Bentakan Kolonel Priyanto Suruh Buang Sejoli Nagreg: "Kita Itu Tentara, Kamu Tidak Usah Cengeng"
Kalimat bentakan Kolonel Inf Priyanto ini terungkap saat Wirdel membacakan dakwaan di sidang perkara pembunuhan sejoli Salsabila (14) dan Handi (17).
Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - "Kita itu tentara, kamu tidak usah cengeng. Tidak usah panik. Pokoknya cukup kita bertiga yang tahu," kata Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy menirukan ucapan Kolonel Inf Priyanto.
Kalimat bentakan Kolonel Inf Priyanto ini terungkap saat Wirdel membacakan dakwaan di sidang perkara pembunuhan sejoli Salsabila (14) dan Handi Saputra (17) yang terjadi 8 Desember 2021.
Wirdel mengatakan bentakan tersebut ditujukan kepada Kopda Andreas Dwi Atmoko yang saat kejadian bertugas sebagai sopir mobil Isuzu Panther membawa Handi Saputra dan Salsabila.
Merujuk hasil penyidikan Puspom TNI dalam berkas dakwaan, awalnya Andreas yang mengemudikan mobil merasa bersalah karena sudah menabrak kedua korban di Jalan Raya Nagreg.
"Saksi dua berkata 'kasihan bapak, itu anak orang. Pasti dicari orang tuanya, mending kita balik ke Puskesmas yang ada di pinggir jalan tadi'," kata Wirdel Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Rabu (8/3/2022).
Baca juga: Pengadilan Militer: Handi Saputra Merintih Kesakitan Tapi Dibuang Kolonel Priyanto ke Sungai Serayu
Tapi Priyanto yang saat kejadian duduk di kursi depan sebelah kiri Andreas justru membentak prajurit TNI itu agar diam dan mengikuti perintahnya saja mengemudikan mobil.
Meski diminta diam, Andreas yang secara pangkat di bawah Priyanto kembali menyarankan mantan pimpinannya itu agar mereka tidak tidak membuang kedua korban ke Sungai Serayu.
Andreas yang saat kejadian mengemudikan kendaraan merasa bersalah karena akibat dia Handi mengalami luka berat, dan Salsabila tewas di lokasi kejadian akibat luka di kepala.
Tapi Priyanto Kasi Intel Komando Resor Militer 133/Nani Wartabone, Kodam XIII/Merdeka tetap memkasa Andreas menuruti perintah untuk kabur dan membuang kedua korban.
"Kemudian dijawab terdakwa (Priyanto) 'Ikuti perintah saya, kita lanjut saja'. 'Kamu jangan cengeng. Nanti kita buang saja mayatnya ke Sungai setelah sampai di Jawa Tengah'," ujar Wirdel menirukan.

Berulang kali Andreas menyarankan agar Priyanto mengurungkan niat kejinya membuang korban, tapi perwira menegah TNI AD itu tetap saja tidak menerima saran yang diberikan.
Priyanto menolak mentah-mentah saran dari Andreas dan Koptu Ahmad Soleh (saksi tiga) yang saat kejadian duduk di bangku tengah dalam keadaan setengah jongkok dekat jasad Salsabila.
"Dijawab terdakwa 'Kita itu tentara, kamu tidak usah cengeng. Tidak usah panik. Pokoknya cukup kita bertiga yang tahu'. Lalu terdakwa, saksi dua dan saksi tiga kembali melanjutkan perjalanan," tutur Wirdel.
Dalam perkara ini Priyanto yang berkas perkaranya terpisah dengan Andreas dan Soleh dijerat dakwaan gabungan sesuai penyidikan Puspom TNI dan pemeriksaan berkas Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.
Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Baca juga: Kolonel Priyanto akan Didakwa Pembunuhan Berencana hingga Menghilangkan Mayat Sejoli di Nagreg
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.
"Menuntut agar perkara terdakwa tersebut dalam surat dakwaan diperiksa dan diadili di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta," lanjut Wilder saat membacakan surat dakwaan.