Analis Hendri Satrio Lihat 3 'Hantu' Bayangi Pemerintahan Prabowo, Semua Berhubunga dengan Jokowi
Analis politik Hendri Satrio melihat adanya "hantu" yang membayangi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Kenapa saya nyebutnya tahun berapa tahun berapa tahun berapa karena kan ada kabarnya dia sekolah di Australia, ada kabarnya dia sekolah di Singapura. Nah, maksud saya diclearkan aja dan dia harus tampil tuh untuk menyelesaikan polemik ini," papar Hendri.
Pendiri lembaga survei dan riset opini publik KedaiKOPI itu menilai, isu permasalahan ijazah Gibran tidak serta-merta menyeret Prabowo sebagai sosok yang didampingi dalam Pilpres 2024.
"Menurut saya sih tentang latar belakang itu tidak ditanggung paketan. Kan latar belakangnya Mas Gibran ya, latar belakangnya dia gitu, bukan tanggung jawabnya Pak Prabowo," jelasnya.
Lebih jauh, Hendri menyoroti adanya desakan publik terhadap kinerja Gibran yang dinilai tak banyak melakukan sesuatu sebagai RI 2.
Hal itu dikorelasikan dengan ongkos negara yang harus membiayai gaji dan operasional Gibran.
"Bahkan akhir-akhir ini kan banyak sekali suara dari masyarakat itu Wapres mesti dikasih kerjaan yang lebih berat lagi. Jangan sampai kemudian jadi Wapres enggak ada kerjaannya, akhirnya seperti menghabiskan uang negara gitu kan. Itu lebih parah lagi," ujarnya.
Silfester
Menurut Hendri, hantu pemerintahan Prabowo yang kedua adalah Silfester Matutina.
Seperti diketahui, Silfester, yang dikenal sebagai relawan Jokowi itu, sudah divonis 1,5 tahun penjara pada kasus fitnah terhadap Wapres ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) pada 2019, namun hingga kini belum ditahan.
Kasusnya bermula pada 2017, Silfester berorasi menuding JK sebagai pemecah belah bangsa dengan ambisi politiknya. Silfester juga menyebut JK korupsi hingga mengakibatkan masyarakat miskin.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 untuk Silfester dibacakan tanggal 20 Mei 2019 oleh Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh. Dalam Putusan MA ini disebutkan bahwa Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.
Pembiaran terhadap Silfester yang tidak kunjung dieksekusi hukumannya, menjadi gambaran buruknya wajah hukum di bawah pemerintahan Prabowo.
"Karena banyak sekali yang beranggapan bahwa penegakan hukum di era Pak Prabowo ini tidak lebih baik dari pemerintahan sebelumnya karena Silfester," ujar Hendri.
Bahkan, Hendri melihat prestasi Kejaksaan yang sukses mengembalikan kerugian negara sebesar sekitar Rp 13,25 triliun dari kasus korupsi Crude Palm Oil (CPO) tertutupi kasus Silfester yang belum dieksekusi.
"Dengan hadirnya uang triliunan itu harusnya luar biasa dampaknya. Tapi ternyata banyak juga masyarakat yang bertanya, 'Loh, tapi kenapa kemudian Silverster tidak eh dieksekusi juga?' Nah, menurut saya ini harus diperjelas Silferster ini. Apakah Bang Silferster memang sudah selesai ya, tidak perlu lagi diungkit-ungkit hukumnya atau memang harus dieksekusi," papar Hendri.
Utang Whoosh
Hantu terakhir yang membayangi pemerintahan Prabowo adalah utang jumbo Whoosh.
| Menkeu Purbaya Girang Tak Ikut Restrukturisasi Utang Whoosh, Jokowi Ingatkan Pelayanan Bukan Laba |
|
|---|
| Purbaya Ogah Ikut Restrukturisasi Utang Whoosh, Jokowi di Solo: Transportasi Umum Bukan Cari Laba |
|
|---|
| 2 Sosok Kritis Bongkar Percakapan soal Whoosh dengan Jokowi di Istana, Ada yang Mau Jatuh dari Kursi |
|
|---|
| Analis dan Eks Waketum Projo Akhirnya Bocorkan Obrolan di Istana, Jokowi Pasang Badan Demi Whoosh |
|
|---|
| Eks Waketum Projo Bongkar Pertemuan di Istana dengan Jokowi, Whoosh Sudah Diwanti-wanti |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.