Kisah Irman, Merantau ke Jakarta Malah Jadi Tunawisma, Nasibnya Berubah Saat Bertemu Mensos Risma
Irman Yudha (48) merantau ke Jakarta dari kampungnya di Yogyakarta namun malah jadi tunawisma di ibu kota. Kini nasibnya berubah usai bertemu Risma.
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Elga H Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI - Irman Yudha (48) merantau ke Jakarta dari kampungnya di Yogyakarta namun malah jadi tunawisma di ibu kota. Kini nasibnya berubah usai bertemu Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.
Matahari baru terbit, arus lalu lintas tak begitu padat karena lagi pandemi Covid-19, Irman yang sedang memulung di Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dihampiri oleh seorang perempuan berkerudung.
Irman awalnya tak tahu bahwa orang yang mendatanginya adalah orang penting.
Dia baru tahu siapa perempuan itu, setelah lawan bicaranya memperkenalkan diri bahwa dia adalah Tri Rismaharini yang merupakan Menteri Sosial.
Irman adalah salah seorang pemulung yang ditemui Risma di awal kepemimpinannya.
Saat itu Risma tengah blusukan menyambangi sejumlah pemulung maupun gelandangan yang biasa tidur di pinggiran jalan.
Baca juga: Di Sidang Praperadilan Rizieq Shihab, Ahli Hukum Pidana UI Jelaskan Soal Pasal Penghasutan
Tak hanya menanyakan keluhan para pemulung, Risma ternyata juga menawarkan pekerjaan kepada Irman.
"Pagi-pagi ibu melintas menyambangi saya, berbicara dan menawarkan supaya saya bisa hidup lebih baik," ucap Irman dijumpai di kawasan Grand Kamala Lagoon, Jumat (8/1/2021).
Tawaran Risma tersebut disambut baik oleh Irman.
"Kemudian saya berminat," ujarnya.
Baca juga: Blusukan Risma Temui Tunawisma Jadi Sorotan, Respon Haji Lulung: Satpol PP Lebih Jago
Baca juga: Saksi Fakta Kubu Rizieq Shihab Kebingungan saat Dicecar Pertanyaan Ini oleh Hakim
Baca juga: Daftar Shio yang Diprediksi Memperoleh Keberuntungan Tahun Ini, Ada Tikus dan Ular, Kamu Masuk?
Dari Sales jadi Pemulung
Irman menjelaskan, setelah menerima tawaran Risma, petugas Kemensos langsung membawanya ke Balai Rehabilitasi Sosial Pangudi Luhur, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Irman mengaku, selama hidup di jalan dia biasa bekerja mencari botol minuman atau barang-barang bekas untuk dikumpulkan dan dijual.
Dalam sehari, penghasilannya paling sedikit Rp 30.000 hingga paling besar kadang ia mampu mengantongi uang Rp 70.000.
"Cari barang-barang bekas, rumah ke rumah, ketika dikasi tawaran (bekerja) sama ibu (Risma) saya langsung minat karena menurut saya itu yang terbaik buat saya," tuturnya.
Baca juga: Mensos Risma Singgung Gang Dolly Soal Kebiasaannya Temui Pemulung di Jakarta: Ternyata Takut Dibunuh
Pria asal Yogyakarta ini mengaku, baru sekitar satu tahun hidup menggelandang.
Ia sebelumnya bekerja di salah satu pusat perbelanjaan sebagai sales promotion man (SPM).
"Tahun 2018 saya mengundurkan diri karena waktu itu mau merawat ayah saya yang sekarang sudah almarhum," ujarnya.
Pilihannya mengundurkan diri rupanya justru membuat dia kesulitan.
Ia sempat buka usaha namun gagal sampai akhirnya terpaksa hidup di jalan.

"Saya kebetulan belum menikah, dulu saya punya rumah, cuma rumah bareng-bareng sama kakak."
"Enggak tau ke mana rumah itu udah di jual, kakak saya sama ibu saat ini di kampung tinggalnya," ujarnya.
Dapat Pekerjaan dari Risma
Irman merupakan satu dari lima pemulung atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang dapat akses bekerja di Grand Kamala Lagoon Bekasi.
Kesempatan itu usai dirinya bertemu dengan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini di kawasan Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tempo hari.
Mensos Risma turun langsung saat mengantar lima PMKS untuk dipekerjakan di kawasan Grand Kamala Lagoon, Jalan Candrabhaga, Kecamatan Bekasi Selatan.
Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto hadir dalam acara tersebut beserta manajemen pengembang kawasan.
Dari lima PMKS, dua di antara diajak Risma saat blusukan. Salah satunya Irman.
Sementara tiga sisanya PMKS dari berbagai daerah yang ditampung di Balai Rehabilitasi Sosial Pangudi Luhur Bekasi.
Baca juga: Kapan Batas Waktu Pencairan BLT UMKM 2020? Segera Cek Penerima BPUM di eform.bri.co.id/bpum
Baca juga: Dituding Hanya Settingan, Jawaban Mensos Risma Menohok Alasannya Blusukan dan Temui Gelandangan
"Dia bisa bekerja, saya sudah akseskan ke pekerja, dan sudah bekerja lima orang di situ," kata Risma di lokasi.
Akses bekerja bagi PMKS ini untuk menyemangati mereka supaya dapat mengubah nasib dan kembali ke kehidupan yang laik.
"Ini untuk menyemangati, para pemulung lain atau orang-orang yang hidup di jalan dan sudah merasa tidak ada harapan, kalau mereka berniat sebetulnya pasti ada jalan," tegasnya.
Dia menceritakan, masalah PMKS terjadi karena tidak sedikit dari mereka yang merasa nyaman hidup di jalan menggelandang.
"Ini ada sembilan pemulung tadinya, tapi yang tertarik cuma lima (mau ikut diberikan akses pekerjaan)," ujar Risma.
Adapun kelima PKMS ini nantinya akan dipekerjakan di kawasan Grand Kamala Lagoon Bekasi, mereka rencananya ditempatkan di posisi seperti petugas kebersihan dan perawat tanaman.
Risma menyinggung Gang Dolly di Surabaya, Jawa Timur, saat menjelaskan kebiasaannya temui pemulung di Jakarta.
Bantah Blusukan, Takut Dibunuh
Risma membantah kegiatannya berkeliling di DKI Jakarta sebagai aksi blusukan.
Menurut dia kegiatannya itu hanya sebatas aktivitas rutin dari rumah dinas menuju kantor.
Risma mengatakan, kebiasaannya sejak menjadi Wali Kota Surabaya melintas melalui jalan yang berbeda-beda setiap hari dari rumah dinas menuju kantor.
Kebiasaan itu, lanjut dia, masih dibawa hingga ia menjabat sebagai mensos yang berkantor dan tinggal di Jakarta.
"Saya itu jalan ke kantor itu pagi, saya ndak blusukan, coba cek pemulung ketemu di jalan besar kan, saya enggak blusukan, saya hanya lewat dari rumah ke kantor," kata Risma di Bekasi, Jumat (8/1/2021).
Menurut Risma, kebiasaan melintas di jalan berbeda setiap hari dari rumah menuju kantor merupakan strategi yang sengaja dia lakukan.
Baca juga: Kamu Bisa Cegah Terpapar Covid-19 Dengan Hentikan 3 Kebiasaan Ini
Baca juga: Token Listrik Gratis 2021 Sudah Bisa Diklaim, Simak 3 Cara Mendapatkannya
Sebab, sebagai orang yang memiliki kebijakan, tentu dia memiliki risiko ancaman ketika kebijakan yang dia keluarkan tidak disukai oknum tertentu.
Dia pun menyinggung risiko yang pernah diterimanya saat menutup lokalisasi Gang Dolly di Surabaya.
Kata Risma, saat dia menutuo lokalisasi Gang Dolly, dirinya pernah diancam dibunuh.
"Itu memang saya punya stategi khusus, karena sudah sekian kali waktu saya jadi wali kota, saya nutup Dolly, semua saya sering diancam dibunuh, jadi saya harus punya stategi untuk itu," tegasnya.
Karenanya, dia kerap melewati jalan saat hendak menuju tujuan.
Termasuk saat hendak berkantor ke Kemensos.
Namun ketika dia sedang melintas di jalan yang dilalui berbeda-beda, ia kerap menjumpai pemulung atau gelandangan yang kondisinya memprihatinkan.
Sebagai manusia, dia iba melihat orang yang keadaanya kurang beruntung dan hidup serba kekurangan di jalan.
"Tapi ketika jalan, saya sebagai manusia bukan sebagai Mensos, lihat mereka tidur digerobak, saya manusia apa kalau saya diam aja," ujarnya.