"Anak dan remaja tidak lahir nakal, tidak tiba-tiba nakal, tapi berespon terhadap sistem yang gagal mendukungnya. Dalam ilmu pedagogi, kenakalan adalah gejala atau ekspresi dari kebutuhan yang belum terpenuhi," sambung Gamal.
Gamal mengungkapkan anak disebut nakal karena merespon lingkungan. Hal itu bisa terjadi karena masalah keluarga seperti pengabaian orang tua, kurangnya perhatian orang tua, broken home, lingkungan pergaulan yang tidak kondusif, trauma masa kecil yang berpengaruh pada psikologi, pendidikan, pengajaran dan pengasuhan yang buruk atau represif di rumah atau sekolah.
"Apakah pendidikan ala militer ini menyelesaikan akar masalah tersebut? Tidak," ujarnya.
Keempat, lanjut Gamal, pendidikan militer ini berpotensi melanggar hak-hak mendasar anak, khususnya Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child atau CRC) secara jelas menekankan pentingnya lingkungan keluarga dan peran orang tua bagi perkembangan anak, terutama pasal 5 dan 9.
Kelima, Postensi stigmatisasi dan diskriminasi.
"Anak-anak yang sudah masuk bootcamp mereka dilabeli anak nakal atau bermasalah dimana hal tersebut memberikan beban tersendiri untuk anak-anak. Bayangkan anak-anak Bapak Ibu semua dijemput oleh militer dibawa ke barak atau diantarkan oleh orang tua kesana, lalu oleh teman-temannya di kampung atau sekolah putra-putri Bapak Ibu dianggap nakal," jelas Gamal.
Gamal pun tidak sekedar memberi kritik. Ia juga memberikan solusi kebijakan alternatif
dalam pendidikan anak yang dianggap nakal atau bermasalah.
Solusi jangka pendek antara lain :
Solusinya bukan barak militer, tapi ekosistem dukungan (supportive ecosystem) terdiri dari empat hal.
1. Sistem pendidikan yang memulihkan (restorative education).
2. Dukungan psikologis berbasis komunitas.
3. Penguatan dan reformasi fasilitas dan SDM konseling,
4. Pendekatan yang memulihkan relasi anak dengan diri, keluarga, komunitas, dan masyarakat.
Sedangkan untuk solusi jangka panjang yang bisa kita lakukan antara lain :
1. Memperkuat sistem dukungan psikososial
2. Pendidikan karakter berbasis empati dan generosity.
Beberapa rekomendasi kami untuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait dengan pendidikan ala militer untuk siswa, antara lain :
1. Menerapkan evidence based policy dan melibatkan berbagai stakeholder pendidikan dalam merumuskan dan membuat kebijakan pendidikan.
2. Memperjelas indikator anak yang disebut nakal atau bermasalah.
3. Mencegah stigmatisasi, diskriminasi, dan potensi pelanggaran hak anak-anak yang ikut pendidikan di barak militer.
Sikap PDIP
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, kembali menegaskan penolakan tegas terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa nakal ke dalam program barak militer sebagai bentuk pendidikan karakter.