Lokal Bercerita
Kisah Inspiratif Risma Pasukan Oranye Ancol: Meski Tunarungu-Tunawicara, Bisa Bantu Ekonomi Keluarga
"Dengan keterbatasan beliau, kita tidak sulit berkomunikasi, tidak sulit untuk mengarahkan bagaimana bekerja."
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, PADEMANGAN - Aktivitas di Kantor Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, berlangsung seperti biasa pada Selasa (1/3/2022) pagi.
Para aparatur sipil negara (ASN) sibuk dengan tugas masing-masing di ruangannya. Beberapa melayani masyarakat yang mengurus dokumen-dokumen tertentu.
Di lantai tiga kantor kelurahan seorang wanita ASN membawa setumpuk dokumen, mendekati wanita berkerudung berseragam oranye di koridor.
ASN tadi menyodorkan sejumlah dokumen dan secarik kertas kecil dari sakunya. Si wanita berseragam oranye menerimanya lalu membalasnya dengan anggukan.
Dokumen berpindah tangan, si wanita meninggalkan wanita ASN tadi menuju tempat fotokopi di ruangan lain di kantor kelurahan.
Baca juga: Aksi Humanis Petugas PPSU, Pulangkan ART di Bawah Umur ke Kampung: Nangis Tak Kuat Kerja di Jakarta
Sudah bertahun-tahun lalu, begitulah cara Rismawati sebagai petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) berinteraksi dengan para ASN di Kantor Kelurahan Ancol.
Selayang pandang melihat Risma seperti orang kebanyakan. Tapi tak banyak yang tahu, wanita 23 tahun itu tunarungu dan tunawicara.
"Dengan keterbatasan beliau, kita tidak sulit berkomunikasi, tidak sulit untuk mengarahkan bagaimana bekerja di Kelurahan Ancol sesuai tugas yang kami berikan," kata Lurah Ancol Rusmin, Rabu (2/3/2022).
Lewat tulisan di secarik kertas atau pesan di layar ponsel menjadi metode terbaik para ASN menyampaikan tugas untuk kemudian Risma kerjakan.
"Dia langsung merespons apa yang harus dikerjakan sesuai dengan yang kita perintahkan," sambung Rusmin.
Di balik keterbatasannya, Risma cukup cakap bekerja. Sangat berisiko bagi keselamatannya untuk ditugaskan bersama pasukan oranye normal di jalanan.
Selama 3 tahun ia dibebankan membersihkan lingkungan kantor kelurahan, sekaligus membantu kinerja para ASN. Memfotokopi dokumen-dokumen tertentu, misalnya.
Baca juga: Ingat PPSU Penakluk Bule Turki? Kini Berjuang Nahan Rindu, Mesra Rayakan Ultah Istri Walau Virtual
"Mbak Risma ini menjadi tenaga PPSU di Kelurahan Ancol dimulai pada 2019, sudah tiga tahun. Di samping membersihkan kantor, kita pekerjakan membantu admin," beber Rusmin.
Sebut saja, di antaranya mengantarkan surat yang ditandatangani lurah, membantu untuk fotokopi. Kesehariannya sebagai tenaga administratif di lantai 3.
Rusmin dan banyak ASN lain di Kantor Kelurahan tersebut menilai Risma sebagai pribadi yang memiliki semangat kerja tinggi.
Keterbatasannya tak membuat gerak Risma ikut terbatas. Ia tak malu bersaing dan membuktikan, kinerjanya bisa lebih baik dari orang-orang normal di kantor kelurahan.
Setiap hari Risma selalu datang tepat waktu, bahkan lebih awal ketimbang pegawai-pegawai lainnya.
Risma pun selalu pulang belakangan, terkadang sampai azan Magrib. Ia belum mau pulang apabila masih ada ASN yang beraktivitas di kantor kelurahan
"Mbak Risma itu semangat kerjanya tinggi. Dia pagi-pagi sudah datang, jam 7 sudah datang dan pulang pun telat," ucap Rusmin.
Bangkit Jadi Korban Perundungan
Risma menyelesaikan pendidikan di SLB Negeri 04 Jakarta Utara sekitar 13 tahun. Dari masih usia 7 sampai 20 tahun.
Chaterina Rugiyem bercerita, putri tercintanya itu masuk SLB setelah dinyatakan dokter mengalami masalah pada pendengaran dan kemampuan berbicaranya.
Baca juga: Cerita Anggota PPSU Cipinang Muara Raih S-1 dengan Predikat Cumlaude
Risma kecil beberapa kali mengalami kecelakaan. Di usia sekitar 1 tahun sering terjatuh saat masih dimomong sang nenek di kampungnya, Cilacap, Jawa Tengah.
Mulanya, Chaterina menganggap tak ada masalah serius dengan kesehatan Risma. Hari demi hari, barulah ia merasakan ada yang ganjil pada anaknya.
Satu ketika Chaterina mendapati Risma kecil tak merespon saat petir menggelegar. Ia memperhatikan gestur tubuhnya biasa saja, tangisnya tak pecah.
"Saya awal mengerti anak saya tunarungu setelah sering jatuh, kepalanya terbentur. Saya belum paham gendang telinganya kena," cerita Chaterina.
Berbilang tahun, Chaterina terus memastikan kondisi kesehatan sang anak.
Sampai memasuki usia sekolah, Risma dibawa Chaterina ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk menjalani tes BERA (Brain Evoked Response Auditory).
Tes BERA ialah pemeriksaan pendengaran yang dilakukan pada anak-anak balita.
Dari situ dokter menyatakan Risma memiliki masalah pada pendengaran. Sehingga pihak RSCM merekomendasikan Risma masuk ke sekolah luar biasa (SLB).
Telinga kanan Risma sudah tak bisa mendengar. Ia berbicara dengan memperhatikan gerak bibir lawan bicaranya.
Dengan kondisi itu, Risma didaftarkan ke SLB Negeri 04 Jakarta Utara. Di balik keterbatasannya, Risma anak yang pintar.
Baca juga: Tak Sangka Aksi Evakuasi Bocah di KBT Viral Diapresiasi, Anggota PPSU: Tujuan Hanya Menyelamatkan
Ia bisa baca tulis dengan cepat dan mudah menangkap pelajaran yang diberikan guru-guru di sekolahnya.
Selama belajar di SLB Negeri 04 Jakarta Utara, Chaterina mengakui kepercayaan diri Risma berangsur-angsur meningkat.
Risma mendapat metode-metode pembelajaran luar biasa, utamanya bertujuan meningkatkan rasa percaya diri sebagai penyandang disabilitas.
Tak hanya berkat guru-guru, Chaterina juga berperan penting membuat Risma semakin percaya diri di tengah keterbatasannya.
Chaterina menganggap penting untuk meningkatkan rasa percaya diri sang buah hati lantaran pengalaman-pengalaman buruk di masa lampau.
Sejak kecil, Risma sering menjadi bahan lelucon teman-teman sebayanya. Saban pulang sekolah, matanya sembab karena jadi korban perundungan.
Semua kejadian buruk itu mendorong Chaterina memasukkan sang buah hati ke SLB. Sebagai orangtua, ia harus menjadi pemompa energi positif bagi Risma.
"Kamu itu dari mata, tangan, semua masih ada. Cuma tidak bisa mendengar dan berucap dengan benar," begitu Chaterina meyakinkan Risma agar lebih percaya diri.
Hari-hari kemudian dilalui Risma dengan lapang dada. Semua gunjingan dan lelucon teman-temannya sudah tak lagi membebaninya.
"Dia sudah paham keterbatasannya, jadi ya sudah biasa. Mau enggak mau nerima. Allah sudah kasih seperti ini, kita harus ikhlas," sambung Catherina sambil menyeka air matanya.
Baca juga: Melihat Proses Bertani PPSU Cipinang Melayu di Kolong Tol Becakayu, Hasilnya Bisa Dinikmati Gratis
Cerita Jadi Pasukan Oranye
Di akhir-akhir masa sekolah, Chaterina mulai memikirkan masa depan sang buah hati.
Sampai Risma duduk di bangku setingkat SMA, Chaterina masih rutin mengantarnya pergi pulang. Selama itu Risma sering berpapasan dengan pasukan oranye di jalanan.
Ketika itulah Chaterina mulai menanyakan ke Risma apakah berminat menjadi petugas PPSU. Gayung bersambut, Risma tertarik akan pekerjaan itu.
Setamat sekolah akhir 2018 silam, Risma mulai mendaftarkan diri menjadi petugas PPSU Kelurahan Ancol.
Lurah Ancol Rusmin berkata, Pemprov DKI Jakarta membuka luas kesempatan bekerja kepada warga tanpa pandang bulu.
"Baik itu disabilitas maupun warga biasa kita tampung sesuai dengan potensi yang sama-sama mereka miliki," ucap Rusmin.
Rusmin kala itu melihat Risma memiliki potensi besar meski kondisinya berkebutuhan khusus.
Sekalipun harus ditemani sang ibunda saat pendaftaran, Risma dinyatakan lolos dalam setiap tesnya.
"Mbak Risma meskipun disabilitas, tetapi kita jaring melalui tahapan tes tertulis, tes praktik di lapangan, dan tes wawancara."
Baca juga: Semangat Tono, Petugas PPSU Penyandang Disabilitas: Bergelut dengan Sampah demi Jakarta Bersih
"Kami menganggap dengan keterbatasan Mbak Risma ini tidak kalah dibandingkan peserta yang lainnya," ucap Rusmin.
Nilai Risma sama kompetitif dan bagusnya dengan peserta normal. Sehingga pihak Kelurahan Ancol menampungnya sebagai anggota PPSU.
"Terbukti beliau menunjukkan kinerja luar biasa, sangat membanggakan, dan patut dicontoh," sambung Lurah.
Ingin Mandiri dan Bantu Keluarga
Di balik maskernya, Risma samar-samar tersenyum, terlihat dari tulang pipinya yang mengembang saat diajak ngobrol di sela-sela jam istirahat.
"Risma kenapa mau bekerja?" tanya salah satu wartawan dengan menunjukkan ponsel kepada Risma.
"Saya tidak mau menganggur, jadi pengen kerja. Mau mandiri dan mau sedikit bantu keluarga," balas Risma.
"Cita-cita Risma sebenarnya apa?," tanya wartawan lagi.
"Mau jadi guru," jawab Risma dalam ketikannya.
Cita-cita Risma yang berkeinginan menjadi guru, secara tidak langsung, telah tercapai.
Baca juga: Sempat Jalan Kaki ke Balai Kota, Kini Jejen Sujana Jalani Tes Calon PPSU Rawa Badak Selatan
Ia telah memberikan pelajaran sekaligus inspirasi bagi banyak orang, bahwa keterbatasan fisik bukanlah alasan untuk berhenti berjuang.
Wanita muda kelahiran 9 Mei 1998 ini terus berupaya berguna bagi sesama, terutama untuk kedua orangtuanya dan itu sudah terjawab.
Selama bekerja sebagai petugas PPSU Kelurahan Ancol, Risma sudah banyak membantu perekonomian keluarga.
Uang gajian hasil bekerja selalu ia berikan ibunya. Risma sebagai anak tak neko-neko, tak pernah menuntut apapun.
"Dibilang membantu menangani perekonomian keluarga ya otomatis. Di samping dia enggak pernah nuntut apapun."
"Gajian dia enggak pernah pegang, selalu dikasih ke saya," ucap Chaterina.
Paling, kalaupun butuh sesuatu, Risma baru menyampaikan ke ibunya. Minta uang jajan misalnya.
Risma tinggal bersama orangtuanya di rumah sederhana di Kampung Japat, Jalan Lodan, RT 04 RW 01 Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.
Di rumah itu selain ibunda dan ayahnya Khaeri, Risma tinggal bersama dua saudara laki-lakinya. Mereka semua menyayangi Risma.
Keluarga berharap Risma terus berkarya baik bagi sesama, khususnya lewat pekerjaannya di Kantor Kelurahan Ancol.
Dukungan Mensos Risma
Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma mendukung kiprah Rismawati sebagai petugas PPSU disabilitas di Kelurahan Ancol.
Bagi Mensos Risma, penyandang disabilitas sama di mata Tuhan.
Sosok Risma yang menginspirasi meski tunarungu-tunawicara harus dijadikan pelajaran bahwa siapapun dapat berjuang demi kehidupannya.
"Tuhan itu sangat adil, karena itu saudara-saudara kami yang disabilitas jangan pernah merasa untuk kurang," kata Mensos Risma di Yayasan Respek Peduli Indonesia, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (9/3/2022).
Menurut dia, penyandang disabilitas harus mendapatkan dukungan penuh supaya mereka dapat menerima dirinya.
Dukungan keluarga, lingkungan, hingga pemerintah penting supaya para penyandang disabilitas bisa terus berkarya dalam kondisi seberat apapun.
"Saya terima kasih kepada temen-temen media yang telah mengangkat sosok Risma. Itu bagi kita adalah penyemangat, karena jumlahnya cukup banyak di Indonesia ini yang mereka disabilitas," kata Mensos.
"Dengan mengangkat mereka, itu akan membantu temen-temen disabilitas lebih percaya diri," sambungnya.
Mensos Risma turut menyoroti banyak penyandang disabilitas saat ini masih "disembunyikan" oleh keluarga.
Tak sedikit yang masih melihat bahwa kekurangan-kekurangan itu ialah aib sehingga merasa malu.
Lanjut Mensos, tepat bagi siapapun untuk membantu para penyandang disabilitas menemukan lagi kepercayaan diri mereka sehingga dapat terus berkarya dan berprestasi.
"Kami punya banyak sekali contoh anak-anak kami yang disabilitas dan saudara kami yang disabilitas. Ternyata justru mereka yang mempunyai semangat yang luar biasa," ucap Risma.
"Bahkan mereka bisa mengejar semua ketertinggalannya dibanding kami-kami yang normal gitu," beber Mensos.