Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAJARTA.COM, GAMBIR - Benarkah dugaan korupsi Formula E upaya menjegal Anies Baswedan maju di Pilpres 2024? Laode Basir pun merespon.
Deklarator Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES) enggan berkomentar banyak Formula E yang kini sedang ditelisik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
"Kalau dikaitkan dengan upaya menjegal beliau (Anies Basweda, red) biarkan masyarakat menilai," ucap Laode Basir saat dihubungi, Minggu (7/11/2021).
Dugaan korupsi Formula E ini mencuat setelah penyidik KPK memeriksa Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) DKI Ahmad Firdaus.
Ia diperiksa untuk dimintai keterangan soal penyelenggaraan Formula E yang menurut rencana akan digelar 2022 mendatang.
Baca juga: Relawan ANIES Pasang Badan Formula E Ditelisik KPK, Gerindra Mendukung: Biar Ada Titik Terang
Laode meyakini, Anies tak ada hubungannya dengan dugaan korupsi Formula E ini.
"Jika ada masalah-masalah begini mungkin yang tepat (untuk diperiksa KPK) adalah orang-orang yang terlibat di dalam, baik dalam hal kebijakan maupun teknis di lapangan," ujarnya.
Mengutip Kompastv, Kelompok Forum Masyarakat Untuk Keadilan melaporkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke KPK atas dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E.
Seusai melaporkan Anies ke KPK, Kelompok Forum Masyarakat Untuk Keadilan juga melakukan unjuk rasa di depan gedung KPK.
Mereka menyoroti kejanggalan yang dilakukan Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta. Salah satunya kasus Formula E.
Penyelenggaraan Formula E dinilai tidak masuk akal, karena Pemprov DKI tetap membayarkan komitmen fee kepada penyelenggara, meski kondisi pandemi belum mereda.
Mereka mengaku dua kali melaporkan Anies ke KPK, yaitu pada bulan Maret 2021 dan bulan September ini dengan alat bukti audit BPK dan bukti-bukti lain.
Baca juga: Ketua DPRD Dukung KPK Selidiki Dugaan Korupsi Formula E, Prasetyo: Harus Dipertanggung Jawabkan
Hasil Studi Demokrasi Rakyat (SDR) menyatakan, pembayaran biaya komitmen oleh Dispora DKI Jakarta menimbulkan potensi kerugian negara Rp 560 miliar dari total dana yang sudah diterima FEO.
Celakanya, anggaran sebesar itu digelontorkan tanpa dasar hukum yang jelas.