Kecewa Tak Bisa Temui Prabowo, Massa Ojol Ngamuk Nyalakan Flare hingga Tendangi Pagar Besi Polisi 

Kecewa tak bisa temui Presiden Prabowo. Aksi unjuk rasa pengendara ojol yang menuntut potongan aplikator 10 persen di Jakarta Pusat berujung ricuh .

TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra
DEMO OJOL RICUH - Aksi ojol memanas saat massa menendangi pagar besi polisi dan juga menyalakan flare di lokasi aksi Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Aksi unjuk rasa pengendara ojol yang menuntut potongan aplikator 10 persen ricuh saat mereka mencoba menerobos pagar besi polisi yang membentang di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

Massa ojol terlihat mendorong bahkan sampai menendang pagar polisi itu karena kecewa tak bisa menggelar aksi di depan Istana untuk bertemu Presiden Prabowo Subianto.

Situasi kian memanas saat massa menyalakan flare yang langsung direbut paksa oleh sejumlah polisi. Tak ayal aksi saling dorong terjadi antara massa ojol dan polisi.

Melalui pengeras suara, Kapolres Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Candra meminta massa untuk tak melalukan aksi anarkis.

"Tolong korlap di atas mobil komando tidak memprovokasi," ujar Kapolres, Senin (21/7/2025).

Tak hanya itu, orasi para pengemudi ojol sempat terhenti lantaran mobil komando yang digunakan mereka disebut mengalami kerusakan akibat ulah petugas.

"Coba sini polisi yang merusak mobil komando kami datang kesini. Kalau tidak berani berhadapan sama saya mari kita ngomong baik-baik," teriak seorang orator dari atas mobil komando.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono mengatakan, aksi hari ini diikuti pengemudi ojol yang menjadi korban dari kebijakan aplikator. 

Dalam aksinya, para ojol menyuarakan lima tuntutan penting utamanya menurunkan potongan aplikasi menjadi 10 persen.

Kemudian, mendesak pemerintah menerbitkan UU Transportasi Online atau PERPPU, membuat aturan tarif untuk layanan antar barang dan makanan. 

Selain itu mereka juga meminta agar pemerintah melakukan audit investigatif terhadap perusahaan aplikator dan menghapus sistem promo yang merugikan pengemudi.

Menurut Igun, seluruh tuntutan ini bukan asal-asalan, melainkan telah melalui kajian mendalam.

"Nah, pada saat itu biaya potongan aplikasi memang sudah berlaku 20 persen pada tahun 2020. Pada saat kami mengajukan 10 persen dan kami ajukan secara kajian baik akademik maupun empirisnya perusahaan aplikator menurunkan dari 20 persen mengambil jalan tengah di 15 persen," terangnya.

Namun, situasi kembali tak menguntungkan bagi para driver ketika aplikator disebut menambah potongan secara sepihak.

"Jadi dengan adanya potongan 15 persen ditambah 5 persen, ini Indonesia adalah menempati potongan biaya aplikasi tertinggi di Asia," jelasnya.

 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved