Pemilu 2024

Pengamat Baca Perpecahan di KIM Plus Usai Revisi UU Pilkada Batal, Elite Golkar Mengamini

Batalnya pengesahan revisi Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada mengisyaratkan perpecahan KIM Plus

TRIBUNJAKARTA.COM - Batalnya pengesahan revisi Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada mengisyaratkan perpecahan di kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

Hal itu merupakan analisis pengamat politik Yunarto Wijaya, di program Kompas Petang, Jumat (23/8/2024).

Direktur Eksekutif Charta Politika itu melihat ada masalah besar dari manuver politik KIM Plus.

KIM sendiri terdiri atas Gerindra, Golkar, PAN, demokrat, PSI, PBB, Garuda, Prima dan Gelora.

Jika berkaca pada Pilkada Jakarta, partai tambahannya yang masuk dalam istilah 'Plus' itu adalah PKS, PKB, NasDem, Perindo dan PPP.

Menurut Yunarto, upaya memaksakan KIM, yang semula kerja sama partai memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming di Pilpres 2024, untuk tetap bergabung di Pilkada menjadi masalah tersendiri.

"Problem dari awal ini adalah koalisi yang terbangun di level nasional didasarkan Pilpres coba dipaksakan atau diduplikasi menjadi koalisi yang ada di level daerah itu secara tata negara sudah enggak nyambung, udah salah," kata Yunarto.

Menurut Yunarto, Pilkada memiliki karakteristiknya tersendiri, beda dengan pertarungan politik nasional.

lihat fotoSetelah DPR membatalkan pengesahan UU Pilkada, Anies langsung berpeluang maju Pilkada Jakarta dan Kaesang belum cukup umur maju Pilgub.
Setelah DPR membatalkan pengesahan UU Pilkada, Anies langsung berpeluang maju Pilkada Jakarta dan Kaesang belum cukup umur maju Pilgub.

Partai yang berlawanan di level nasional bisa bergandengan di daerah.

Tokoh-tokoh partai di level nasional pun berbeda dengan daerah.

"Kenapa yang namanya Pilkada masing-masing parpol itu punya kedaulatan sendiri, kepentingannya sendiri, konstelasinya sendiri, sehingga tidak mungkin dicoba diduplikasi atas nama kesolidan sebuah koalisi," kata dia.

Bagi Yunarto, KIM atau KIM Plus seharusnya menguatkan konsolidasi untuk mengawal program Prabowo-Gibran bisa berjalan, tidak sampai cawe-cawe ke Pilkada.

"Yang namanya Pilkada masing-masing parpol itu punya kedaulatan sendiri, kepentingannya sendiri, konstelasinya sendiri, sehingga tidak mungkin dicoba diduplikasi atas nama kesolidan sebuah koalisi," jelas Yunarto.

"Merugikan banyak partai kalau logikanya adalah mereka harus selalu solid dan harusnya keputusan yang didasarkan pada putusan MK ini menyenangkan buat semuanya termasuk buat Golkar," pungkasnya.

Golkar Mengamini

Wakil Ketua Umum Golkar, Nurdin Halid, mengamini analisis Yunarto.

"Saya setuju dengan Mas Toto (Yunarto) ya bahwa Koalisi Indonesia maju mau plus maupun yang ada sekarang itu setuju sekali bahwa itu tidak bisa linear sampai dengan ke tingkat daerah."

"Kenapa, karena kondisi daerah sangat berbeda memiliki karakteristik sendiri, memiliki tantangan tersendiri, memiliki problematika tersendiri, sehingga tidak mungkin bisa linear," jelas Nurdin pada forum yang sama.

Terlebih, dengan putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas pencalonan, membuat kesempatan partai untuk mencalonkan kadernya di Pilkada semakin besar.

"Yang tadinya tidak bisa maju karena harus berkoalisi tidak cukup kursi sehingga dipaksakan misalnya harus menjadi wakil saat ini, itu bisa mencalonkan."

"Dan ini adalah sesuatu yang sangat produktif bagi demokrasi kita, mencerahkan demokrasi rakyat, memberikan ruang yang cukup bagi rakyat untuk melakukan pilihan-pilihan dengan ruang yang cukup," kata Nurdin.

Pengesahan Revisi UU Pilkada Batal

Seperti diketahui, setelah gelombang demonstrasi besar-besaran  pecah di berbagai daerah di Indonesia, DPR batal mengesahkan revisi UU Pilkada, pada Kamis (22/8/2024).

Padahal poin-poin revisi UU tersebut sudah dibahas di Baleg sehari sebelumnya.

Dua poin revisi utama yang diubah DPR menganulir putusan MK, pada Selasa (20/8/2024), tentang ambang batas pencalonan dan syarat usia calon kepala daerah.

MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang semula mutlak 20 persen dari total kepemilikan kursi DPRD atau 25 persen suara sah Pileg sebelumnya, menjadi 7,5 persen suara sah Pileg sebelumnya.

Angka 7,5 persen suara sah disesuaikan dengan besaran daftar pemilih tetap (DPT) pada suatu provinsi seperti halnya syarat calon independen.

Pengubahan ambang batas pencalonan paslon Pilkada secara keseluruhan itu tertuang pada putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Gelora dan Partai Buruh, dibacakan di Gedung MK, Jakarta.

MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen sesuai pasal Pasal 41 dan 42 Undang-Undang Pilkada.

Sementara itu, pada Rabu (21/8/2024),  Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat panitia kerja (Panja) bersama pemerintah dengan agenda pembahasan revisi UU Pilkada, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Alih-alih menaati putusan MK 60/PUU-XXII/2024, Baleg justru membuat kesepakatan lain.

Baleg mengutak-atiknya dengan memberlakukan putusan MK hanya untuk partai nonparlemen.

Sedangkan untuk partai yang memiliki perwakilan di DPRD tetap berlaku ambang batas pencalonan kepala daerah 20 kursi DPRD atau 25 suara sah.

Baleg DPR juga enggan mengakomodasi alias ogah menaati putusan MK tentang syarat minimal usia calon kepala daerah (cakada) sesuai putusan MK nomor MK 70/PUU-XXII/2024.

DPR justru menyepakati batas usia calon kepala daerah sesuai pasal 7 ayat (2) huruf e seperti putusan Mahkamah Agung nomor 24 P/HUM/2024, yakni batas usia dihitung pada saat kepala daerah tersebut dilantik, bukan mendaftar.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved