Padahal, anak tidak bisa dijadikan saksi.
"Kalau saksinya korban itu anak-anak, maka dia bukan saksi. Gugur itu saksi. Siapa saksi yang melihat? Saksi yang melihat patut dipertanyakan," katanya.
Duduk perkara
Kasus Supriyani bermula pada April lalu.
Saat itu, tepatnya Rabu (24/42024), ia dituduh memukul seorang murid di tempatnya mengajar.
Ayah anak tersebut adalah Aipda Wibowo Hasyim yang juga Kepala Unit Intelijen Keamanan (Intelkam) Polsek Baito, tempat Supriyani dilaporkan.
Padahal, menurut Supriyani, ia tidak pernah memukul anak tersebut.
Pada hari yang dituduhkan, ia berada di kelas IB, tempatnya menjadi wali kelas.
Di kelas IA, kelas anak tersebut, ada guru lain, yaitu Lilis Herlina Dewi (50), yang sedang mengajar.
Dalam keterangannya di kepolisian, Lilis menerangkan bahwa ia berada di kelas dan tidak pernah ada pemukulan yang dilakukan oleh Supriyani.
Selain itu, bentuk luka yang dialami anak pelapor juga dianggap janggal.
Berdasarkan hasil visum, anak tersebut mengalami luka memar dan lecet di paha belakang dengan warna kehitaman dan bentuk tidak beraturan.
Luka itu berukuran panjang 6 sentimeter (cm) dan lebar 0,5 cm, sedangkan pada paha kiri panjang 3,3 cm dan lebar 1,5 cm. Luka ini sesuai hasil visum Puskesmas Pallangga pada Jumat (26/4/2024).
Dalam dakwaan, Supriyani dituduh memukul satu kali menggunakan sapu ijuk.
Saat pembacaan dakwaan pada sidang perdana, Kamis (24/10/2024), Supriyani hanya bisa menggeleng dan menyeka air mata.
Sementara itu, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Komisaris Besar M Sholeh menyampaikan, pihaknya sedang mengusut prosedur yang dilakukan dalam penanganan kasus Supriyani.
Semua personel sedang diperiksa dan diinterogasi.
Pada Kamis (24/10/2024), Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sultra Bobby Sandri saat menemui massa aksi mengatakan, kasus ini diawasi Kejaksaan Agung.
Penyidik dan jaksa penuntut umum juga diperiksa secara internal.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya