Urgensi Kartu Janda Jakarta Dipertanyakan, Pengamat Dukung Keputusan Pramono: Celah Baru Korupsi!
Usulan Kartu Janda Jakarta dipertanyakan. Pengamat menilai, program ini bakal tumpang tindih dengan bansos lain dan bisa jadi celah baru korupsi.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Pebby Adhe Liana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Analis Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah berkomentar soal polemik usulan Kartu Janda Jakarta (KJJ) sebagai bantuan sosial (bansos) baru.
Menurutnya, KJJ bakal tumpang tindih dengan bansos lainnya yang sudah diberikan Pemprov DKI Jakarta.
“Ya saya kira ini enggak perlu ya, karena nanti malah jadi tumpang tindih, karena masyarakat ekonomi menengah ke bawah kan sudah mendapat bantuan juga,” ucapnya kepada TribunJakarta.com, Minggu (28/7/2025).
Trubus mencontohkan, bagi warga yang sudah berusia di atas 60 tahun, Pemprov DKI Jakarta saat ini sudah memberikan bansos Kartu Lansia Jakarta (KLJ).
Beragam bantuan pun diberikan untuk anak-anak dari keluarga tak mampu, seperti Kartu Anak Jakarta (KAJ) yang diperuntukan bagi anak usia 0-6 tahun.
Kemudian, ada juga Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus yang diberikan kepada anak-anak usia sekolah dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.
Untuk bantuan KAJ dan KJP Plus ini, Pemprov DKI Jakarta pun tak memberi batasan jumlah anak untuk masing-masing keluarga.
Adapun masing-masing penerima KLJ, KAJ, hingga KJP Plus ini akan mendapatkan bansos sebesar Rp300 ribu per bulan.
Sedangkan untuk anak yang masuk dunia perkuliahan, Pemprov DKI Jakarta juga memberikan bantuan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).
Di era kepemimpinan Gubernur Pramono, KJMU ini juga tak sebatas diberikan untuk mahasiswa Strata 1 (S1) tapi juga S2.
Berbagai bantuan sosial yang diberikan Pemprov DKI Jakarta ini pun dinilai Trubus sudah cukup untuk membantu masyarakat menengah ke bawah.
Sehingga tak ada urgensi Pemprov DKI Jakarta untuk mewujudkan usulan KJJ seperti yang diusulkan Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta.
“Nanti malah jadi tumpang tindih. Saya khawatir nanti dananya malah dipakai untuk kepentingan anggaran, ada celah korupsi lagi,” ujarnya.
Untuk itu, ia menilai keputusan Gubernur DKI Jakarta Pramono yang tak menggubris usulan tersebut sudah tepat.
“Keputusan mas Pram sudah tepat itu, ya karena memang tidak perlu, karena enggak ada urgensinya juga,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinsos DKI Jakarta Iqbal Akbarudin mengatakan, bagi penerima bansos yang dicoret dari daftar penerima bantuan masih bisa melakukan penyanggahan data.
Pasalnya, Dinsos DKI memang secara rutin terus melakukan pemadanan data guna memastikan bantuan yang diberikan tepat sasaran.
“Pemadanan data selalu kami lakukan, karena kondisi orang kan berubah. Tapi bisa juga disanggah,” ucapnya.
Iqbal bilang, banyak ditemukan kasus dimana penerima bansos justru terdata memiliki kendaraan pribadi seperti mobil.
Biasanya hal ini terjadi karena data mereka digunakan oleh orang-orang tak bertanggung jawab.
Usulan Disampaikan
Usulan soal Kartu Janda Jakarta disampaikan dalam rapat paripurna pandangan fraksi-fraksi terkait APBD Perubahan 2025.
Kartu Janda Jakarta ini pun pertama kali disampaikan oleh Wakil Bendahara Fraksi Gerindra DPRD Jakarta, Jamilah Abdul Gani.
“Fraksi Partai Gerindra meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempertimbangkan penerbitan program Kartu Janda Jakarta atau KJJ,” ucap Jamilah, Senin (21/7/2025).
Ia menyebut, KJJ masuk dalam usulan Gerindra berdasarkan aspirasi dari masyarakat saat masa reses.
Hanya saja, tidak semua janda akan mendapatkan bantuan, ada kriteria khusus untuk mendapatkan KJJ.
“Program ini ditujukan bagi perempuan berstatus janda berusia 45-60 tahun, tidak bekerja, berperan sebagai ibu rumah tangga, ditinggal wafat oleh suami, serta terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” ujarnya.
Usulan ini pun turut diamini oleh Anggota Fraksi PAN DPRD Jakarta Bambang Kusumanto.
“Tadi kita mendengar ada usulan yang menarik, yaitu usulan tentang Kartu Janda Jakarta. Saya pribadi sangat mendukung adanya kartu janda ini,” kata dia.
Pramono Tanggapi Aneh
Menanggapi usulan Kartu Janda Jakarta, Gubernur Pramono Anung menolak mentah-mentah.
Politikus PDIP itu bahkan menyebut ide program tersebut aneh.
“Aneh-aneh aja, enggak lah,” ucapnya daat ditemui di Balai Kota Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Dianggap Pikiran Kotor
Anggota DPRD Jakarta Fraksi Gerindra, Yudha Permana, menanggapi penolakan mentah-mentah Pramono soal Kartu Janda Jakarta.
Yudha menegaskan, usulnya tidak main-main, dan sudah melewati proses diskusi internal.
"Iya kita mengusulkan dengan sangat serius perihal kartu janda jakarta sudah kita bahas, sudah kita diskusikan," kata Yudha di Kantor DPRD Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Menurut Yudha, golongan janda atau ibu tunggal cerai mati banyak yang belum dapat diklasifikasikan ke dalam lansia sehingga tidak bisa mengakses program Kartu Lansia Jakarta.
Kartu Janda Jakarta ini bisa menjadi solusi membantu masyarakat khususnya para janda yang terguncang secara ekonomi selepas kepergian suami.
"Karena itu bukan usulan asal-asalan banyak permintaan dari masyarakat kita sudah tulis di pemandangan umum ini atas permintaan dari masyarakat setiap kita turun reses banyak yang meminta," jelas Yudha.
"Ditunjukkan bagi para janda yang membutuhkan dan ini banyak persentasenya di Jakarta," tegasnya.
Yudha menilai Pramono harus memandang usulan Kartu Janda Jakarta dengan hati dan pikiran yang jernih.
"Kalau memang kita melihat kalimat janda kalau hati kita kotor pikiran kita kotor selalu outputnya adalah negatif," kata Yudha.
"Umurnya 45 tahun ke atas maksimal 60 tahun karena dia belum bisa dapet kartu lansia Jakarta umurnya belum cukup," tambahnya.
Menurutnya, Pramono seharusnya dapat merespons usulan Kartu Janda Jakarta dengan pikiran yang jernih, agar bisa dipertimbangkan untuk dikaji untuk menjadi sebuah kebijakan.
"Harus merespons dengan jawaban dan pikiran yang jernih sehingga yang saya harapkan jawaban dari seorang gubernur adalah 'baik kita akan pertimbangkan dan akan kita pelajari usulan dari fraksi Gerinda'," ucap Yudha.
"Sehari-harinya ibu rumah tangga begitu suaminya meninggal dia harus jadi kepala rumah tangga ekonomi nya sangat tidak baik, tidak mampu akhirnya tidak ada yang peduli dalam kondisi seperti saat ini," tegas dia.
Kadinsos Tak Humanis
Usulan program Kartu Janda Jakarta sempat disinggung saat rapat Komisi E DPRD Jakarta dengan Kadinsos Iqbal Akbarudin, Kamis (24/7/2025).
Jawaban Kadinsos dinilai tidak humanis, sebab dia menilai kriteria umur 45 sampai 60 tahun dalam usulan penerima manfaat Kartu Janda Jakarta tergolong usia produktif.
"Usia sampai 60 itu sebenarnya tergolong usia produktif, kedua kita juga punya OPD (organisasi perangkat daerah) tentang pemberdayaan perempuan, mungkin di pemberdayaan perempuan lebih bisa approach (dorong) ke sana," kata Iqbal dalam rapat.
Menanggapi jawaban Kadinsos, Yudha Permana langsung meminta jajaran Dinas Sosial turun ke lapangan agar mengetahui kondisi masyarakat.
"Turun ke masyarakat temui cek langsung ke masyarakat, kalau dibilang usia produktif maka tidak perlu lagi bantuan pemerintah, saya rasa jawaban itu sangat tidak humanis," tegasnya.
Menurut Yudha, usia produktif yang dimaksud Kadinsos sudah tidak sesuai realita karena faktanya warga sulit mencari kerja.
"Pertama kita cari kerja susah, bapak bilang 45-60 usia produktif, saya tanya ada enggak kantor yang mau nerima pegawai umur 55 tahun, saya tidak terima kalau jawabannya seperti itu," ketus Yudha.
Menurut Yudha, diskusi terkait Kartu Janda Jakarta tidak akan memiliki kesepahaman jika Dinas Sosial tidak memiliki data yang lengkap terkait warga berstatus janda.
"Ini enggak akan ketemu. Karena prinsip kita berbeda kalau memang bicara hitam di atas putih benar usia produktif tapi fakta di lapangan jauh berbeda," ucap Yudha.
"Jadi saran saya pak kadis dan tim sering turun ke masyarakat, bisa didata, jadi kajiannya bukan sekadar hitam di atas putih didata berapa janda usia 45 sampai 60 tahun di bawah garis kemiskinan itu dicatet pak karena mereka untuk makan sehari-hari aja susah," sambungnya.
Yudha mengaku bertemu contoh kasus yang dialami warga bernama Elia, janda dua anak yang cerai mati dan mengalami kesulitan ekonomi tapi tidak ada uluran tangan pemerintah.
"Ada tadi Ibu Elia, dia sebatang kara anaknya dua, dua-duanya anaknya tidak dapat KJP Plus dibatalkan nah ini yang harus menjadi perhatian kita. Makanya saya sampaikan tolong jawabannya yang humanis dengan pikiran jernih hati yang jernih," tegas dia.
Yudha juga dalam rapat tersebut menyingung jawaban Gubernur Pramono Anung yang merespons usulan Kartu Janda Jakarta sebagai sesuatu yang aneh.
"Apalagi pak Gubernur bilang ini usulan aneh-aneh saja itu kita tidak bisa terima. Karena ini sudah kita kaji bersama. Jawaban yang tepat adalah "kita akan kaji masukannya kita akan report hasilnya" jawaban pak kadis sebenarnya sudah benar mau dikaji tapi ujungnya enggak mengenakan soal usia produktif," kata Yudha.
Kadinsos yang sudah kadung kena semprot anggota dewan tak mampu lagi menjawab, sampai-sampai Kepala Biro Kesejahteraan Sosial (Kesos) Setda DKI Jakarta Wahyu Haryadi turut membantu menjawab.
Wahyu mengatakan, pihaknya selaku eksekutif akan menampung aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui DPRD.
"Yang terhormat para anggota dewan untuk mendapatkan aspirasi masyarakat, Insya Allah kita akan buat kajian, jawaban ini belum dibuat kajian apa-apa karena nanti terkait dengan Dinas Sosial, DPAPP, semua ada di bawah Kesra kami akan koordinasikan membuat kajian dan hasilnya akan kita sampaikan," kata Wahyu.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.