Tak Tepati Janji Kampanye Gusur Warga Sunter Bakal Pengaruhi Elektabilitas Anies Baswedan

Anies yang tak penuhi janjinya itu, disebut pengamat politik Ujang Komarudin akan menyebabkan elektabilitasnya di Pemilu 2024 merosot.

Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Wahyu Aji
TribunJakarta/Jaisy Rahman Tohir
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau di Pintu Air Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (5/2/2018) 

Ia menyebut, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini tidak pernah berjanji untuk tak melakukan penggusuran saat menjabat sebagai orang nomor satu di DKI.

"Setahu saya enggak ada, enggak ada janji enggak ada penggusuran," ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (18/11/2019).

"Pak Anies itu penataan lingkungan, seperti di Kampung Akuarium," tambahnya menjelaskan.

Politisi yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gerindra DKI Jakarta ini pun mengatakan, jika
bangli itu berada di tanah pemerintah, maka Pemprov DKI wajib menertibkannya.

"Kalau (bangli) di tanah pemerinta ya diberisin," ujarnya singkat.

Meski demikian, ia meminta Pemprov DKI menyiapkan tempat relokasi yang layak bagi masyarakat yang terkena imbas penggusuran itu.

"Seperti di Kampung Akuarium, digusur, dibikin shelter di situ. Didata orang yang tinggal di situ, karena di situ akan dibangun rumah susun di atasnya," kata Taufik.

PDI Perjuangan Ungkap 2 Perbedaan Penggusuran di Era Anies Baswedan dan Ahok

Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono saat ditemui di kantornya, Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).
Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono saat ditemui di kantornya, Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019). (TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci)

Penggusuran bangunan liar (bangli) di kawasan Sunter Agung, Jakarta Utara menuai protes.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono membandingkan penggusuran yang dilakukan oleh Anies dengan pendahulunya Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.

Menurutnya, ada dua perbedaan yang sangat mencolak diantara dua pemimpin DKI ini.

Dimana, Ahok selalu konsisten dengan pernyataannya bahwa penataan kota tidak bisa dilakukan tanpa melakukan penggusuran.

Terlebih, pemukiman yang digusur Ahok berdiri di tanah miliki negara atau Pemprov DKI Jakarta.

"Pertama soal konsistensi pak Anies sendiri bahwa dulu berjanji tidak akan melakukan penggusuran, kalau hari ini melakukan penggusuran kan berarti tidak konsisten terhadap janji yang disampaikan saat kampanye kemarin," ucapnya, Selasa (19/11/2019).

Kemudian, perbedaan kedua ialah soal kesiapan.

Dimana saat melakukan penggusuran dulu, seperti yang terjadi di Kampung Akuarium, Gembong menyebut, Ahok telah menyiapkan rusun untuk merelokasi warga.

"Nah kalau sekarang digusur dulu baru disiapkan, giliran ramai baru ribut penyediaan rusun," ujarnya saat dihubungi.

Dari dua perbedaan itu, Gembong menilai, semasa kepemimpinan Anies, penggusuran yang dilakukan terkesan mendadak dan tanpa persiapan yang matang.

"Iya-lah (Ahok lebih siap melakukan penggusuran) karena planningnya jelas. Maka kita mendorong kepada Pemprov DKI untuk melakukan penataan jangan mengabaikan warga yang terdampak," kata dia.

 Kebakaran SMK Yadika 6 Bekasi, Sekolah Jamin Biaya Pengobatan Korban Luka

 Kuasa Hukum SMA Gonzaga Bantah Sistem Pembelajaran Sekolah akan Dievaluasi Disdik DKI

 Kadiv Humas Polri Benarkan Kapolres Kampar Dimutasi, Apakah Karena Ngobrol Saat Kapolri Beri Arahan?

"Caranya ya direlokasi ke rusun agar mereka mendapatkan rumah yang layak," tambahnya menjelaskan.

Sebelumnya, pembongkaran bangunan liar di Jalan Agung Perkasa 8 yang melintasi Kelurahan Sunter Agung dan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, diwarnai kericuhan, Kamis (14/11/2019).

Warga pemilik bangunan liar menolak digusur sehingga bersitegang dengan aparat Satpol PP di lokasi.

Dari rekaman video yang beredar, terlihat bahwa pembongkaran tak berjalan secara kondusif.

Di tengah-tengah pembongkaran, tampak warga sempat dorong-dorongan dengan Satpol PP.

Aksi saling pukul juga terlihat dari rekaman video yang beredar, di mana salah seorang warga yang sempat memukul aparat malah dikeroyok balik.

Salah satu warga, Busri (50) mengatakan kericuhan berawal dari adanya aksi saling dorong.

Busri yang tak terima adanya pembongkaran sempat meminta petugas berhenti mendorong warga.

"Saya bilang, jangan main kekerasan, kami rakyat kecil," ucap Busri saat ditemui TribunJakarta.com malam ini.

Nyatanya, keluhan Busri tak didengarkan. Busri yang kesal mengaku sempat memukul tameng salah satu anggota Satpol PP.

Anggota Satpol PP di lokasi yang melihat hal tersebut langsung bertindak dengan membekap Busri.

Busri pun menjadi bulan-bulanan petugas.

"Saya dipukul kepalanya, dikeroyok ada delapan orang dari pihak Satpol PP. Saya diinjak-injak," aku Busri.

Busri berhasil lepas dari kerumunan petugas saat ia berpura-pura pingsan. Ia lantas diberi minum oleh salah seorang petugas Satpol PP wanita.

Warga lainnya, Ahmad Dahri mengatakan, pembongkaran bangunan liar terjadi pagi hari tadi.

Warga kaget dengan kedatangan petugas yang sudah berkerumun di lokasi.

Alhasil, kericuhan pun pecah, warga juga sempat melempari petugas dengan batu di lokasi.

"Warga menolak ada pembongkaran. Apalagi tindakan petugas kalau saya bilang itu tak manusiawi," ucap Ahmad.

Adapun menurut Ahmad, ada 62 bangunan liar yang ditertibkan dalam pembongkaran hari ini.

"Kami berharap ada pengayoman dari pemerintah di sini," ucapnya.

Sementara itu, Kasatpol PP Jakarta Utara Yusuf Majid belum menjawab saat TribunJakarta.com mencoba menghubunginya.

Adapun pantauan di lokasi, sebagian warga yang bangunanya digusur masih bertahan.

Mereka bertahan di depan bangunan liar mereka yang dibongkar petugas.

Banyak warga yang belum tahu akan menetap di mana pascapembongkaran bangunan liar ini.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved