Paul Si Mantan Pengamen dan Usahanya Menghadirkan Hari Pendidikan Abadi di Kampung Bayam

Sementara di dalam rumah berukuran sekira 5x3 meter itu, terdapat sebuah papan tulis dan rak buku yang berisi buku pelajaran.

Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO
Paulinus Melatunan (53). 

Satu rumah yang terletak tak jauh dari pinti masuk permukiman, diberikan secara cuma-cuma dari donatur.

Sementara rumah belajar yang saat ini ditempatinya dengan lokasi di ujung gang, adalah rumah yang dibeli donatur seharga Rp 5 juta. Rumah itu diberikan secara cuma-cuma untuk dikembangkan Paul.

"Belum ada rumah belajar di sini. Saya bertanya kok anak-anak ini nggak diperhatikan? Maka awalnya saya mulai dengan kertas gambar, lama kelamaan makin banyak yang datang. Lalu saya ajar baca tulis, dan lain-lain," kata Paul sambil mengatakan rumah belajar pertamanya di Kampung Kebun Bayam ada tak jauh dari gerbang masuk permukiman itu.

Dikenal Cuek, Ini yang Diharapkan Paula Verhoeven di Hari Ulang Tahun Baim ke-38

Kepedulian Paul terhadap pendidikan anak-anak ternyata bukanlah hal yang muncul baru-baru ini.

Kepedulian itu muncul sejak tahun 2000. Saat itu, bapak anak tiga kelahiran Ambon 9 Februari 1966 itu masih mencari nafkah sebagai seorang pengamen.

Sebelum menjadi pengamen, Paul sempat bekerja di kapal pesiar. Namun, setelah bertahun-tahun melaut, Paul tak lagi menemukan kedamaian dalam dirinya.

Ia pun memutuskan merantau ke Jakarta pada tahun 1997 usai berlabuh di Surabaya.

Bekal Paul ke Jakarta hanyalah sebuah gitar yang ia pakai untuk bernyanyi di waktu senggang.

Ketika merantau ke Jakarta, gitar itu menjadi senjatanya mencari uang. Awalnya, di tahun 1998, Paul yang di Jakarta tinggal bersama kakaknya di kawasan Rawasari, Jakarta Pusat, mengamen di dalam angkutan umum rute Rawasari-Cililitan.

"Saya dulu kerja di kapal pesiar sejak tahun 1988 hingga 1996, lalu mulai merasa resah karena kehidupan sebagai seorang Anak Buah Kapal (ABK) saya rasa kurang cocok untuk diri saya," ungkap Paul.

"Sejak berhenti jadi ABK, saya mulai mengamen. Tidak punya uang, hanya modal sebuah gitar, saya pergi ke Jakarta. Lalu saya mulai aktif sebagai pengamen, keliling Jakarta begitulah," imbuh dia.

Paul mulai menemukan jati dirinya untuk menyediakan tempat bagi anak-anak untuk belajar saat pada tahun 2000 ia diajak rekannya mengamen di daerah Tanjung Priok.

Di sana, Paul tak hanya mengamen, melainkan juga memberikan pelajaran hidup kepada anak-anak jalanan Tanjung Priok.

"Pertama kali saya mulai peduli itu ketika sering membantu grup musik rohani di sekitar rel Tanjung Priok. Saat itu saya lihat banyak anak-anak yang tidak diurusi orang tuanya, disitulah mulai timbul kepedulian saya untuk mengajak mereka belajar bersama," kata pria plontos itu.

"Memang saya mulai hal seperti ini dari tahun 2000 di rel Tanjung Priok, Pasar Ngalo (Pademangan), terus di Tanjung Priok di Papanggo, cuman karena sudah banyak anak aku pindah cari tempat lain," kata Paul.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved