Ini 3 Cara Keluar dari Kerangkeng Tahanan Bupati Langkat, Harus Suap Kalapas, Kabur atau Meninggal
Para tahanan tidak memiliki pilihan untuk keluar dari kerangkeng di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin.
Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Para tahanan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin harus menderita akibat jadi korban perbudakan dan penganiayaan.
Ketika para tahanan masuk ke kerangkeng hak mereka seketika dirampas dengan dalih rehabilitasi untuk lepas dari ketergantungan konsumsi narkotika dan perilaku buruk lainnya.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengatakan para tahanan tidak memiliki pilihan untuk keluar dari kerangkeng di rumah Terbit.
"Konsekuensi bagi korban setelah masuk kerangkeng ini adalah nyaris tidak ada jalan untuk pulang," kata Edwin dalam keterangannya di Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (12/3/2022).
Dari hasil investigasi LPSK ketika para korban masuk memang terdapat surat pernyataan yang ditandatangani pihak keluarga tahanan dan pengurus kerangkeng.
Baca juga: Bupati Langkat Untung Rp 177,5 Miliar dari Perbudakan 600 Tahanan Kerangkeng
Tapi surat yang mengatur lama waktu rehabilitasi palsu hingga bebas tersebut hanya janji bui, karena korban akan terus dipekerjakan sebagai buruh perkebunan dan pertanian milik Terbit.
"Dalam praktiknya untuk keluar kerangkeng hanya dimungkinkan jika menyuap Kalapas (sebutan untuk pimpinan pengurus kerangkeng). Melarikan diri atau mati," ujarnya.

Edwin menuturkan tiga cara untuk keluar dari kerangkeng tersebut berdasarkan hasil investigasi LPSK sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2022 usai keberadaan kerangkeng terungkap.
Para tahanan yang keluar dalam keadaan meninggal merupakan korban dugaan tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan berat mengakibatkan meregang nyawa.
Sementara tahanan yang keluar dengan cara kabur harus berhadapan dengan tim pemburu beranggotakan anak buah anak Terbit, hingga sejumlah oknum anggota TNI-Polri.
"Ada tim pemburu yang akan mencari dan menjemput paksa yang kabur. Tim pemburu terdiri dari anak buah TRP dan anak buah Dewa (anak TRP) serta oknum aparat," tuturnya.

Berdasar temuan LPSK Edwin mengatakan ada satu kasus tahanan kerangkeng yang kabur lalu mencuri sepeda motor warga kemudian diringkus oleh pihak kepolisian setempat.
Tapi bukannya diproses secara hukum pidana lewat Pengadilan resmi, tahanan tersebut justru dibawa pihak kepolisian setempat untuk diserahkan ke kerangkeng milik Terbit.
"Dalam praktiknya tim pemburu juga mengancam keluarga dari korban yang kabur untuk menggantikan posisi dalam kerangkeng," lanjut Edwin.
Bupati Langkat Untung Rp 177,5 Miliar dari Perbudakan 600 Tahanan Kerangkeng
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendapati dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan unsur TPPO ini karena Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin membuat para tahanan ilegalnya melakukan kerja paksa.
Terbit menggunakan dalih rehabilitasi gratis agar para keluarga korban menyerahkan anggota keluarganya yang kecanduan narkotika lalu dipaksa bekerja tanpa diberi gaji.
Bila mengacu hasil penyelidikan Polda Sumatera Utara, dalam 10 tahun terakhir ada 600 tahanan yang diperbudak di perkebunan sawit dan penyediaan pakan ternak milik Terbit.
"Maka TRP diuntungkan dengan tidak membayar penghasilan mereka sebesar Rp 177.552.000.000,” kata Edwin dalam keterangannya di Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (12/3/2022).
Baca juga: Sederet Penyiksaan di Kerangkeng Bupati Langkat, LPSK Syok: Tak Pernah Temukan Kekerasan Sesadis Ini
Dari hasil investigasi LPSK para tahanan kerangkeng dipaksa bekerja dalam dua shift, yakni pukul 08.00-17.00 WIB dan 20.00-08.00 WIB dan beberapa dipaksa bekerja selama 24 jam penuh.
Para tahanan yang terdiri dari pecandu narkotika, pelaku pencurian, hingga 'musuh' Terbit diberi makan pagi pada pukul 07.00 WIB dengan menu seperti nasi dan tahu, atau nasi dan ikan asin.

Sementara untuk makan siang pukul 12.00 WIB dan malam pukul 20.00 WIB para tahanan diberi menu nasi dan ikan sambal, atau nasi dan sayur kangkung, atau sayur jantung pisang.
Para tahanan juga disiksa, baik oleh 'pengurus' rumah kerangkeng, oknum anggota TNI-Polri, oknum anggota Ormas, anak Terbit, hingga Terbit dalam kerangkeng ini menjadi ketua.
Baca juga: Disetrum Hingga Alat Vital Disundut Rokok, Terkuak Kekejian Kerangkeng Manusia Bupati Langkat
"Pola penguasaan total benar-benar memutus penghuni kerangkeng dari keluarganya.
Bahkan ada dua orang tua dari korban yang meninggal dunia, mereka tidak diperkenankan melayat,” ujar Edwin.
Edwin menuturkan dari investigasi LPSK juga ditemukan bahwa Terbit merupakan sosok yang mengerikan karena mengendalikan seluruh pengurus kerangkeng manusia.
Bila ada penghuni kerangkeng mencoba melarikan diri maka akan dikejar oleh tim pemburu di bawah pimpinan Dewa yang beranggotakan sipil hingga oknum anggota TNI-Polri.
"Dalam praktiknya tim pemburu juga mengancam keluarga dari korban yang kabur untuk menggantikan posisi (menjadi tahanan) dalam kerangkeng," tuturnya.
Terkuak Kekejian Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Entah apa yang dipikirkan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin dengan membuat kerangkeng manusia penuh penyiksaan di belakang rumahnya.
Baru-baru ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menguak sadisnya perlakuan petugas kerangkeng terhadap para penghuninya.
Baca juga: Bupati Langkat Menciptakan Neraka di Rumahnya: Penyiksaan Tak Manusiawi Dilakukan Setiap Hari
Tanpa peri kemanusiaan dan penuh kebiadaban, para tahanan kerangkeng disiksa sampai ada yang meninggal dunia.
Penyiksaan yang dilakukan pun tidak main-main.
Melebihi penjara, penghuni kerangkeng sampai disetrum dan kemaluannya disundut rokok.