"Siapa-siapanya saya tidak tahu nih, pokoknya mereka masuk tuh kayak menutup identitas, kadang naik mobil diantar sampai halaman, kadang juga kalau ada di antar depan gerbang, langsung buru-buru masuk sambil tutupin wajahnya," ujar dia.
Selain pelanggan yang menyembunyikan identitasnya, para karyawan klinik itu pun, kata Chandra, tak berbaur.
Mereka seolah menjauh dari tetangga.
Hal tersebut membuat warga tak mengetahui apa aktivitas di dalam klinik itu.
Pernah digrebek
Aktivitas di klinik aborsi itu pun terungkap saat polisi menggrebek kegiatan itu.
Paman, warga RT 004 RW 007 mengatakan, klinik aborsi di Jalan Paseban Raya sudah pernah digerebek polisi.
Namun, ia tak menjelaskan detail kapan klinik itu pernah digerebek.
"Sudah pernah digerebek dulu, nah tahunnya saya tidak ingat jelas. Orang sempat dipolice line kok dulu," ucap Paman.
Paman mengatakan, saat itu jumlah pelanggan klinik aborsi tersebut lebih banyak.
Jam operasionalnya pun lebih lama, hingga pukul 00.00 WIB.
Operasional klinik itu sempat berhenti setelah digrebek polisi.
Bahkan menurut Paman, MM alias A, dokter yang praktik itu juga ditangkap saat penggrebekan saat itu.
"Kalau sekarang kan empat tiga orang ya yang datang kaya tamu. Kalau dulu ramai banget," ujar Paman.
Namun, ia bersyukur akhirnya klinik aborsi ilegal itu terungkap kembali.
"Bersyukur lah, kan kita was-was juga ada tempat begitu di daerah sini. Kan yang kena sial kita nanti," ujarnya.
Pelaku 2 wanita 1 pria
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Yusri Yunus, mengatakan tiga pelaku ini terdiri dari dua wanita dan satu pria.
Ketiganya berinisial MM alias A (46), RM (54) dan SI (42).
"Tiga tersangka berhasil kami amankan," kata Yusri, saat konferensi pers, di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Ketiga pelaku ini membuka praktik ilegal sejak 2018, tepatnya telah berjalan selama 21 bulan.
Mereka membuka praktik aborsi ilegal di sebuah rumah berpagar cokelat dan berdinding putih.
Kini, rumah tersebut telah dipasang garis polisi.
Akibat perbuatannya, ketiga pelaku dapat dikenakan Pasal 83 Jo Pasal 64 Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, dan atau Pasal 75 Ayat 1.
Bisa juga dikenakan Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
"Pasal 83 Jo Pasal 64 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan dapat dipidana penjara maksimal lima (5) tahun," ucap Yusri.
"Pasal 75 Ayat 1, Pasal 76, 77, 78 UU RI nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, dapat dipidana penjara lima tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta," tambahnya.
Sementara, Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, pelaku dapat dipidana sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kini, mereka telah ditetapkan statusnya, tersangka.
Dari tangan pelaku, polisi juga mengamankan barang bukti berupa obat-obatan dan sebagainya.
Dalam penentuan tarifnya, klinik tersebut menetapkan tarif yang berbeda pada setiap pasiennya. Janin satu bulan Rp 1 juta, dua bulan Rp 2 juta, dan tiga bulan Rp 3 juta.
Sementara untuk pasien yang menggugurkan janin berusia diatas empat bulan, dokter yang membuka praktik ilegal ini mematok harga dari Rp 4-15 juta. (KOMPAS.com/Cynthia Lova/TribunJakarta/Tribunnews.com)