Pejabat Publik Ditangkap karena Korupsi, Sudirman Said: Kekuasaan Harus Dilengkapi Keluhuran

Setelah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang dicokok, giliran Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Ma'sud yang diangkut petugas lembaga anti-rasuah

Editor: Acos Abdul Qodir
Tribunnews/Jeprima
Tersangka Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi atau Pepen mengenakan rompi tahanan KPK digiring petugas dari Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2022). KPK menetapkan 9 orang tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Kota Bekasi dan mengamankan barang bukti uang mencapai Rp 5,7 miliar dalam bentuk uang tunai Rp 3 miliar dan sisanya saldo rekening buku tabungan. 

TRIBUNJAKARTA,COM - Pejabat publik yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus dugaan menerima suap terus bertambah, termasuk saat pandemi Covid-19 saat ini.

Setelah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang dicokok, giliran Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Ma'sud yang diangkut petugas lembaga anti-rasuah pimpinan Firli Bahuri itu. 

Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD sempat menceritakan, adanya menteri yang meminta setoran puluhan miliar rupiah dari dirjen-nya.  

Ketua Institute Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said menyatakan, hal itu terjadi lantaran ada kecenderungan kekuasaan dipersepsikan terlalu berat sebelah seperti peluang.

Baca juga: Total 9 Tersangka, Suap Wali Kota Bekasi Libatkan Pengusaha hingga Camat dan Lurah

Baca juga: Sehari, 2 Politikus Golkar di Depok dan Bekasi Berurusan Hukum: Kena OTT KPK & Kasus Mafia Tanah

"Kekuasaan lebih dilihat sebagai peluang, diskresi untuk melakukan perbuatan tertentu, previles, dan simbol-simbol kekuatan atau power," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (17/1/2022).

Sementara itu, sisi luhur dari kekuasaan yaitu tanggung jawab, amanah dan keteladanan akan kebaikan, semakin jauh. 

Menurut mantan menteri ESDM ini, akibat dari cara pandang kekuasaan yang berat sebelah maka banyak pemegang kekuasaan publik yang bersikap aji mumpung.  

Baca juga: Dua Pekan Ditahan KPK, Keluarga Belum Bisa Jenguk Rahmat Effendi

Baca juga: Ada Deklarasi Prabowo-Jokowi di Pilpres 2024, Kata Petinggi Gerindra Bila Jokowi Jadi Wakil Prabowo

"Mereka menggunakan otoritas dan diskresinya untuk mengakumulasi manfaat personal, bentuk yang paling nyata adalah korupsi, kolusi, dan nepotisme," imbuhnya. 

Sudirman Said
Sudirman Said (YouTube)

Sudirman mengingatkan, kecenderungan ini membahayakan bagi kredibilitas kekuasaan publik itu sendiri. Juga, bagi pembangunan nilai-nilai dalam interaksi penyelenggaraan negara.

Publik banyak disuguhi contoh buruk, sikap koruptif, tindakan manipulatif menggunakan kekuasaan publik. 

Sebaliknya, kekuasaan yang mengedepankan sikap amanah, tanggung jawab, pengorbanan bagi orang banyak, dan keteladanan akan nilai-nilai luhur justru semakin langka.

"Keadaan ini berbahaya bagi penguatan nilai-nilai terutama untuk generasi mendatang," kata Sudirman. 

Baca juga: Anies Digugat ke PTUN Gegara Naikan UMP, Wagub Ariza Beri Reaksi Tak Biasa: Negara Ini Demokrasi

Karena itu, para elit bangsa, harus bahu-membahu mengembalikan nilai-nilai luhur pada kekuasaan.   

Menurutnya, pemangku kekuasaan baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, harus diingatkan kembali oleh kaum intelejensia.

"Para tokoh bangsa, akademisi, dan para pemikir harus menyuarakan keprihatinan akan keadaan ini dan tidak sungkan untuk mengingatkan," imbaunya.  

Baca juga: Pemerintah Putuskan Nusantara jadi Nama Ibu Kota Baru di Kaltim, Berikut Alasan dan Asal-usulnya

Baca juga: Disetujui Jokowi, Ini Penampakan Desain Istana Negara IKN Baru Karya Nyoman Nuarta Banjir Pujian

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved