Motif memeras korban, karena pelaku ingin mendapatkan uang lebih banyak.
Kasatreskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Alexander Yurikho, menjelaskan tersangka menginginkan uang lebih.
Padahal, tersangka EF dibayar sekitar Rp 350 ribu lebih untuk sekali shift di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta sebagai tenaga medis rapid test.
Ternyata Belum Dokter
• Bidadari Mencari Sayap, Film yang Dibintangi Leony Bakal Tayang di Disney+ Hotstar
Ternyata, EF hanyalah tenaga kesehatan dan dia hanya berpura-pura sebagai dokter.
EF memang sudah menyandang gelar sarjana kedokteran dari salah satu universitas swasta di Sumatera Utara dan sudah melakukan koas atau ko-asisten.
Yusri mengatakan EF belum mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI).
"Pelaku belum dokter tapi udh sarjana dokter nah tapi dia menuliskan papan nama dia tulis dokter di bajunya yang ia pakai," ujar Yusri.
"Akan kita dalami soal kode etik dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia)," sambung dia lagi.
EF baru bergabung menjadi tenaga medis di PT Kimia Farma Diagnostika selama tiga bulan lamanya atau sejak bulan Juni 2020.
Ia ditempatkan oleh PT Kimia Farma Diagnostika di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta sebagai tenaga medis atau petugas rapid test.
"Jadi memang dia sebagai Nakes di bawah naungan PT Kimia Farma sejak bulan Juli tapi lulus kedokteran 2015," ujar Yusri.
Lantaran kasus ini, EF telah dibebastugaskan oleh PT Kimia Farma selaku pihak penyelenggara rapid test di Bandara Soekarno-Hatta.
"Yang bersangkutan sudah dibebastugaskan oleh PT Kimia Farma," kata Yusri tempo hari kepada wartawan pada Rabu (23/9/2020).
Tersangka EF harus mendekam di balik jeruji Polresta Bandara Soekarno-Hatta, dengan sangkaan pasal 368, 289, 294 dan 267 KUHP dengan ancaman kurungan penjara sembilan tahun.