Pengakuan Geng Remaja Sewaan Tawuran di Semarang, Jika Menang Dibayar Rp 70 ribu
Geng di Kota Semarang terbagi dalam kelompok berdasar batas administrasi kampung. Satu di antaranya geng Caka (Cah Kalialang).
TRIBUNJAKARTA.COM - Akhir tahun 2019 kemarin ada beberapa kejadian saat malam hari bikin miris di Kota Semarang.
Pengendara sepeda motor tiba-tiba dibacok dan dianiaya oleh sekelompok remaja atau Geng kemudian ditinggal pergi begitu saja. Baru keesokan harinya korban ditemukan oleh warga. Kejadian itu di Jalan Soekarno Hatta.
Kemudian beberapa hari terakhir juga ditemukan pemuda tersungkur di dekat Citarum, dengan kondisi luka-luka dan sepeda motor tergeletak tak jauh dari penemuan korban.
Dan masih banyak lagi korban yang ditemukan tergeletak di pinggir jalan raya, tanpa diketahui sebabnya.
Geng di Kota Semarang terbagi dalam kelompok berdasar batas administrasi kampung. Satu di antaranya geng Caka (Cah Kalialang) yang semua anggotanya berdomisili di Kalialang, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Semarang. Kelompok ini beranggotakan sekitar 30 remaja.
Setiap kelompok atau geng biasanya ada yang paling disegani. Jika di geng Caka, yang paling disegani adalah Kodok (bukan nama asli). Alasannya bukan karena dia yang paling tua. Melainkan di antara anggota lain, Kodok yang paling berani jika sedang tawuran atau bertengkar dengan geng lain.
"Kami tidak punya ketua. Tapi yang paling disegani saya. Karena paling berani kalau pas tawuran," kata Kodok saat ditemui Tribun Jateng di Kota Semarang.
Bergabungnya Kodok di dalam geng Caka dikarenakan pergaulan teman-teman sebayanya. Semula dirinya hanya ikut-ikutan diajak oleh seorang teman untuk tawuran. Kemudian lambat laun dia seperti ketagihan.
"Rasanya sangar saja kalau bisa ikut tawuran dan menang. Saya seperti diajeni (disegani) oleh teman-teman lain," imbuhnya.
Kehidupan Kodok tidak jauh dari rokok dan minuman keras. Saat masih sekolah, Kodok kerap bolos hanya karena ingin nongkrong dengan teman-teman kelompoknya sembari mengkonsumsi miras.
"Selain itu saya iri juga. Teman-teman lain kok enak bisa bebas. Bisa main ke sana ke sini. Enggak perlu sekolah," jawabnya sambil merokok.
Sekolah tempat Kodok belajar pun akhirnya mengambil sikap. Orangtuanya kerap dipanggil hanya untuk diminta bisa mengendalikan anaknya.
Namun Kodok pun juga mengatakan orangtua sudah bosan menasihatinya.
"Ya hampir tiap hari dinasihati bapak ibu. Tapi kalau sudah gitu biasanya saya tinggal pergi. Sekarang mereka sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan saya lakukan. Cuma mereka hanya ingin saya berhenti tawuran dan cari pekerjaan," beber dia.
Di suatu hari Kodok beserta gengnya bertengkar dengan geng lain. Tak lama polisi datang dan menangkapnya.