Viral di Media Sosial

5 Fakta Polemik 4 Pulau Aceh-Sumut Berakhir: Berikut Awal Sengketa hingga Keputusan Prabowo

Keputusan ini mengakhiri kegaduhan yang terjadi selama beberapa pekan terakhir. 

Kompas.com/Fika Nurul Ulya
SENGKETA 4 PULAU BERAKHIR - Sengketa status wilayah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek resmi berakhir setelah Presiden Prabowo memutuskan keempat pulau tersebut masuk ke wilayah Provinsi Aceh. (Kompas.com/Fika Nurul Ulya). 

Sedangkan kondisi untuk Pulau Lipan hampir tenggelam dan hanya tersisa pasir putih saja.

Hasil survei faktual tersebut kemudian disampaikan kepada pemerintah provinsi Aceh untuk menjadi bahan pertimbangan.

Namun pada 16 Juli 2022, pemerintah provinsi Sumut menyampaikan bahwa empat pulau tersebut adalah bagian dari mereka.

Akhirnya, pemerintah pusat lewat Kemendagri mengambil alih polemik empat pulau tersebut dan memutuskan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil masuk wilayah Sumut.

Hal tersebut termaktub dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.

3. Dikecam Aceh

Pemerintah Aceh memprotes keputusan tersebut karena menganggap keempat pulau itu bagian dari Kabupaten Aceh Singkil.

Reaksi keras muncul di masyarakat Aceh.

Banyak yang merasa keputusan pusat mencederai keistimewaan Aceh dan semangat perdamaian yang dibangun sejak Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki 2005.

Narasi kehilangan wilayah menjadi isu sensitif yang memunculkan kekecewaan dan kemarahan.

Pemerintah Aceh mengacu pada Surat Kesepakatan Bersama tahun 1992 yang ditandatangani Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut, disaksikan Mendagri.

Dalam dokumen itu, keempat pulau disebut masuk wilayah Aceh Singkil. Ini dianggap sebagai dokumen paling kuat secara administratif.

Aceh juga menunjukkan bukti fisik, seperti prasasti penyambutan di Pulau Mangkir Ketek yang dibangun tahun 2008 dan 2018.

Selain itu, ada dokumen kepemilikan dermaga dan surat tanah dari tahun 1965. Semua ini menegaskan bahwa Aceh telah lama mengelola pulau-pulau itu.

Verifikasi lapangan juga pernah dilakukan bersama Kemendagri dan Pemprov Sumut.

Namun, menurut Aceh, kesalahan pencatatan koordinat dalam pemetaan tahun 2008 membuat pulau-pulau itu ”hilang” dari data mereka. Aceh menilai ini sebagai malaadministrasi.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved