Kontroversi ACT
Anies Baswedan Diminta Blacklist ACT Gegara Dugaan Gelapkan Dana, Pimpinan DPRD DKI: Kecewa Sumpah
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani mengaku kecewa dengan kabar dugaan penyelewengan dana donasi yang dilakukan para petinggi lembaga ACT.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani mengaku kecewa dengan kabar dugaan penyelewengan dana donasi yang dilakukan para petinggi lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pasalnya, selama ini banyak warga yang turut berdonasi lewat lembaga filantropi tersebut.
"Jujur kecewa banget sih, banyak yang menyumbang ke situ. Kalai dama donasi disalahgunakan itu namanya bukan keterlaluan, tapi keterlaluan banget," ucapnya saat dikonfirmasi, Rabu (6/7/2022).
Politikus muda PAN ini pun meminta agar pemerintah segera melakukan audit menyeluruh terhadap ACT.
Bila terbukti melakukan penggelapan dana donasi, ia pun meminta agar para petinggi ACT dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Baca juga: Aliran Dana di ACT Capai Rp1 Triliun, PPATK Sebut Uang dari Umat Mungkin Tak Langsung Disalurkan
"Segera audit, kalau benar salah harus ditindak segera agar kedepannya tidak ada pagi pihak-pihak yang menggunakan nama donasi untuk kepentingan pribadi," kata dia.
Putri Ketum PAN Zulkifli Hasan ini pun meminta agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan segera memasukan ACT dalam daftar hitam.

Dengan demikian diharapkan tak ada pagi kerja sama yang dijalin Pemprov DKI dengan pihak ACT.
"Bukan hanya blacklist, saya juga minta aparat usut ini sampai tuntas," tuturnya.
Dilansir dari Kompas.com, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menyatakan pihaknya tengah mendalami soal ramainya perbincangan soal dugaan penyelewengan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, Bareskrim sudah mulai melakukan penyelidikan.
"Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu," kata Dedi saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
Kendati demikian, Dedi masih belum merincikan lebih lanjut soal proses penyelidikan yang dimaksudkannya itu.
Hari ini, ramai tagar #AksiCepatTilep hingga #JanganPercayaACT di sosial media Twitter.
Baca juga: Mensos Ad Interim Muhadjir Effendy Cabut Izin Pengumpulan Dana Umat ACT, Ini Dosa-dosanya
Tagar ini muncul tak lama setelah Majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat'.
Selain itu, dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.
PPATK Sebut Uang dari Umat Mungkin Tak Langsung Disalurkan
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) Ivan Yustiavandana menyebut aliran dana masuk dan keluar di lembaga amal ACT sangat besar.
Per tahun ACT melakukan transaksi sebesar Rp 1 triliun.
"Yang dikaji oleh PPATK itu nilainya memang luar biasa besar ya," ucap Ivan Yustiavandana saat konferensi pers, pada Rabu (6/7/2022).
"Jadi sekitar Rp 1 triliunan, jadi dana masuk dan keluar, per tahun itu sekitar Rp 1 triliunan," imbuhnya.
Ivan Yustiavandana menjelaskan aliran dana tersebut berhubungan erat dengan sejumlah usaha yang dimiliki oleh pendiri ACT.
"Bisa dibayangkan itu memang banyak, lalu kemudian PPATK juga mendalami dengan bagaimana struktur kepemilikan yayasan lalu bagaimana mengelola pendanaan segala macam, PPATK melihat entitas itu terkait kegiatan usaha yang dimiliki langsung oleh pendirinya," kata Ivan.
Transaksi yang dilakukan ACT dengan perusahaan-perusahaan tersebut cukup masif.
"Ada beberapa PTnya atas nama pendirinya, kemudian ada yayasan yang lain, tidak hanya terkait dengan zakat, tapi juga dengan qurban, wakaf," kata Ivan.
"Ada perusahan terkait investasi, di situ lah bagian kemudian yayasan ACT, ada transaksi memang dilakukan secara masif," imbuhnya.
Baca juga: PDIP Minta Anies Baswedan Putus Kerja Sama dengan ACT: Pemerintah Pusat Sudah Membekukan
PPATK menduga dana yang disumbangkan oleh umat, tak langsung disalurkan oleh ACT kepada pihak yang membutuhkan.
Dana tersebut mungkin dikelola dahulu oleh perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh pendiri ACT.
"Kami menduga jadi itu adalah transaksi yang dikelola, dari bisnis to bisnis, jadi tidak murni menghimpun dana lalu disalurkan," kata Ivan.
"Kemungkinan dikelola dulu, disitu tentu ada keutungan, PPATK terus melakukan penelitian," imbuhnya.
Dalam satu tahun, PPATK menyebut bahkan ada satu perusahaan yang melakukan transaksi dengan ACT sebesar Rp 30 miliar.
Baca juga: PSI Minta Gubernur Anies Baswedan Buka-bukaan Data Kerja Samanya dengan ACT
"Ada satu perusahan yang melakukan etintas dalam satu tahun itu lebih dari Rp 30 miliar, ternyata pemilik PT tersebut terafiliasi dengan pengurus yayasan," ucap Ivan.
PPATK kemudian memutuskan untuk menghentinkan segala transaksi keuangan ACT secara sementara.
"PPATK perhari ini menghentikan transasi 60 rekening, atas nama yayasan tadi di 33 jasa keuangan," imbuhnya.
Mensos Ad Interim Muhadjir Effendy Cabut Izin Pengumpulan Dana Umat ACT, Ini 'Dosa-dosanya'
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang baru ditunjuk sebagai Menteri Sosial Ad Interim oleh Presiden Jokowi, mengeluarkan kebijakan gebrakan pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Keputusan izin pengumpulan dana ACT dicabut ini tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap.
Keputusan tersebut ditandatangani langsung oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.
Muhadjir menambahkan, pencabutan izin tersebut akan terus berlaku sembari menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal Kementerian Sosial.
“Jadi, alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Muhadjir dilansir laman resmi kemensos.go.id, Rabu (6/7/2022).
Baca juga: Ssst, Diam-diam PPATK hingga Densus 88 Telisik Pergerakan Dana Umat ACT
Perlu diketahui, dalam pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, terdapat ketentuan terkait pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan.

Pasal tersebut mengatur, pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Namun, pihak ACT sebelumnya mengakui melakukan pemotongan donasi mencapai 13,7 persen untuk kebutuhan dana operasional.
Angka 13,7 persen itu jauh lebih besar dibandingkan ketentuan seharusnya yakni 10 persen.
Kemudian PUB Bencana seharusnya disalurkan seluruhnya kepada masyarakat, tanpa adanya potongan dana operasional dari dana yang terkumpul.
Muhadjir Effendy menegaskan, pemerintah akan responsif terhadap hal-hal yang meresahkan masyarakat, termasuk dugaan penyelewengan dana ACT ini.
Baca juga: Gus Mus Sampai Sedih Membaca Gaji Pemimpin Lembaga Pengelola Dana Umat ACT Capai Rp 250 Juta
Selanjutnya Muhajir berjanji, pihaknya akan melakukan penyisiran izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain.
Selain untuk memberikan efek jera, penyisiran izin ini dilakukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
Presiden ACT Akui Adanya Potongan Uang Donasi 13,7 Persen

Presiden ACT, Ibnu Khajar, pada Senin (4/7/2022), menggelar konferensi pers tentang pengelolaan keuangan dana umat di yayasannya setelah sebuah majalah investigasi merilis temuan penghasilan para pengurus ACT dan dugaan penyelewengan dana umat yayasan tersebut.
Ibnu Khajar pun mengakui ACT melakukan pemotongan uang donasi sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperolehnya per tahun.
Menurut Ibnu, potongan donasi sebesar 13,7 persen tersebut digunakan untuk kebutuhan operasional.
Di antaranya untuk membayar gaji karyawan dan para petinggi di ACT.
"Soal potongan dana kami sebutkan 13,7 persen. Jadi ACT ambil untuk operasional 13,7 persen," kata Ibnu, Senin (4/7/2022).
Padahal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, potongan maksimal untuk donasi sosial hanyalah 10 persen.
Sementara untuk zakat, infak, dan sedekah, potongan maksimalnya sebesar 12,5 persen.
Baca juga: Warga Miskin Menteng Tak Lagi Tidur di Lantai dengan Luka Menganga: Kemensos Lakukan Ini!
Dapat disimpulkan bahwa potongan donasi yang diambil oleh ACT terbilang besar.
Berdasarkan dokumen laporan keuangan ACT tahun 2020 yang diunggah di laman resmi act.id, tercatat bahwa total donasi di tahun tersebut mencapai Rp 519.354.229.464.
Jika ACT memotong dana donasi sebesar 13,7 persen, maka ACT paling sedikit mendapatkan dana sebesar Rp 71,15 miliar untuk dana operasional.
Donasi tersebut diketahui didapat dari 348.300 donatur dan disebar melalui 1.267.925 transaksi keuangan melalui 281.000 aksi kemanusiaan.