Biasanya di musim lebaran menjadi saat yang ditunggu para pengusaha bus, namun tidak untuk lebaran di tahun ini.
Seperti diketahui, sejak berlakunya kebijakan social distancing dan work from home (WFH), pengusaha bus sulit mendapatkan penghasilan.
“Kami ini operator bus lebih ke pragmatis oportunis, saat tidak ada penumpang kami tidak bisa bekerja, tapi kalau ada di situ jadi kesempatan.” ucap Kurnia Lesani Adnan, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), kepada Kompas.com (21/4/2020).
“Tentunya kami tidak melawan apa yang sudah diatur pemerintah, tapi kondisi ini pastinya sangat berdampak buat kami,” kata Sani.
Menurutnya, sejak pertengahan Maret 2020, sektor bus pariwisata sudah tak mendapat pemasukan. Sementara bus antar kota antar provinsi tersisa 10 persen saja.
“Kalau benar mudik dilarang juga, sudah selesai buat kami, artinya kami tidak bisa operasi,” ucap Sani.
Sani menambahkan, sampai saat ini operator bus masih bisa melakukan perjalanan. Belum ada imbauan untuk menghentikan operasi, terkait larangan mudik.
“Sejauh ini bus masih jalan, tidak ada penyetopan. Karena kan sesuai aturan PSBB, yang penting kapasitas angkut 50 persen dari total muatannya jadi bisa memenuhi regulasi,” kata Sani.
Saat ini bus masih melayani pemberangkatan dari Jabodetabek menuju kota lain, dengan aturan hanya boleh mengangkut setengah kapasitas, begitupun sebaliknya.
• Ramalan Zodiak Besok Rabu, 22 April 2020: Ada Peluang Finansial Bagi Taurus
• Hari Ketiga PSBB Tangerang, Masih Banyak Pemotor yang Berboncengan Beda Alamat
• Sudah Ditertibkan, Pedagang di Pasar Cipulir Sempat Pindah Berjualan ke Ulujami
Situasi ini sudah membuat banyak perusahaan otobus teriak, karena pendapatan tidak bisa menutupi biaya operasional selama perjalanan.
Selain itu, para sopir dan kondektur juga terkena imbasnya. Unit yang beroperasi dipangkas, dan pengemudi serta kernet sudah banyak yang dirumahkan karena tidak banyak bus yang beroperasi.
Banyak penguasa bus yang banting stir dengan beralih ke jasa pengiriman barang atau logsitik, hanya saja itu belum cukup buat menutup kerugian, selain harus bersaing dengan jasa logistik lainnya. (Kompas.com)