Mahasiswa yang Tewas di Goa Lele Buat Puisi Kematian, Dosen Sastra Ungkap Sikap Korban di Kampus
Dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com sebelum menemui sang pencipta, Alief Rindu sempat menulis sebuah puisi.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Siti Nawiroh
pohon ber-iringan menari dalam kepalsuan
aroma wangi yang semakin mengutuk mental
hanya bibir yang berucap tanpa arah
menunggu tibanya keajaiban Tuhan
Malaikat bertopeng telah tiba, diantara deras sungai di mana Tuhan melepaskan tangannya.
Hanya mereka yang hancur diikat ketakutan, akankah yakin semua berakhir.
Kini aku telah lahir, bunga mekar yang indah.
11-11-19 II Gn. Burangrang, Purwakarta
• Bahas 6 Kontroversi Anies Baswedan Sepanjang 2019, Ruhut Sitompul Tertawa: Terkenal Karena Ngelesnya
Dosen Teori Sastra, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Unsika Sahlan mengaku mendapat kiriman puisi Alief Rindu dari dosen lain.
Pada bagian bawah puisi Alief Rindu yang tersebar, tertulis 11-11-18 ll Gn. Burangrang Purwakarta.
Sembari berkaca-kaca, Sahlan mengenang Alief Rindu.
Baginya ia adalah mahasiswa yang kritis dan produktif, Alief Rindu tak ragu bertanya.
"Dia selalu duduk paling depan," ujar Sahlan.
• Taruh Mayat Bayinya di Cucian Kotor, Siswi Pesantren Ini Buat Polisi Ngelus Dada Saat Diinterogasi
Pekan lalu, Alief Rindu juga tak absen dari sebuah diskusi sastra pun dengan sikap kritisnya itu. Ia juga dikenal rajin.
"Ia (Alief) selalu banyak bertanya, mengkritisi. Itu bagi saya cukup jarang ya bagi mahasiswa sekarang," katanya.