Ahli PBB Tegaskan Girik Bukan Bukti Kepemilikan Tanah

Budi sebagai saksi ahli menjelaskan bahwa girik yang dimiliki oleh pihak Ahmad Ghozali bukan sebagai bukti hak kepemilikan tanah.

Editor: Wahyu Septiana
Istimewa
Saksi ahli Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Budi Nurtjahyono dalam perkara saling klaim tanah. 

Budi menegaskan, harus dilihat apakah betul girik tersebut benar keluaran dari Kantor Pajak Bumi.

"Karena bukan rahasia umum banyak kasus-kasus di Bareskrim dan di Polda saya dimintai menjadi ahli terhadap kejadian tersebut," kata dia.

Kemudian Budi menegaskan format girik harus benar sesuai waktu penerbitannya.

"Tahun 1980 itu Direktorat IPEDA sudah bergabung ke Direktorat Jendral pajak pada tahun 1976 sehingga nama kantornya adalah Inpeski pajak IPEDA. Stampel atau Cap kantor digirik tahun 1976 adalah IPEDA, tetapi IPEDA apa itu? daerah atau cabang atau pembaruan pengenaan atau  kantor inspeksi dinas luar tingkat satu, perubahan itu ada waktu-waktunya," ujarnya.

“Blanko (girik) tidak pernah ada kesalahan, karena memang nasional. Pejabat stampel harus sesuai kurun waktu, penulisan format girik kantor daerah atau cabang itu hanya sampai tahun 1974, yang ada hanya kantor inspeksi dan kantor dinas luar tingkat 1."

Selain itu Budi menekankan, jika blanko (girik) bunyinya “daerah atau cabang” stampenya juga harus berbunyi “daerah atau cabang”, tidak boleh dicampur aduk, kalau blanko sudah lewat waktu tidak bisa dipakai.

Jika format girik tidak sesuai dengan blanko nasional, maka girik tersebut Tidak Benar (cacat).

Baca juga: Bukan Cuma Buat Berobat, BPJS Kesehatan Kini Jadi Syarat Jual Beli Tanah, Umrah, hingga Buat SIM

Sebatas Bukti Awal

Sementara Pengacara Tonny Permana selaku penggugat, Hema A. M. Simanjuntak menjelaskan keterangan saksi ahli dalam persidangan ini sangat membantu untuk mengungkap fakta, bahwa girik itu tidak sebanding menggugat kepemilikan sertifikat.

“Kami akan memberi kesempatan kepada majelis hakim untuk menyimpulkan, namun kami sangat senang karena tujuan kami menghadirkan Pak Budi sebagai ahli goalnya tercapai menurut kami,” katanya.

Sebaliknya, dalam persidangan, kuasa hukum Ahmad Ghozali, Alfi Rully menanyakan kepada Budi perihal peningkatan status kepemilikan lahan dari Letter C dan Girik menjadi sertifikat.

Atas pertanyaan tersebut, Budi menjelaskan hal tersebut memang dimungkinkan sesuai dengan peraturan, dimana girik atau bukti lainnya hanya sebatas bukti awal.

"Sebagai bukti awal iya. Kalau di penjelasan PP Nomor 24 Tahun 1997 ayat 1 huruf K menyatakan, salah satu bunyi tertulis berupa girik dan beberapa lainnya," jelas  Budi.

Alfi melanjutkan pertanyaan, apakah memungkinkan dalam satu bidang tanah terdapat beberapa beberapa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).

Budi memberikan penjelasan bahwa hal tersebut merupakan persil atau bagian dari lahan yang memiliki hak-hak berbeda dengan batas alam maupun nyata dan bisa terdiri dari satu bidang.

Ilustrasi sidang pengadilan.
Ilustrasi sidang pengadilan. (Shutterstock)

"Dari situ dipetik di buku C dan satu subjek pajak satu nomor C tidak boleh doubel," ucap Budi.

Sidang tersebut juga menghadirkan saksi bernama Lukman, seorang pekerja di lahan milik Tonny Permana.

Dalam keterangannya, Lukman menjelasakan bahwa sejak beralih kepada Tonny Permana tanah dikuasai dirawat dan dipasang batas-batas, sebelum terjadinya pengerusakan dan penyerobotan oleh pengembang. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved