"Siapa saja yang mati ketika melangun, maka tidak boleh dikuburkan," kata Rahman menirukan perkataan Tumenggung Nilo, Kamis (16/7/2020).
Ada keyakinan di antara Orang Rimba, mereka yang meninggal saat melangun harus dilakukan dengan tradisi pusaron.
• Korban PHK Curhat Tak Bisa Makan Hanya Minum Air Putih, Warga Kesal Ungkap Fakta Lain
Kondisi jenazah yang sudah lebih tiga hari, kata Rahman, harus dikubur segera.
Dia pun memberi pengarahan hingga akhirnya keluarga mengikhlaskan korban dimakamkan.
"Ini soal fardhu kifayah, sudah urgen, maka jenazahnya harus dimakamkan," Rahman menegaskan.
Tradisi Pusaron
Antropolog KKI Warsi Jambi, Robert Ari Tonang, menuturkan, secara adat kebiasaan Orang Rimba, bila ada yang meninggal harus diantar ke hutan yang tersembunyi.
Selanjutnya, jenazah dibuatkan balai kecil setinggi 1,5 meter yang disebut dengan pusaron. Jenazah berikut barang-barang yang terakhir bersamanya diletakkan di atasnya.
Kemudian, keluarga melakukan tradisi maratop atau menangis meraung-raung sambil mengingat kebaikan-kebaikan yang meninggal.
Prosesi berikutnya, keluarga yang meninggal melakukan melangun, melakukan perjalanan jauh dari hutan ke hutan, untuk menghilangkan kesedihan.
Rentang melangun biasanya panjang. Namun sekarang karena hutan sudah sedikit, maka lebih singkat sekitar 2 sampai 3 bulan saja.
Pada dasarnya semua kematian akan membuat mereka melangun. Adat melangun itu sendiri yang berubah.
Sekarang ini, sambung Robert, karena hutan sudah sulit didapat, maka melangun lebih singkat.
Apabila sudah masuk agama umum, Orang Rimba tidak lagi melangun.
"Sebagian dari Orang Rimba telah ada yg masuk Islam dan Kristen. Kelompok ini dikubur di tanah seperti umumnya," kata Robert.
Artikel ini disarikan dari berita Kompas.com dengan judul: Orang Rimba Tewas Dililit Ular, Awalnya Dikira Hilang Dibawa Makhluk Halus; dan Keluarga Sempat Tolak Kubur Orang Rimba yang Tewas Bertarung dengan Ular