Kasus Dugaan Beras Oplosan
Daftar Merek Beras Premium Diduga Oplosan Langgar Standar Mutu dan Takaran, Beredar di Minimarket
Daftar Merek Beras Premium Diduga Oplosan, Beredar di Supermarket hingga Minimarket
TRIBUNJAKARTA.COM - Kabar soal temuan beras oplosan beredar di pasaran kini menyeruak.
Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengungkap, beras oplosan bahkan beredar di rak supermarket hingga minimarket, dan dikemas seolah-olah premium.
Padahal berdasar investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satuan Tugas (Satgas) Pangan dan Bareskrim Polri, beras-beras itu banyak yang tidak memenuhi standar mutu hingga takaran.
Sejumlah perusahaan besar pun, kini telah dipanggil oleh Bareskrim Polri untuk dimintai keterangan.
Investigasi awal terhadap 212 merek beras di 10 provinsi menemukan, 85,6 persen beras yang dijual sebagai beras premium ternyata tidak memenuhi standar mutu Standar Nasional Indonesia (SNI).
Selain itu, 59,8 persen lain dijual di atas harga eceran tertinggi (HET), dan 21,7 persen tidak sesuai takaran berat bersih dalam kemasan.
"Ada 10 perusahaan terbesar yang sudah dipanggil oleh Bareskrim, Satgas Pangan," ujar Amran di Kota Makassar, Sabtu (12/7/2025).
Berikut ini daftar merek beras yang diduga dioplos, beredar di pasaran:
- Sania
- Sovia
- Fortune
- Siip (Aceh, Lampung, Sulsel, Jabodetabek, Yogyakarta)
- Alfamidi Setra Pulen
- Setra Ramos
- Food Station (Aceh, Sulsel, Kalsel, Jabar)
- Raja Platinum
- Raja Ultima
- Larisst
- Leezaat (Jabodetabek, Jateng, Jabar)
- Topi Koki
- Elephas Maximus
- Slyp Hummer (Sumut, Aceh)
- Ayana (Yogyakarta, Jabodetabek)
- Dua Koki
- Subur Jaya (Lampung)
- Raja Udang
- Kakak Adik (Lampung)
- Pandan Wangi BMW Citra
- Kepala Pandan Wangi (Jabodetabek)
Mentan Amran Sulaiman mengatakan beberapa merek tercatat menawarkan kemasan 5 kilogram, padahal isinya beras tersebut hanya seberat 4,5 kilogram.
Selain itu, banyak juga di antaranya mengklaim beras premium, padahal sebenarnya berkualitas biasa.
Ia pun menyebut praktik curang ini menimbulkan kerugian hingga Rp 99 triliun per tahun, atau hampir Rp 100 triliun jika dipertahankan.
"Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram," ujarnya dalam video yang diterima Kompas.com, dikutip Sabtu (12/7/2025).
"Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian," sambungnya.
(TRIBUNNEWS/KOMPAS.COM).
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.