Sisi Lain Metropolitan
Perjuangan Rozikin 34 Tahun Berdagang Klepon, Hingga Mampu Sekolahkan Anak ke Perguruan Tinggi
Dari menjual kue tradisional itu, ia dapat menyekolahkan anak bungsunya sampai perguruan tinggi.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
"Jualan di kawasan Tanah Abang awalnya, sewaktu krisis moneter, saya kemudian pindah ke sini (Kemandoran). Tempat saya yang dulu kena gusur karena dekat rel kereta api," kenangnya.
Klepon yang dibuat dari komposisi tepung ketan, tepung beras, gula jawa, air pandan dan kelapa itu dijualnya setiap sore hari.
Ketika klepon dan putu sudah jadi dari balik rumahnya yang berada di gang sempit itu, Rozikin dan Syarief mulai berkeliling dengan mendorong gerobaknya sekira pukul 15.00 WIB.
Rozikin membagi tugas dengan anaknya.
Misalnya, Syarief berjualan di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat sedangkan ia berjualan di sekitar Palmerah, Kemanggisan atau di kawasan Permata Hijau.
Dalam satu hari, biasanya Rozikin dan Syarief mendapatkan omzet Rp 500 ribu.
Untung bersih masing-masing mengantongi Rp 300 ribu.
Banyak orang menyukai klepon dan putunya. Dagangannya pun sampai dipesan untuk acara tahunan, misalnya acara imlek.
Pernah juga kue tradisionalnya yang dibuat dari balik rumah sederhana itu dipesan Hotel Berbintang 4.

Klepon Bawa Berkah
Bagi orang kecil seperti Rozikin, dagang kue putu dan klepon membawa berkah buat hidupnya.
Dari menjual kue tradisional itu, ia dapat menyekolahkan anak bungsunya sampai perguruan tinggi.
Bahkan, anaknya sekarang menjadi pengajar agama Islam di sebuah Pesantren di Kediri, Jawa Timur.
Sedangkan anaknya yang pertama, Syarief memilih mengikuti jejak ayahnya menjual putu dan klepon. Ia pernah kerja di sebuah bengkel di Kebon Jeruk Jakarta Barat.
"Pernah kerja di bengkel tapi enggak betah. Nyoba dagang eh cocok. Sudah 10 tahun ini bantu bapak di sini," ujar pria lulusan SMK di Brebes tersebut.