Sidang Rizieq Shihab

Kubu Rizieq Shihab Pertanyakan Kaitan Peraturan Kapolri di Kasus Tes Swab RS UMMI Bogor

Kuasa hukum Rizieq Shihab dalam kasus dugaan tindak pidana pemberitahuan berita bohong menyinggung kaitan Telegram yang dikeluarkan Kapolri.

Penulis: Bima Putra | Editor: Suharno
TribunJakarta/Bima Putra
Rizieq Shihab dituntut 10 buan penjara kasus kerumunan warga di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Megamendung Markaz Syariah di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (17/5/2021) 

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Kuasa hukum Rizieq Shihab dalam kasus dugaan tindak pidana pemberitahuan berita bohong menyinggung kaitan Telegram yang dikeluarkan Jenderal Pol (Purn) Idham Aziz saat menjabat Kapolri.

Dalam sidang perkara tes swab di RS UMMI Bogor, anggota tim kuasa hukum Rizieq, Aziz Yanuar menanyakan kaitan Telegram Kapolri dengan pasal 216 ayat 1 KUHP yang disangkakan ke kliennya.

Telegram tersebut ST/3220/XI/KES.7./2020 tertanggal 16 November 2020 yang isinya memerintahkan jajaran Polri memproses hukum siapapun yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.

Baca juga: Pengeroyok Anggota Dishub Kota Bekasi Merupakan Oknum Ormas

"Menurut hemat kami, yang kami pelajari keberlakuan pasal tersebut (216 KUHP) dalam beberapa kasus didasarkan pada telegram bapak Kapolri terkait penegakan protokol kesehatan Covid-19. ST/3220/XI/KES.7./2020 tertanggal 16 November 2020 yang ditandatangani bapak Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo," kata Aziz di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021).

Alasan tim kuasa hukum menanyakan kaitan Telegram Kapolri dengan pasal 216 KUHP karena dalam uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), telegram jadi acuan penerapan pasal 216.

Dalam kasus tes swab di RS UMMI Bogor Rizieq disangkakan pasal 216 ayat 1 KUHP karena dianggap menghalangi Satgas Covid-19 dalam upaya penanganan pandemi Covid-19.

Baca juga: 6 Cara Mengecek Akun Instagram Diblokir Teman atau Tidak, Bisa Cek Riwayat DM

Yakni ini saat dia menolak hasil tes swab PCR-nya sewaktu dirawat dilaporkan ke Satgas Covid-19 Kota Bogor dengan alasan sebagai pasien memiliki hak kondisi kesehatannya dirahasiakan.

"Pertanyaannya, menurut hukum tata negara apakah telegram Kapolri tersebut dapat menjadi rujukan penegakan hukum terhadap pelanggaran prokes (protokol kesehatan)?" tanya Aziz kepada ahli hukum tata negara Refly Harun.

Refly yang dihadirkan jadi saksi ahli dari tim kuasa hukum Rizieq guna membantah dakwaan JPU lalu menjelaskan telegram tidak bisa dijadikan dasar penerapan suatu pasal karena tidak diatur dalam UU.

"Kalau kita bicara hierarki peraturan perundang-undangan telegram tidak masuk di dalam peraturan perundang-undangan yang ada menurut Undang-undang yang ada. UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," tutur Refly menjawab pertanyaan.

TONTON JUGA:

Menurutnya Telegram, Maklumat, Surat Edaran Kapolri hanya berlaku kepada jajaran Polri, bukan masyarakat umum sehingga tidak bisa dijadikan acuan penerapan pasal suatu perkara.

Dalam hal ini dikaitkan pasal 216 ayat 1 KUHP yang disangkakan JPU, pasal ini juga disangkakan kepada dua terdakwa lain kasus tes swab RS UMMI Bogor, Muhammad Hanif Alatas dan dr. Andi Tatat.

"Menurut saya itu tidak bisa dianggap sebuah peraturan yang mengikat secara umum. Kalau dia mengikat secara internal itu adalah urusan dari kepolisian sendiri, tapi untuk masyarakat luas maka dia tidak bisa dilakukan melalui telegram," lanjut Refly.

Baca juga: Aksi Masukan Tangan ke Kerudung Pacar di Pemandian Viral, Pelajar Ini Ngaku ke Polisi Berbuat Mesum

Sebagai informasi, dalam kasus tes swab RS UMMI Bogor Rizieq, Hanif, dan dr. Andi Tatat jadi terdakwa karena diduga melakukan tindak pidana pemberitahuan berita bohong.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved