Ia pun diterima sebagai anggota Damkar Kota Depok. Pada awal bertugas, Sandi mengaku sebagai pribadi yang pendiam.
"Saya jadi korban bully. Karena memang waktu itu kan penerimaan saya jujur semua nih. Penerimaan honorer itu kan bawaan banyak, oh anak pejabat," kata Sandi kepada Dedi Mulyadi dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel, Senin (14/1/2025).
"Saya diam, saya mikir kan cuma gua bukan bawaan siapa-siapa. Ya saya ngerasain gitu bahkan ada teman juga yang udah minta maaf, celana saya didodorin, saya diam kaki saya ditendang sampai saya pernah saya apel baret saya diambil, saya disuruh push up ya saya diam gitu," sambung Sandi.
Selain itu, Sandi menyebutkan awalnya digaji Rp 1.125.000. Lalu gajinya dipotong Rp 400 ribu.
"Dulu ada namanya uang resiko tinggi atau uang 65 sebesar Rp 1 juta dan itu dipotong Rp 400 ribu, ngomong buat BPJS," katanya.
Seingat Sandi, BPJS Kesehatan pada tahun 2015-2016 sebesar Rp 36 ribu. Pemotongan uang BPJS Kesehatan itu dipertanyakan Sandi dan rekan-rekannya.
"Nah jawaban mereka itu cuma seperti ini lu masih mau kerja enggak di sini," kata Sandi.
Dedi Mulyadi lalu bertanya sosok yang memberikan jawaban tersebut.
Sandi mengatakan sosok tersebut yakni pejabat Damkar Depok. Permasalahan terjadi saat anak Sandi menderita penyakit asma.
Sandi mengatakan BPJS Kesehatan miliknya tidak bisa digunakan untuk berobat karena menunggak pembayaran.
Padahal, Sandi mengaku gajinya telah dipotong untuk BPJS Kesehatan.
Akhirnya, Sandi pun mengadukan hal tersebut ke kantor. Namun, jawaban pihak kantor membuatnya sakit hati.
"Katanya di pemkot saya frontal. Saya orangnya sok jagoan di situlahmuncaknya saya ngelawan semua pimpinan karena mereka menghina anak saya,siapa suruh lu punya anak bengek," katanya.
Kemudian, kata Sandi, pejabat baru Damkar Depok memberikan uang rembesan kepadanya. Sandi mengingat ia dapat dua amplop.
Namun, ia menolaknya dengan alasan harga diri.