Tak Hanya Komnas HAM, Keluarga Tahanan Narkoba Polres Jaksel yang Meninggal Berencana Lapor Propam
Keluarga Freddy Nicolaus Siagian (33) berencana melaporkan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan ke Divisi Propam Mabes Polri.
Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Keluarga Freddy Nicolaus Siagian (33) berencana melaporkan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.
Freddy merupakan tahanan kasus narkoba Polres Metro Jakarta Selatan yang meninggal dunia di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (13/1/2022).
Kuasa hukum keluarga Freddy, Antonius Badar Karwayu, mengatakan saat ini pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti.
"Kalau pun memang ada bukti yang mengarah kepada yang dilakukan oleh penyidik, berarti ini ada pelanggaran etik dan mungkin kita laporkan ke Propam Mabes Polri," kata Antonius saat dihubungi, Rabu (19/1/2022).
Antonius menjelaskan, setidaknya ada lima penyidik Polres Metro Jakarta Selatan yang bakal dilaporkan.
Menurut dia, nama-nama penyidik itu tercantum dalam surat penahanan terhadap Freddy.
Baca juga: Keluarga Tahanan Narkoba Polres Jaksel yang Meninggal Melapor ke Komnas HAM, Ini Kata Kuasa Hukum
Baca juga: Jenazah Tahanan Narkoba Polres Jaksel Diotopsi, Pengacara: Hasil Sementara Benarkan Ada Luka-luka
"Tentu saja penyidik (yang akan dilaporkan). Kan yang bertanggung jawab di masa penahanan itu kan penyidik. Kita pegang surat penahanan, ada 5 atau 6 orang," ujar dia.
Keluarga Freddy sebelumnya telah melapor ke Komnas HAM terkait kematian tahanan kasus narkoba itu.
Antonius mengatakan, laporan ke Komnas HAM itu dibuat setelah melihat adanya kejanggalan atas kematian korban berdasarkan hasil sementara otopsi.
"Iya jadi kan karena kita sudah dengar hasil otopsi, terus kita dengar dari beberapa kerabat yang melihat kejanggalan itu," kata Antonius.
Selain itu, Antonius menuturkan terdapat dugaan kelalaian dari pihak kepolisian hingga menyebabkan Freddy meninggal dunia.
"Ini kan kepolisian lalai sebetulnya, dia bisa sampai kejadian seperti itu, makanya kita duga ada pelanggaran HAM. Makanya kita mengajukan laporan ke Komnas HAM," ujar dia.
Ia menjelaskan, pihak keluarga mengajukan laporan ke Komnas HAM pada Selasa (18/1/2022) atau sehari setelah jenazah Freddy dimakamkan di TPU Bambu Apus 2, Jakarta Timur.
Menurutnya, hingga saat ini Komnas HAM belum memberikan tanggapan atas laporan keluarga Freddy.
"Dari Komnas HAM sendiri belum ada tanggapan, belum bisa memberikan tanggapan. Dalam beberapa hari ke depan mungkin baru akan memberi tanggapan dari laporan kita," tutur Antonius.
Ia mengatakan, otopsi jenazah Freddy dilakukan di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (17/1/2022).
Otopsi itu dilakukan atas permintaan keluarga Freddy kepada penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
"Atas permintaan keluarga ke penyidik. Karena kalau seandainya keluarga (otopsi) mandiri, keluarga harus keluar uang. Sementara keluarga kan tidak mampu ya," kata Antonius.
Menurut Antonius, permintaan otopsi itu diajukan lantaran keluarga melihat kejanggalan atas kematian Freddy.
"Beberapa keganjalan seperti luka-luka yang tidak wajar yang kita lihat di situ ada di dalam punggungnya, maka keluarga langsung minta untuk diotopsi, akhirnya diotopsi lah Senin kemarin," ujar dia.
Ia menyebut hasil otopsi secara keseluruhan belum keluar.
Namun, berdasarkan hasil sementara otopsi, Antonius mengatakan bahwa dokter membenarkan adanya luka-luka di tubuh Freddy.
"Dan memang juga dari hasil otopsi sementara itu disebutkan memang membenarkan adanya luka luka itu. Dari dokternya setelah otopsi itu kita tanya kan, ada luka-luka bagaimana ibu dokter?' Ketemu dengan kita, iya betul itu ada luka-luka," tutur Antonius.
"Tapi disebutkan di dalam keterangan dokter itu, luka yang ada di kaki itu adalah luka lama yang sudah mengering. Perkiraannya terjadi lebih dari tiga hari (sebelum korban meninggal)," tambahnya.
Sebelumnya, rekan korban berinisial B mengatakan, di beberapa bagian tubuh Freddy terdapat sejumlah luka memar.
B sempat menjenguk korban di RS Polri beberapa jam sebelum Freddy dinyatakan meninggal dunia, Kamis (13/1/2022) malam.
"Sorenya jam 16.00 WIB dia (FNS) masih sempat ketemu aku. Ini pengakuan dia ya. Aku juga melihat itu luka di kaki, kulitnya pecah jadi menimbulkan bercak darah banyak. Kemudian bagian paha," kata B saat dihubungi, Sabtu (15/1/2022).
Sebelum meninggal dunia, B menyebut Freddy sempat bercerita tentang pengalamannya selama berada di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan.
Kepada B, Freddy mengaku kerap menjadi korban penganiayaan saat di dalam rutan.
"Jadi tanggal 7 Januari dipukuli, tanggal 8 Januari dipukuli, tanggal 9 Januari dipukuli lagi, dan tanggal 10 dia masuk ke rumah sakit," ungkap dia.
Freddy pun mendapat perawatan di RS Polri pada Senin (10/1/2022), namun tidak dirawat inap atau langsung dipulangkan di hari yang sama.
Pada Rabu (12/1/2022), lanjut B, kondisi korban kembali memburuk hingga harus dibawa ke RS Polri.
"Dia merasa down mentalnya, sakit lah dia. Ngedrop lagi. Tadinya sudah mendingan, sudah bisa ngobrol," ucap dia.
Sementara itu, rekan korban lainnya bernama Singgih mengatakan, Freddy ditangkap polisi di kawasan Canggu, Bali, pertengahan Desember 2021 lalu.
"Almarhum mengabarkan kalau kena Pasalnya itu dua yaitu Pasal 114 ayat 2 dan Pasal 111 dengan barang bukti lebih dari 800 gram ganja," kata Singgih.
Di sisi lain, Singgih mengungkapkan bahwa Freddy memiliki riwayat penyakit jantung dan telah dipasangi 3 ring.
"Ringnya sudah 3, ring jantungnya. Orang jantungnya dipasang ring, dipukuli, pasti gagal jantung," tutur dia.
Saat ini, Singgih masih menunggu kedatangan keluarga korban dari Medan, Sumatera Utara yang diperkirakan tiba di Jakarta malam ini.
Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan, Freddy meninggal dunia karena sakit.
"Bukan (meninggal) di tahanan, tapi di RS Polri karena sakit. Dia merasa demam dan nggak nafsu makan," kata Budhi saat dikonfirmasi, Minggu (16/1/2022).