Sempat Putus Asa hingga Titik Perubahan Darus, Dulu Sering Mabuk Hingga Punya Kios Lukis Sendiri

Darus, sapaannya merupakan anak bungsu dari 2 besaudara. Kehidupannya sejak kecil bisa dikatakan sangat susah.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Muhammad Darus di kios lukisnya yang terletak di kawasan Jakarta Timur, Selasa (22/10/2019). 

"Di situ mulai minum-minum (miras) dan sempat pakai narkoba jenis ganja. Cuma kalau narkoba enggak sampai nagih. Paling cuma minum-minum aja yang sering," katanya.

Keadaannya semakin diperparah ketika Darus coba menemui pelukis yang sudah sukses dan hasil didikan seniman yang ia kagumi tadi.

Ia yang saat itu sudah punya uang untuk melakukan privat les lukis merasa harapannya seolah dihancurkan begitu saja oleh orang itu.

"Saya waktu itu nemuin dia ini bawa uang Rp 400 ribu. Di situ saya bilang mau belajar melukis, karena uang saya kurang dia cuma bilang belajar gambar kartun aja dulu. Saya bilang lagi 'saya sudah bisa, maunya gambar orang'. Dia kayak enggak mau dan cuma bilang belajar aja terus," jelasnya.

Balasan kata-kata seperti membuat Darus dilanda kesal dan sebal. Hal itu membuatnya berpikir bahwa orang tersebut tak mau mengajarinya akibat uang yang dibawanya kurang.

"Saya cuma berucap 'nanti suatu saat saya bisa saingin kamu'. Abis situ makin frustasi, puncak frustasinya di situ. Saya pulang ke tongkrongan dan minum-minum," ucapnya.

Awal Perubahan dan Perjalanan Karir

Berubah dari dunia kelam ke arah yang lebih baik memang terasa sulit. Hal ini juga yang dirasakan Darus pada saat itu.

Efek minuman keras yang sering dikonsumsinya perlahan menggeroti kesehatannya. Ia pun mulai sakit-sakitan dan divonis memiliki riwayat penyakit paru-paru.

Kendati demikian, ia belum juga sadar dan tergerak untuk berubah.

Kemudian, kejadian diparparah dengan banyaknya teman-teman tongkrongannya yang meninggal dunia akibat terlalu banyak mengkonsumsi miras dan kecanduan narkoba.

Hingga akhirnya ia baru tersadar setelah jenuh pada dunia kelam tersebut di usia 22 tahun.

Disatu sisi ia berpikir tentang ekonomi keluarganya dan disisi lain, faktor lingkungan perlahan mampu merubahnya ke arah yang lebih baik.

"Memang pengaruh lingkungan tuh besar banget. Di situ saya mulai berpikir bahwa saya nih tulang punggung dan enggak bisa begini terus, sementara kebutuhan ekonomi semakin mendesak mendesak," terangnya.

Akhirnya pun ia memutuskan untuk menarik diri dari pergaulan itu dan memulai bekerja menjadi tukang tato pinggir jalan.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved