Kisah Kompol Ocha, Polwan Mungil yang Ungkap Penyelundupan 1 Ton Sabu: Rela 6 Jam Tiarap di Pasir
Rosana Albertina Labobar yang akrab disapa Kompol Ocha, merupakan salah satu polwan yang terjun ke dalam satuan anti narkoba.
Penulis: Muji Lestari | Editor: Kurniawati Hasjanah
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muji Lestari
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Dibalik wajah lembut dan tubuh mungilnya, tak ada yang menyangka Kompol Rosana Albertina Labobar adalah Polwan dengan segudang prestasi.
Jika tanpa seragam, bisa jadi orang tak tahu perempuan asal Ambon, Maluku itu adalah seorang polisi.
Rosana Albertina Labobar yang akrab disapa Kompol Ocha, merupakan salah satu polwan yang terjun ke dalam satuan anti narkoba.
Sepak terjangnya dalam pengungkapan kasus peredaran narkoba tak perlu diragukan lagi.
Setelah berkarir sebagai Polwan selama 12 tahun, Kompol Ocha telah mengukir prestasi dalam pengungkapan peredaran narkoba jaringan internasional.
• Simon McMenemy Pakai 5 Pemain Naturalisasi Karena Persoalan Mental: Indonesia Masih Kurang
• Ada Tawuran, Perjalanan KRL dari Sudirman dan Cikini Masuk Stasiun Manggarai Terganggu
Dikutip TribunJakarta dari Kompas.com, Kompol Ocha menceritakan salah satu pengalamannya menggagalkan peredaran narkoba.
Ada peristiwa unik dalam pengungkapan kasus peredaran narkoba jenis sabu pada Juli 2017.
Kala itu pada tahun 2017, Ocha menjabat sebagai Wakil Kepala Satuan (Wakasat) Narkoba Polresta Depok.
Saat itu Ocha masih berpangkat AKP (Ajun Komisaris Polisi).
Kendati demikian, ia telah dipercaya sebagai kepala Tim penyelidikan kasus penyelundupan 1 ton sabu di kawasan Pantai Anyer, Banten.
Dia merupakan polwan satu-satunya yang dipercaya untuk bergabung dalam tim tersebut.
Waktu itu ia mendapat tugas untuk mengungkap penyelundupan sabu, yang diduga berasal dari Taiwan di kawasan Pantai Anyer, Banten.
Ocha adalah satu-satunya perempuan dalam tim itu, dan dia lah yang memimpin.
"Berdasarkan informasi, ada WNA asal Taiwan yang datang ke Jakarta rencananya mengangkut narkoba jenis sabu dan mengedarkannya.
Waktu itu kami belum tahu sebanyak apa sabunya, pastinya dalam jumlah yang banyak," kata perempuan kelahiran 19 Oktober 1986 itu.
• Polisi Tangkap Pemilik Jasa Travel Palsu yang Biasa Menjerat Korbannya dari Media Sosial
• BREAKING NEWS: Ada Tawuran, Perjalanan KRL Jelang Masuk Stasiun Manggarai Terganggu
Perjuangannya kala itu tak mudah.
Sebagai kepala tim penyelidikan dan satu-satunya polwan dalam tim tersebut, ia menyusun strategi untuk mengetahui pergerakan pengedaran sabu tersebut.
Jadi, Ocha menambahkan, ia harus meninggalkan keluarganya selama 1 bulan 2 minggu guna mendalami dan menyelidiki peredaran sabu itu.
Ia harus melakukan apa saja agar mendapatkan hasil terbaik dalam pengungkapan kasus peredaran narkoba itu.
"Kami menyelidiki selama 1 bulan 2 minggu, itu setiap hari, enggak ada libur."
• Siswa SMK Sidoarjo Ini Divonis 9 Tahun Penjara Karena Kubur Bayinya Hidup-hidup
• Dewi Nekat Curi Uang di Warung Nasi Pesanggrahan Demi Bayar Utang Orangtua
"Kami mengikuti orang Taiwan itu kemana aja, ngapain aja, sampai pada saatnya mereka diketahui akan melakukan transaksi di Pantai Anyer dan menyelundupkan sabu sebanyak 1 ton," ujar Ocha.
Kronologi Penangkapan
Setelah mengidentifikasi yang akan menjadi lokasi transaksi 1 ton sabu, Ocha bersama anggotanya pun langsung bergerak menuju Pantai Anyer, Banten.
"Di situ kita ada beberapa orang perwira dan anggota lumayan banyak. Tapi, saya perempuan sendiri. Sudah dikasih amanat oleh pimpinan seperti itu, saya berusaha melakukan yang terbaik," lanjutnya.
Para anggota disebar untuk mengepung lokasi transaksi sabu tersebut.
• Sebelum Pulang, Istri Aiptu Imran Yasin Sempat Ingin kembali ke Pusara
Ocha sebagai ketua tim berada di titik terdepan dan terdekat dengan orang yang diincar.
Kala itu, Ocha harus menyembunyikan diri dengan cara tiarap di pasir pantai di balik semak-semak.
Ocha hanya memakai baju lengan pendek dan kakipun hanya beralaskan sandal.
Akibatnya, ia harus rela mengalami gatal-gatal pada kulitnya.
Jarak lokasi antara tempat tiarap Ocha dan para pengedar sabu pun hanya 30 meter.
Hal itu membuat Ocha tak leluasa dalam bergerak.
"Posisi saya pas 30 meter dari posisi tersangka. Saya mengendap.
Karena posisi saya sedekat itu, saya enggak bisa bergerak semaunya saya karena kalau gerak itu akan terlihat oleh tersangka," katanya.
Bahkan, lanjut Ocha, ia harus rela buang air kecil dengan bermodalkan satu botol minuman kemasan.
Ocha mendeskripsikan suasana malam kala itu cukup dingin, sepi, dan hanya diterangi cahaya bulan.
• Sampah Kali Jambe Tambun Bekasi Diduga Kiriman Berasal dari Pemukiman Warga di Hulu
• Dinas Lingkungan Hidup Tangsel Kesulitan Tutup TPA Ilegal di Pamulang
"Saya orangnya enggak tahan dingin, malam itu memang dingin banget. Kalau dingin, saya selalu ingin buang air kecil.
Mau enggak mau karena posisi saya tidur di situ, saya melangkah satu langkah pelan-pelan ke samping dan buang air kecil. Kemudian balik tiarap lagi," katanya.
Setelah tiarap selama kurang lebih 6 jam, Ocha bersama anggotanya pun langsung mengamankan para pengedar narkoba itu.
Selama tiarap di pasir, Ocha aktif menyampaikan gerak gerik WNA asal Taiwan itu kepada pimpinannya.
Hingga anggotanya langsung mengamankan tersangka setelah transaksi narkoba dilakukan.
"Saya melaporkan apapun gerak gerik mereka."
"Kita sudah memasang strategi, jadi saat mereka sudah melakukan pengangkutan narkoba, saya langsung melaporkan."
Mobil anggota pun mengejar dan mengamankan tersangka dan barang buktinya," ujar Ocha.
Atas keberhasilannya dalam mengungkap penyelundupan 1 ton sabu itu, Ocha mendapatkan penghargaan berupa pin emas dari Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.
(Sumber: TribunJakarta/Kompas.com)