Peradin Dukung Langkah Satgas BLBI Buru Aset Negara dari Para Obligor
Melalui Satuan Tugas (Satgas) BLBI bentukan Presiden Joko Widodo, negara sedang berusaha untuk mengembalikan aset negara dari para obligor tersebut
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) menyikapi langkah pemerintah yang sedang gencar memburu hak tagih dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari para obligor.
Melalui Satuan Tugas (Satgas) BLBI bentukan Presiden Joko Widodo, negara sedang berusaha untuk mengembalikan aset negara dari para obligor tersebut.
Anggota Governing Board Komisi Hukum Nasional periode 2000 - 2015 yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat BPP PERADIN Frans Hendra Winarta mengatakan, perspektif dalam kasus BLBI ini harus dilihat apakah ada pelanggaran Undang-Undang Keuangan Negara atau Undang-Undang Perbankan Bank Indonesia tidak? Misal ada berarti itu bisa dipidanakan. Sehingga upaya hukum bisa ditempuh oleh negara melalui pidana dan perdata juga.
"Sehingga upaya hukum yang dilakukan oleh Satgas BLBI sudah sah secara hukum dengan adanya pemanggilan hukum dan penyitaan asset dari koruptor BLBI yang berada di dalam negeri tersebut," ujar Frans dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/9/2021).
Pada 2002, dia menjadi Anggota Penanganan BLBI, saat itu ada sekitar 30 Obligor dengan sejumlah potensi asset dan uang senilai Rp 50 triliun. Di mana di situ ada sebuah pelanggaran hukum pidana terutama terkait UU Perbankan BI, misalnya aset dijaminkan beberapa kali.
Adapun saat itu juga sudah ada rekomendasi penanganan terhadap para obligor BLBI yang itu sudah diterima dan dipegang oleh Kementerian Keuangan. Yang mana hasilnya ada beberapa Obligor yang memenuhi putusan negara (compliance) namun ada pula yang masih membandel dengan tidak memenuhi (uncompliance) putusan tersebut.
Baca juga: Pertimbangan KPK Terbitkan SP3 pada Kasus BLBI
"Sehingga saya kira dengan bukti yang sudah cukup, maka negara sudah semestinya melakukan penegakan hukum secara tegas dan adil demi menyelamatkan aset dan kas negara serta memberikan efek jera terhadap para Obligor BLBI yang uncompliance tersebut," tutur Frans.
Catatannya adalah, lanjut dia, bagi yang sudah compliance, maka tidak bisa dilakukan hal serupa karena mereka sudah memenuhi putusan. "Sehingga kita bersikap adil, itulah namanya penegakan hukum," ucap Frans Hendra Winarta yang saat ini menjadi Ketua Dewan Penasehat PERADIN.
Rekomendasi dari PERADIN selain penegakan hukum oleh negara baik secara perdata maupun pidana, melalui pemanggilan hukum dan penyitaan asset Obligor BLBI di dalam negeri, sudah semestinya Pemerintah Indonesia menggunakan Legal Assistance dari negara yang sama-sama anggota UNCAC PBB (United Nation Convention Against Corruption) untuk bekerjasama bilateral maupun multilateral guna melakukan penyitaan aset para Obligor BLBI yang berada di luar negeri demi penyelamatan kas dan aset negara.
"Aset -aset yang berada di luar negeri tersebut terutama aset yang merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang (money laundering), atau dapat juga diusut dari unsur suap yang merupakan bagian dari tindak pidana korupsi," tambah Frans.
Baca juga: KPK Hentikan Kasus Dugaan Korupsi Penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI
Ketua Umum BPP PERADIN periode 2018 sd 2022 yang juga Ass. Staf Khusus Bidang Hukum Wakil Presiden RI 2019 - 2024 Firman Wijaya menambahkan, penegakan hukum di Indonesia khususnya terkait tindak pidana korupsi sudah tepat apabila dilakukan dengan adanya instrumen pembekuan aset koruptor. Hal tersebut untuk mengamankan potensi aset negara yang hilang akibat adanya tindak pidana korupsi tersebut.
Rekomendasi yang ingin kami sampaikan yaitu sebaiknya kita (Indonesia, red) tidak perlu lagi menggunakan langkah - langkah adjudikasi (proses peradilan baik perdata maupun pidana) dalam kasus tipikor, tetapi bisa kita mulai dengan menggunakan upaya "freizure " yaitu pembekuan aset rekening di beberapa negara," ujar Firman.
Sehingga lebih cepat dalam mengantisipasi dan mengamankan aliran dana hasil dari tipikor tersebut. Tentunya hal tersebut dapat menjadikan aset koruptor sebagai sitaan negara untuk kemudian menjadi sebagai pemasukan kas negara.
Pendekatan upaya "freizure " ini sangat mungkin diterapkan terlebih dalam pandemi ini sebagai "extra ordinary condition" sehingga harus cepat kita membutuhkan dana untuk kas negara yang kemudian dapat dialokasikan dalam APBN guna pemulihan kesehatan dan ekonomi bagi masyarakat kecil.
"Argumentasi kami ini menegaskan bahwa kami merasa kurang sependapat dengan pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD, yang menggunakan pendekatan instrumen perdata dalam kasus Korupsi BLBI," ucap Firman.
