Tindak Represif Polisi Tangani Demo: Ombudsman Nilai Dugaan Maladministrasi, Prabowo Sebut Khilaf

Tindak represif aparat kepolisian mewarnai gelombang demonstrasi di berbagai daerah di Indonesia pada pekan terakhir Agustus 2025 lalu.

|
TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim
Personel Brimob bersiaga jelang aksi demo mahasiswa di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (29/8/2025). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Tindak represif aparat kepolisian mewarnai gelombang demonstrasi di berbagai daerah di Indonesia pada pekan terakhir Agustus 2025 lalu.

Pemukulan, penggunaan gas air mata, kendaraan taktis (rantis) hingga jatuh korban jiwa menjadi catatan kelam proses pengamanan massa aksi.

Di Jakarta, driver ojol, Affan Kurniawan dilindas rantis Brimob di kawasan Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (2/9/2025) malam.

Saksi melihat, mobil barracuda melaju ugal-ugalan menerabas massa pendemo hingga akhirnya menabrak Affan dan melindasnya.

Sebanyak tujuh anggota Brimob Polda Metro Jaya pun langsung diproses hukum menanggung ulahnya menghilangkan nyawa driver ojol yang menjadi tulang punggung keluarga itu.

Di Yogyakarta, mahasiswa Universitas Amikom, Rheza Sandy Pratama meninggal dunia saat aksi unjuk rasa di depan Markas Polda DIY, Minggu (31/8/2025).

Rheza diduga meninggal setelah dianiaya aparat.

Ombudsman Duga Ada Maladministrasi Serius

Ombudsman Republik Indonesia menyoroti tindakan kepolisian saat menangani gelombang demo yang terjadi di beberapa kota dalam beberapa hari terakhir.

Ombudsman menilai tindakan represif aparat dalam penanganan aksi massa serta sikap DPR RI terkait kenaikan tunjangan sebagai bentuk dugaan maladministrasi serius. 

Maladministrasi menurut Ombudsman adalah perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain, kelalaian, atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara/pemerintahan atau pihak lain yang diberi tugas penyelenggaraan layanan publik, yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat. 

Ombudsman meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan kekerasan aparat di lapangan demi melindungi hak konstitusional warga negara serta mendesak DPR membuka secara transparan seluruh fasilitas keuangan yang diterima anggotanya.

Hal itu disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro.

Dijelaskannya, adanya dugaan maladministrasi serius dalam penanganan aksi massa yang berujung pada penggunaan kekuatan berlebihan, penangkapan massal, hingga jatuhnya korban luka dan meninggal dunia. 

Sebagai lembaga negara independen dengan mandat pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman RI menilai perlakuan aparat tersebut berpotensi melanggar hak konstitusional bahkan hak asasi warga negara.

"Negara tidak boleh abai, pelayanan publik adalah hak setiap warga negara. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved