Data Baru Pemprov DKI: 1.917 Kasus Kekerasan Menghantui Jakarta, Ini Faktor yang Paling Berperan

Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta kembali mengkhawatirkan, hingga November 2025 tercatat jumlah kasusnya mencapai 1.917.

Kompas.com/shutterstock
KEKERASAN DI JAKARTA - Ilustrasi kekerasan anak. Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta kembali mengkhawatirkan, hingga November 2025 tercatat jumlah kasusnya mencapai 1.917. 

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta kembali mengkhawatirkan, tak main-main hingga November 2025 tercatat jumlah kasusnya mencapai 1.917.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan ada lima faktor utama yang paling sering memicu terjadinya kekerasan di ibu kota.

Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Bidang Komunikasi dan Media Cyril Raoul Hakim mengatakan kelima faktor ini saling berkaitan erat dengan karakteristik kota besar seperti Jakarta yang penuh tekanan sosial dan ekonomi.

“Ini saling terkait, terutama di tengah dinamika urban seperti kemacetan, biaya hidup tinggi, dan perubahan pola keluarga,” ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (24/11/2025).

1. Tekanan Ekonomi Jadi Pemicu KDRT

Ia menjelaskan tekanan finansial, seperti pengangguran hingga inflasi masih menjadi pemicu terbesar kekerasan dalam rumah tangga. 

Beban biaya hidup membuat konflik rumah tangga mudah meledak, dan perempuan serta anak kerap menjadi korban.

“Seperti pengangguran atau inflasi, sering memicu konflik rumah tangga yang berujung KDRT,” ujarnya.

BUKTI POLITISASI HUKUM - Juru Bicara PDIP Chico Hakim saat ditemui di Kantor Wali Kota Jakarta Utara pada Kamis (31/7/2025), mengaku bersyukur atas amnesti yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Di sisi lain, Chico juga menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Hasto, termasuk terhadap Tom Lembong, menunjukkan adanya politisasi hukum. (TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO).
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Bidang Komunikasi dan Media Cyril Raoul Hakim (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

“Di Jakarta, ini dominan karena banyak pekerja migran yang terpisah keluarga,” tambahnya menjelaskan.

2. Kurangnya Pengawasan Anak

Kesibukan orang tua bekerja membuat waktu bersama anak semakin minim. 

Akibatnya, pengawasan melemah dan memicu potensi kekerasan emosional maupun fisik.

“Kurangnya pengetahuan parenting positif juga berdampak pada kekerasan emosional atau fisik,” tuturnya.

3. Pengaruh Gadget & Media Sosial

Gadget disebut sebagai faktor baru yang memicu perilaku kekerasan, terutama pada anak usia remaja. 

Media sosial kerap menjadi tempat munculnya perundungan yang dapat berkembang menjadi kekerasan fisik.

“Bullying online sering berujung pada kekerasan di dunia nyata,” ucapnya.

4. Lingkungan Sosial Tidak Peduli

Politikus PDIP yang akrab disapa Chico Hakim ini mengungkapkan kondisi lingkungan sekitar juga berperan besar. 

Minimnya kepedulian tetangga serta relasi kuasa yang timpang di sekolah atau komunitas memudahkan kekerasan terjadi.

“Urbanisasi cepat membuat korban makin terisolasi dan kehilangan dukungan sosial,” kata Chico.

5. Pernikahan Dini & Norma Patriarki

Pemicu kelima adalah pernikahan usia dini yang masih terjadi di sejumlah wilayah Jakarta. 

Anak perempuan yang menikah dini lebih rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan.

“Norma patriarki dan pernikahan dini jadi pintu masuk kekerasan, sering muncul dalam kasus KDRT maupun kekerasan seksual,” ujarnya

Ia menambahkan, temuan tersebut selaras dengan Survei Nasional 2025, yang menyebut 70 persen korban memilih tidak melapor karena takut stigma sosial.

“Pencegahan harus dimulai dari keluarga, dengan edukasi sejak dini,” tuturnya.

Berita Terkait

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved