Cerita Kriminal
Anak Anggota DPRD Divonis 7 Tahun Kasus Persetubuhan, Pengacara Sesalkan Sikap Orangtua Korban
Anak anggota DPRD Kota Bekasi AT (21) divonis 7 tahun penjara dalam kasus persetubuhan anak di bawah umur.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
AT (21), anak anggota DPRD Kota Bekasi terdakwa kasus persetubuhan anak di bawah umur masih berkomunikasi dengan korban PU (16).
Hal ini disampaikan Kuasa Hukum AT, Bambang Sunaryo, usai menjalani sidang ketiga di Pengadilan Negeri Bekasi, Jalan Pramuka, Kecamatan Bekasi Selatan, Selasa (7/9/2021).
"Alhamdulillah Kondisi AT dalam kondisi baik-baik saja dan AT Kondisi sehat.
Alhamdulillah AT bisa menjalani ini dengan baik. Tapi ada catatan baik, bahwa AT dengan PU sampai saat ini masih melakukan komunikasi," kata Bambang.
Bambang mengatakan, baik AT dan PU masih melakukan komunikasi melalui pesan singkat di media sosial Facebook.

AT kata dia, kerap meminjam ponsel tiap kali ada keluarga yang besuk di tahanan Polres Metro Bekasi Kota dan menyempatkan mengirim pesan ke PU.
"Messenger Facebook. Jadi masih ada komunikasi antara AT dengan PU," jelasnya.
Bahkan, Bambang sempat menunjukkan bukti tangkapan layar percakapan PU dengan AT melalui pesan singkat yang menunjukkan tanda-tanda rasa saling sayang antara keduanya.
"Malah statemen terakhir mereka 'sayang', ada panggilan 'yang' itu masih ada," jelas dia.
Baca juga: Ganjil Genap di Margonda Depok Berlaku Mulai Besok, 168 Personel Diterjunkan: Belum Ada Penindakan
Dikecam Komnas Perempuan
Kasus ini sempat menjadi sorotan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.
Komnas Perempuan mengecam terkait niat anak anggota DPRD Kota Bekasi yang justru ingin menikahi korban persetubuhan berinisal PU (15).
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, niat menikahkan tersangka dengan korban adalah bentuk kekerasan lain.
"Kami sangat tidak sepakat (menikahkan korban dengan tersangka), itu sama saja bentuk kekerasan gender lain pemaksaan perkawinan," kata Siti saat dikonfirmasi, Selasa (25/5/2021).
Dia menilai, posisi korban dalam hal ini sangat dirugikan baik sebagai perempuan maupun sebagai anak di bawah umur.
"Dalam hal ini korban jelas tidak masuk dalam perkawinan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuannya," terang Siti.
