Praktik Aborsi Ilegal di Paseban
Dokter Buronan, Perawat dan Tamatan SMP Jalankan Praktik Aborsi Ilegal: 900 Janin Digugurkan
MM alias A (46), RM (54), dan SI (42) yang sudah menjadi tersangka, menjalankan praktik haram tersebut selama 21 bulan. MM memang dokter, tapi buronan
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM, SENEN- Sebuah rumah berpagar cokelat dan berdinding putih di Jalan Paseban Raya, Nomor 61, Jakarta Pusat menjadi tempat praktik aborsi ilegal.
MM alias A (46), RM (54), dan SI (42) yang sudah menjadi tersangka, menjalankan praktik haram tersebut selama 21 bulan.
A memang seorang dokter, RM menjadi bidan, dan SI sebagai petugas bagian admnistarsi pasien. Begini ceritanya:
1. Buka praktik sejak 2018
Ketiga pelaku ini membuka praktik ilegal sejak 2018, tepatnya telah berjalan selama 21 bulan.
Mereka membuka praktik aborsi ilegal di sebuah rumah berpagar cokelat dan berdinding putih.
"Ini pemain lama semuanya. Terutama MM alias dokter A, dia ini memang dokter," ucap Yusri, saat konferensi pers di tempat aborsi ilegal, Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Riwayat MM, kata Yusri, yaitu lulusan fakultas kedokteran dari satu di antara universitas yang berada di Sumatra Utara, Medan.
Terlebih, MM pernah menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Kepulauan Riau.
"Tetapi karena tidak pernah masuk, kemudian dipecat," tambah Yusri.
2. Si dokter adalah buronan di Bekasi
MM juga pernah bermasalah dengan polisi di Bekasi, Jawa Barat.
Saat itu, MM juga terjerat kasus praktik aborsi ilegal dan sempat divonis 3,5 bulan penjara.
"Setelah itu, pernah juga kasus yang sama seperti ini, aborsi juga. Tepatnya tahun 2016," ucap Yusri.
"Tetapi yang bersangkutan (MM) DPO atau daftar pencarian orang," sambungnya.
MM tiada kapoknya. Meski status DPO saat itu, dia kembali membuka praktik aborsi ilegal di tempat yang sama.
Sementara rekannya, RM, lulusan sekolah perawat kesehatan di Sumatera Utara, Medan.
Kemudian, SI merupakan seorang lulusan sekolah menengah pertama (SMP).
3. Ratusan janin telah digugurkan
Yusri menyatakan, ribuan pasien pernah mendatangi MM.
"Sudah (1.632 pasien yang dia tangani). Tetapi yang diaborsi, itu sekira 900 lebih," ucap Yusri, saat konferensi pers di tempat aborsi, Jalan Paseban Raya nomor 61, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Jumlah tersebut didapat dari pernyataan MM selama melakukan praktik aborsi ilegal di tempat tersebut, yakni 21 bulan sejak Mei 2018 hingga Februari 2020.
Mayoritas pasien yang melakukan aborsi di tempat MM, yaitu terdiri dari wanita yang hamil di luar pernikahan.
Kemudian wanita yang tetap hamil meski mengkonsumsi pil KB.
"Ada juga wanita yang terikat kontrak kerja dengan perusahaannya, tidak boleh hamil," tambah Yusri.
Setelah aborsi selesai, kata Yusri, janin dari pasien MM dibuang melalui lubang septic tank.
"Modusnya mereka membuang janin melalui septic tank," ucapnya.
4. Tarif aborsi
Yusri menyatakan, MM bersama rekannya mampu meraup miliaran rupiah selama 21 bulan praktik aborsi ilegal.
Tepatnya terhitung sejak Mei 2018 hingga Februari 2020.
Yakni berjumlah total sekira Rp 6,6 miliaran.
"Pendapatan mereka selama 21 bulan ini mencapai Rp 6,6 miliaran," kata Yusri, saat konferensi pers di tempat aborsi, Jalan Paseban Raya nomor 61, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Namun, biaya pengeluaran mereka guna membeli peralatan aborsi, berjumlah Rp 436 jutaan.
"Total pendapatan bersih sekira Rp 5,5 miliaran," ucap Yusri.
Tersangka mematok harga kepada pasien, yakni Rp 1 juta untuk satu bulan usia kandungan.
"Jadi, kalau usia kandungannya dua bulan, ya mereka minta Rp 2 juta. Kalau tiga bulan, berarti Rp 3 juta," kata Yusri.
Menurut Yusri, biaya ini yang dinilai menarik perhatian para pasien lantaran dinilai relatif terjangkau.
"Ya mungkin karena itu juga jadi ratusan pasien ke sini. Bahkan, ada dokter lain yang membawa pasiennya untuk ditangani di sini," beber Yusri.
"Namun ini masih kami dalami soal kasus dokter lain bawa pasiennya ke sini," sambungnya.
5. Tanggapan Dinkes
Kepala bidang pelayanan kesehatan Dinas Kesehatan DKI, Wening.
Wening menjelaskan, aborsi dapat dilakukan secara legal atau resmi.
Asal hal ini dilakukan pada rumah sakit yang memiliki surat izin dan terdaftar dalam perizinan instansi pemerintah.
"Boleh dilakukan, asal kedaruratan medis dan juga wanita itu sebagai korban pemerkosaan," ujar Wening.
"Itu pun harus dibuktikan serangkaian proses," sambungnya.
• Subuh Jahanam bagi Rizkiani: Angkat Sajam Bantu Suami yang Dicelurit Bandit Bertopeng Tengkorak
• Baru 13 Hari Buka Toko Kelontong, Pria Ini Jadi Sasaran Bandit Jalanan
• Wabah Chikungunya, Dewan Sesalkan Pemkot Tangsel Gagal Petakan Penyakit Usai Musim Hujan
Terlebih, aborsi tak dapat langsung dilakukan hari itu juga lantaran penuh pertimbangan secara medis.
Aborsi juga dapat dilakukan, jika nyawa wanita yang mengandung bayi terancam hal yang tak diinginkan.
"Misalnya ada cacat bawaan atau kelainan genetik yang sulit diperbaiki, sehingga akan menyulitkan janin saat hidup," beber Wening.
"Itu pun ada tim yang memperbolehkan atau tidaknya aborsi ini dilakukan. Dokternya pun harus profesional," tutup Wening. (Muhammad Rizki Hidayat)