Diduga Jadi Korban TPPO di Kamboja, Rizki Nur Fadhilah Muncul Via TikTok: Intinya Saya Ingin Pulang
Rizki Nur Fadhilah, remaja 18 tahun asal Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung akhirnya muncul lewat TikTok.
TRIBUNJAKARTA.COM - Rizki Nur Fadhilah, remaja 18 tahun asal Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung akhirnya muncul lewat TikTok.
Kiper muda asal Bandung tersebut ramai diperbincangkan lantaran diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Mengutip akun TikTok @rizki.nur.fadilla6, ia muncul dalam dua postingan.
Postingan berdurasi singkat itu langsung viral dan di dalamnya memuat klarifikasi dari Fadhil, sapaan karibnya.
Dalam video pertama yang diunggah, Fadhil meluruskan kabar tersebut dan mengatakan bahwa dirinya dalam keadaan baik.
"Saya ingin meluruskan fakta terkait isu yang sedang beredar dikarenakan itu tidak pernah, itu kemauan saya sendiri tidak ada paksaan dan di sini saya baik-baik aja kondisi saya aman tadi saya sudah dikasih makan. Itu dibikin cerita karena kepingin pulang secepatnya," jelasnya dikutip Tribun Jakarta.com, Rabu (19/11/2025).
Adapun dalam postingan itu, ia menuliskan caption berikut:
"Saya ingin meluruskan masalah yg terkait viral di Indonesia, saya sebenernya gak di siksa dan gak di apa2in cuma saya pengen pulang aja krna gak betah, perusahaan saya meminta uang tebusan 42jt untuk tiket plg ongkos taksi, makan dll, sisanya untuk bayar keberangkatan saya dari indo ke Kamboja, visa, pasport dan biaya agency VIP line juga, pihak perusahaan tidak meminta uang sedikitpun terimakasih
#Fyp #Viral #kamboja
@vivagoalindonesia
@tvonenewsofficial"
Selanjutnya, dalam video lainnya ia kembali mengatakan keinginannya untuk kembali ke Indonesia.
Jika dalam video sebelumnya Fadhil mengenakan topi, hal ini berbeda dengan video berikutnya.
"Berangkat ke sini tidak ada pemaksaan apalagi kekerasan, intinya saya ingin pulang ke sana karena saya tidak betah di sini," ujarnya.
Sebagai informasi, Rizki Nur Fadhilah karib disapa Fadhil.
Ia merupakan seorang penjaga gawang yang sempat berlatih di klub lokal Kabupaten Bandung dan berlatih di Diklat Persib.
Fadhil memiliki hobi bermain sepak bola sejak kecil. Dirinya, bercita-cita menjadi seorang pemain sepak bola di klub profesional.
Namun sayang, perjalanannya untuk menjadi pemain sepak bola profesional terancam terhenti.
Imas Siti Rohanah (52), nenek Fadhil mengatakan, cucu kesayangannya itu sering bermain sepak bola sebagai penjaga gawang atau kiper.
Fadhil turut diketahui ikut salah satu Sekolah Sepak Bola (SBB) lokal di Kabupaten Bandung dan sempat berlatih di Diklat Persib.
"Dia dulunya ikut SSB Hasebah. Pernah juga di Persib Junior atau Diklat Persib. Makanya mungkin dia mudah diiming-imingi ikut seleksi. Tapi SSB-nya, katanya tidak tahu kalau dia pergi ke Medan. Baru tahu setelah viral," katanya dikutip dari TribunJabar.
Dalam kehidupan sehari-hari, Fadhil merupakan sosok yang periang dan sangat aktif bersosialisasi.
Dirinya aktif bermain sepak bola dan sering membantu keluarganya berjualan coklat.
"Dia tidak manja, tapi mungkin karena ibunya di Hongkong dan ayahnya bekerja, dia banyak menghabiskan waktu bersama pamannya. Pamannya punya usaha cokelat, jadi dia sering bantu-bantu di sana. Selain itu, dia latihan bola. Sehari-harinya seperti anak-anak lain," ucapnya.
Imas mengungkapakan dirinya dan keluarga sangat khawatir dengan kondisi Fadhil.
Kronologi
Ayah Fadhil, Dedi Solehudin (42) menuturkan kronologi dugaan putranya menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Anak saya bilang ada kontrak main bola di Medan selama satu tahun. Lalu dijemput ke sini pakai travel, terus dibawa ke Jakarta. Tapi di Jakarta, bukannya ke Medan, malah ke Malaysia. Sebelum akhirnya ke Kamboja," ujar Ayah Fadhil, Dedi Solehudin (42) dikutip dari TribunJabar, Selasa (18/11/2025).
Sesampainya di Kamboja, Dedi menceritakan, anaknya sempat berkomunikasi dia. Sang anak mengabarkan sering mendapatkan tindak kekerasan oleh pimpinannya.
Fadhil diwajibkan mencari 20 kontak calon korban yang kaya raya dari berbagai negara untuk nantinya ditipu. Jika tidak memenuhi target, maka mendapat penyiksaan fisik.
"Kalau enggak dapat, dia disiksa. Sampai 500 kali pukulan, kadang-kadang. Terus disuruh ngangkat galon dari lantai satu sampai lantai 10. Dia tiap hari kerja dari jam 8 pagi sampai jam 12 malam. Bahkan sering belum selesai meski sudah jam 12 malam," katanya.
Dedi mengungkapkan, komunikasi dengan sang anak memang tidak pernah putus hingga saat ini. Namun berdasarkan pengakuan Fadhil, dia melakukannya secara sembunyi-sembunyi.
Melihat kondisi anak yang tidak baik-baik sjaa, Dedi mengaku sudah mencari bantuan ke berbagai pihak terkait, mulai dari penegak hukum, dinas, sampai ke Gedung Sate.
"Sudah lapor ke semua instansi. Dari polresta, DP3MI yang di Soekarno-Hatta. Hingga ke Gedung Sate untuk ketemu Dedi Mulyadi, juga sudah dilakukan. Tapi belum ada tindak lanjutnya," ucapnya.
Dia berharap, pemerintah dan pihak terkait bisa bergerak cepat untuk menyelamatkan dan memulangkan anaknya yang saat ini sedang terancam di Kamboja.
"Tolong jangan diam saja. Pemerintah bagaimana ini, saya sudah ke berbagai tempat, tapi tidak ada jawaban. Saya sampai minta bantuan teman-teman di TikTok, tapi juga belum ada hasilnya," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Imas Siti Rohanah (52), nenek Fadhil.
Ia mengunggah permintaan pertolongan kepada pemerintah setempat untuk segera memulangkan cucunya itu.
Fadhil diduga ditipu oleh seseorang yang mengaku menjadi manajer klub profesional asal Medan, dan malah berakhir bekerja paksa di negara Kamboja.
"Jadi awalnya Fadhil tahu seleksi itu dari media sosial Facebook, lalu ada orang yang mengaku sebagai manajemen itu. Katanya, mau seleksi masuk PSMS Medan dan untuk gabung SSB Sparta FC di Medan," ujarnya nenek Fadhil, Imas Siti Rohanah pada Selasa (18/11/2025).
Di mana menurut penuturannya, cucu kesayangannya itu mendapatkan perlakuan buruk di Kamboja.
Bahkan jika tidak menyelesaikan pekerjaannya sebagai orang 'menipu' (scammer) di platform percintaan dengan baik, Fadhil mendapatkan hukuman hingga kekerasan fisik.
"Dia sering disiksa. Disiksanya seperti disuruh push-up ratusan kali, disuruh membawa galon ke lantai sepuluh. Padahal anak sekecil itu jelas tidak terbiasa kerja seperti itu," ujarnya.
Oleh karena itu, Imas berharap kepada pemerintah daerah ataupun pihak-pihak terkait bisa memberikan respon yang cepat untuk memulangkan sang cucu dari negara Kamboja.
"Kami berharap cucu kami bisa cepat dipulangkan dalam keadaan sehat. Kami minta semua pihak terkait, terutama pemerintah, membantu memulangkannya secepat mungkin," ucapnya.
Fadhil berangkat dari Kabupaten Bandung ke Jakarta untuk terbang ke Sumatera Utara. Bukannya sampai ke Medan, Fadhil justru terbang ke Kamboja.
"Berangkat dari Bandung ke Jakarta itu sendiri, dijemput oleh travel. Tanggal 26 Oktober. Tanggal 27 Oktober itu ada unggahan tiket pesawat dari Fadil rute Jakarta-Medan-Kualanamu. Tapi pada 4 November, anaknya bilang ada di Kamboja," ucapnya.
Di awal, Imas belum memiliki rasa curiga kepada pihak yang mengaku sebagai manajer tersebut.
Seiring berjalanya waktu, rasa curiga itu muncul usai beberapa kejanggalan terjadi di keberangkatan cucunya.
"Saya masih komunikasi dengan orang itu. Dia juga sempat menelfon dan memberikan kabar kalau Fadil sedang makan atau sedang berada di suatu tempat. Yang mulai saya jadi heran itu, orang itu WA-an sama saya tapi tidak memberikan kabar kalau Fadil ada di Medan. Baru ketika Fadil bilang ada di Kamboja, orang itu hilang," ujarnya.
Mengenai kondisi Fadhil di Kamboja, Imas menceritakan bahwa cucunya itu dipaksa untuk bekerja untuk mencari orang yang bisa 'ditipu' (scammer) dengan modus melalui platform percintaan.
"Dia (Fadhil) bilang kerjaannya 'menipu orang-orang Cina' lewat komputer. Padahal dia tidak bisa komputer. Tapi klau komunikasi dengan keluarga, dia sembunyi-sembunyi di kamar mandi," ucapnya.
Lebih lanjut, kata Imas, Fadhil selama kerja di Kamboja selalu saja mendapat hukuman. Dirinya sering di suruh push up, hingga mendapatkan kekerasan fisik dari pimpinan tempatnya bekerja.
"Katanya kondisinya mengkhawatirkan. Dia sering disiksa. Disiksanya seperti disuruh push-up ratusan kali, disuruh membawa galon ke lantai sepuluh. Padahal anak sekecil itu jelas tidak terbiasa kerja seperti itu," ujarnya.
Melihat kondisi cucu kesayangannya tersebut, Imas mengatakan bahwa dirinya dan keluarga sudah melakukan berbagai upaya untuk memulangkan Fadhil.
Mulai melaporkan kejadian itu kepada Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bandung, Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), bahkan berupaya menemui Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Kata Dedi Mulyadi
Terkini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi siap membantu Fadhil.
Esks Bupati Purwakarta itu menyatakannya dalam postingan pribadi di instagramnya.
Dedi Mulyadi mengatakan siap mengambil tindakan.
"Mengenai masalah ini pemerintah provinsi Jawa Barat tetap mengambil keputusan untuk berkoordinasi dengan Polda Jabar dan KBRI, apabila memang ingin kembali kami akan mengembalikannya, dan kami menyiapkan biaya untuk pemulangannya. Untuk itu pada siapapun untuk berhati-hati ketika akan bekerja di luar negeri yang dijanjikan atau diiming-imingi sesuatu, yang pada akhirnya menjadi derita dan menjadi kesulitan bagi banyak orang. Untuk itu segera kami akan segera bergerak," ucapnya.
BERITA TERKAIT
- Baca juga: SOSOK Rizki Nur Fadhilah Eks Kiper Persib Junior Korban TPPO di Kamboja, Presiden APPI: Usut Tuntas!
- Baca juga: Tragis! Kiper Jebolan Diklat Persib Disiksa di Kamboja: Dipukul 500 Kali, Angkat Galon ke Lantai 10
- Baca juga: Pakar Dapat Info A1 Isi Tas Arya Daru di Rooftop Kemlu, Laptop Diplomat yang Hilang Dibongkar: TPPO?
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.