Istri B, tak tahu rimbanya usai dikabarkan bercerai dengan B.
Sedangkan cucu semata wayangnya, A, kini sedang mendekam di balik bui lantaran tertangkap karena perkara narkotika jenis sabu.
Namun, Mak Mben selalu menjawab bahwa cucunya itu tak ada karena masuk pesantren.
"Cucu lagi nyantren (masuk pesantren) makanya saya sendiri," ujarnya kepada TribunJakarta.com di rumahnya di RT 009 RW 007 Tanah Sareal, Tambora, Jakarta Barat pada Rabu (1/2/2023).
Padahal, semua orang di sana tahu bahwa A, yang kerap ketahuan memakai sabu, tertangkap anggota buser.
Satu-satunya saudara yang masih menengoknya ialah adik kandungnya, Sanan.
Namun, Sanan jarang sekali pulang ke rumah Mak Mben.
Kata tetangga, pria yang berprofesi sebagai sopir bajaj itu lebih memilih tidur di bajajnya ketimbang harus tidur di rumah yang sudah tak keruan wujudnya itu.
Semenjak ditinggal sosok inti keluarga, Mak Mben tak lagi punya siapa-siapa selain warga yang merasa bertanggung jawab terhadapnya.
"Kalau makan sehari-hari Mak Mben dikasih sama tetangga namanya Mega," kata Mak Mben.
Rumah Mega berada di depan rumah Mak Mben. Ia yang selalu menjaga Mak Mben ketika Mak Mben membutuhkannya.
Bila ingin makan, Mak Mben keluar pintu rumah menggunakan tongkat kayu menuju depan rumah Mega.
"Mega, tolong beliin Mak makanan," kata Mega menirukan ucapan Mak Mben.
Mega turut mengisi air bila Mak Mben perlu ke kamar mandi. Bahkan, listrik pun belakangan baru dipasang oleh tetangga yang berbelas kasihan terhadap Mak Mben.
Selain Mega dan warga sekitar yang peduli, ada juga sosok Bhabinkamtibmas Tambora Aiptu Rois Roesito yang kerap memberikan santunan berupa sembako setiap bulan kepada Mak Mben.
"Sembako pemberian kapolsek dimasak sama tetangga, buat tambah-tambah makanan harian Mak Mben," kata Rois.
Harap Rumahnya Dibedah Jadi Layak
Mak Mben betul-betul butuh uluran pemerintah saat ini.
Bukan saja karena hidupnya yang sebatang kara, tetapi karena di penghujung usianya ia tak memiliki cukup pemasukan.
Untuk biaya listrik dan air saja, Mak Mben kerap menunggak.
Mega lah yang menalangi seluruh biaya Mak Mben.
"Air ledeng Mak Mben ada tunggakan, kalau listrik saya sempat bayarin. Dia sudah enggak bisa bayar listrik dan air. Enggak ada pemasukan sama sekali," kata Mega.
Meski banyak warga yang bertanggung jawab terhadapnya, tetapi kehidupan Mak Mben tetaplah memilukan.
Pemerintah perlu hadir untuk memberikan rumah yang layak terhadapnya.
Warga lainnya, Ela, menaruh harapan agar pemerintah bisa memperbaiki rumah Mak Mben yang tak layak huni.
"Harapannya dibikin layak rumahnya sama pemerintah. Sama air dan listrik tolong dibantu untuk digratiskan misalnya. Kasihan Mak Mben," kata Ela yang menangis tak kuat melihat kondisi hidup Mak Mben.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News