi lalu khawatir selama ditahan di Lapas Cirebon, Jaya yang buta huruf diminta tanda tangan sembarangan.

Yang mengejutkan, menurut Madkana ternyata Jaya pernah diminta menandatangani grasi, tanpa adanya pendampingan pengacara dan keluarga.
Jaya yang buta huruf, tak mengerti apa-apa tentang isi kertas yang ia bubuhkan tanda tangan tersebut.
Padahal dengan menandatangani grasi, Jaya artinya mengakui telah membunuh Vina dan Eky.
"Waktu itu penyataan grasi itu Pak," kata Madkana.
"Tapi kan adik saya enggak bisa baca ya," imbuhnya.
Mendengar hal tersebut Dedi Mulyadi kebingungan.
"Oh jadi waktu di Lapas Cirebon, ada yang suruh tanda tangan grasi," kata Dedi Mulyadi.
"Iya adik saya main tanda tangan aja," jawab Madkana.
"Saya sih enggak tahu waktu penandatanganan itu," imbuhnya.
Madkana mengatakan yang meminta Jaya untuk menandatangani grasi adalah orang dari lapas.
"Pokoknya orang lapas," tegasnya.
Mengetahui hal tersebut Dedi Mulyadi merasa miris.
"Nanti kita cara orang lapasnya, kasihan dong, sama orang bodoh sama orang kecil jangan terus-terusan diperdaya," ucap Dedi Mulyadi.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Noel Kejar Amnesti Prabowo, Jalan Terjal Terpidana Vina Cirebon Sempat Pilih Membusuk di Tahanan |
![]() |
---|
Senyum Miris Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon Usai PK Ditolak, Pakai Alat Sayat Tubuh Sendiri |
![]() |
---|
Otto Hasibuan Temui 7 Terpidana Kasus Vina Diperintah Orang Dekat Prabowo, Pengacara Ungkap Sosoknya |
![]() |
---|
Sudirman Terpidana Kasus Vina Frustasi Berat Badan Sisa 40 Kg, Pengacara Nangis: Mesti Nunggu Mati? |
![]() |
---|
SOSOK Rivaldi Terpidana Kasus Vina Cirebon, Pilih Membusuk di Penjara, Kini Minta Dibebaskan Prabowo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.