Ketika membuka pintu rumahnya, sebuah kasur, tempat Mak Mben terkulai lemah langsung menyapa.
Bukan saja kasur yang menyapa tamu, aroma pesing tikus seketika menguar di dalam ruangan itu. Aromanya teramat bau bagi siapa saja yang menciumnya.
Tak heran, aroma kencing tikus itu sangat menusuk hidung. Sebab, sejumlah tikus berlari-lari di atas kasur Mak Mben.
Seekor tikus lalu bersembunyi di dalam tumpukan baju seabrek-abrek di kasur itu yang sudah menjadi sarangnya.
Bunyi cicit-cicit tikus kerap kali terdengar saat saya bertemu dengan Mak Mben yang terkulai lemah di kasur. Sulit untuk melihat seluruh ruangan saat mengedar pandang ke sekitar ruangan itu. Sebab, ruangan itu betul-betul minim pencahayaan.
Seekor kecoak berjalan menggerayangi baju Mak Mben yang tergantung di dinding.
Lantai rumahnya pun tak lagi terlihat lantaran tertutup timbunan tanah dan kayu yang lapuk.
Kamar mandi Mak Mben sama saja. Penuh dengan sampah plastik dan bungkus makanan yang berserakan. Kamar mandi itu pun tak berlantai.
Kondisi rumah Mak Mben begitu memprihatinkan. Sungguh tak layak sama sekali untuk dihuni!
Hidup Sebatang Kara
Nenek renta itu hidup sebatang kara.
Mak Mben telah menjanda selama 20 tahunan.
Suaminya, yang dulu bekerja sebagai tukang becak kala itu, meninggal dunia sejak lama.
Sementara anak semata wayangnya, B, dinyatakan meninggal dunia saat menjalani masa hukuman di dalam jeruji besi.
Ya, anak tunggalnya itu sempat menjadi pelaku kriminil pelecehan seksual terhadap sejumlah bocah di Tambora. Ia tewas saat menjadi tahanan di penjara.
Baca juga: Dapat Kado Gerobak Kayu Terindah dari Risma, Warga Miskin Menteng Ini Girang: Makasih Bu Menteri!