Tiga Tahun Lagi TPST Bantar Gebang Tak Mampu Tampung Sampah, Bagaimana Langkah Pemprov DKI?
TPST Bantar Gebang dikabarkan hanya menyisakan tiga tahun lagi untuk dapat menampung sampah yang diproduksi warga DKI Jakarta.
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, BANTAR GEBANG - Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang dikabarkan hanya menyisakan tiga tahun lagi untuk dapat menampung sampah yang diproduksi warga DKI Jakarta.
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Pempov DKI Jakarta, Yusmada Faizal, mengatakan volume sampah di DKI Jakarta terus meningkat dan diperkirakan mencapai 400 ton per tahun.
"Sekarang tidak kurang 7000 ton sampah per hari diangkut dari DKI Jakarta dengan menggunakan 1200 truk sampah ke Bantar Gebang, hitungan kasar kami kalau 115 hektar (luas lahan TPST), diperkirakan 2021 selesai Bantar Gebang, tiga tahun ini akan selesai, artinya kita siap-siap ibu kota mengalami darurat sampah," kata Yusmada di Bekasi, Senin, (25/3/2019).
Pengolahan di TPST Bantar Gebang dengan cara sanitary landfill kini tidak lagi dapat digunakan untuk mengurangi volume sampah.
Cara yang saat ini diterapkan hanya akan membuat gunungan sampah kian menjulang tinggi.
Sementara, lahan TPST Bantar Gebang seluas 115 hektar sudah tidak mampu lagi menampung 7000 ton lebih sampah yang dibuang setiap harinya di lokasi tersebut.
"Bagaimana kita harus mengakhiri proses sanitary landfill dengan manfaatkan teknologi baru, karena sudah tidak ada lagi lahan yang tersedia jika masih memanfaatkan cara tersebut," ucapnya.
Pemprov DKI Jakarta tidak tinggal diam melihat kondisi TPST Bantar Gebang saat ini.
Gubernur DKI Jakarata Anies Baswedan telah menginstruksikan rencana stategis penanganan sampah ibu kota.
"Pertama adalah mengurangi sampah dari sumbernya, kedua adalah membangun ITF, lalu ketiga mengoptimalkan TPST Bantar Gebang," jelas dia.
Kepala Unit TPST Bantar Gebang, Asep Kuswanto menjelaskan, upaya optimlisasi yang dilakukan diantaranya pemanfaatkan gas metan untuk diubah mejadi listrik, hingga pemilahan sampah oleh pemulung.
"Kalau sekarang ya kita kan sudah berjalan 9 tahun pembangkit listrik dengan mengelola gas metan menjadi listrik ini swasta yang kelola. Ada juga proses pemilihan dari para pemulung dan proses pembuatan pupuk," jelas dia.
Kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang dikembang Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) merupakan angin segar bagi pengoptimalan TPST Bantar Gebang.
Meski dia mengakui, kapasitas pengolahan sampah PLTSa Merah-Putih Bantar Gebang belum cukup mengurangi sampah yang setiap hari dibuang ke Bantar Gebang.