Paul Si Mantan Pengamen dan Usahanya Menghadirkan Hari Pendidikan Abadi di Kampung Bayam

Sementara di dalam rumah berukuran sekira 5x3 meter itu, terdapat sebuah papan tulis dan rak buku yang berisi buku pelajaran.

Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO
Paulinus Melatunan (53). 

Paul merasa terpanggil untuk menyediakan pendidikan non-formal bagi anak jalanan saat bayang-bayang ibunya terlintas di pikirannya.

Memori Paul berangkat ke masa lalu, di mana sang ibu yang bekerja sebagai seorang guru dilihatnya sering mengajar anak kecil dengan gratis di rumahnya selepas pulang sekolah.

"Kita harus mengajar anak-anak ini setulus hati, seperti anak kita sendiri. Saya biasa mengatakan bahwa setiap dari mereka adalah orang yang berguna, dan harus punya mimpi untuk bisa hidup, lebih dari orang tua mereka," kata Paul menarik benang merah dari aktivitas ibunya ke kehidupannya yang sekarang.

Pendidikan Karakter

Apa yang disajikan di Rumah Belajar Kampung Bayam, kata Paul, bukan hanya soal pelajaran biasa seperti matematika, IPA, IPS, dan lainnya.

Bagi Paul, sajian terpenting yang setiap hari selalu tersedia di rumah itu adalah pendidikan karakter. Dan itu ia jalankan setiap harinya.

Paul memulai semua ini dengan menanamkan prinsip menghargai diri sendiri kepada anak-anak didiknya di Kampung Kebun Bayam yang kini sudah berjumlah 120 orang.

"Kalian berguna loh, kalian itu manusia bukan hewan kalian punya perasaan kalian punya akal yang bagus," ucap Paul mereka ulang motivasi awal yang biasa ia berikan kepada anak didiknya.

Karena motivasi dan kebaikan yang senantiasa Paul lakukan di depan anak-anak itu, mereka pun perlahan-lahan mudah mengikuti apa yang Paul sampaikan.

Paul juga menanamkan dua hal penting kepada anak-anak didiknya: "jangan bodoh, minimal bisa baca dulu, dan jadilah orang baik".

Upaya Paul mendidik karakter anak-anak di kampung itu muncul akan kekhawatirannya.

Ia khawatir, anak-anak didiknya yang kebanyakan didominasi usia 5-12 tahun bisa terjerumus ke sisi gelap permukiman pinggir rel.

"Kayak di sini banyak anak-anak muda yang sudah kenal bersetubuh. Banyak yang sudah jatuh ke dunia prostitusi, saya nggak mau anak-anak ini masa depannya seperti itu," ucap Paul.

Kunci dalam mengajar anak-anak, menurut Paul, adalah dengan tidak melakukan pemaksaan.

"Membuat anak nyaman dengan lebih dulu bernyanyi, bermain, mengajari mereka untuk berdoa saat memulai dan mengakhiri aktivitas. Akhirnya enggak jadwalnya belajar pun mereka akan bermain kesini. Dari situ baru pelan-pelan kita ajak mereka belajar menghitung, membaca, dan apapun pelajaran di sekolah," jelasnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved