Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak wa
Bharada E Hanya Turuti Perintah Ferdy Sambo, Ahli Pidana: Tidak Bisa Diminta Pertanggung Jawaban
Ahli hukum pidana Albert Aries menilai orang yang melakukan tindak pidana atas perintah atasan hanya merupakan alat dan tidak bisa dihukum.
TRIBUNJAKARTA.COM - Ahli hukum pidana yang sekaligus juru bicara (jubir) RKUHP, Albert Aries menilai orang yang melakukan tindak pidana atas perintah atasan hanya merupakan alat dan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
Hal itu diungkapkan Albert saat menjadi saksi ahli meringankan untuk terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Awalnya, tim kuasa hukum Bharada E bertanya kepada Albert mengenai perintah melakukan suatu tindak pidana apakah bisa dikategorikan sebagai orang yang menyuruh melakukan.
Albert menjawab jika orang yang disuruh dalam konteks ini Bharada E tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
"Kalau kita melihat dari kapasitas, dari penyertaan tadi maka yang paling relevan menyuruh lakukan. Karena menyuruh tadi bisa berupa perintah atau instruksi yang dilakukan oleh orang yang tidak sesungguhnya tidak bisa diminta pertanggung jawaban," kata Albert di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022).
Albert menegaskan jika orang yang berada di bawah perintah melakukan tindak pidana hanya merupakan alat.
Baca juga: Bharada E Sulit Menolak Perintah Tembak Brigadir J, Ahli Pidana: Sekali Pun Perintah Melampuai Batas
Artinya, Bharada E yang memang diperintah oleh Ferdy Sambo hingga Brigadir J tewas hanya merupakan alat melakukan tindak pidana.
"Orang yang disuruh melakukan tadi tidak bisa pertanggung jawabkan hanya karena merupakan alat," jelas Albert.
Selanjutnya, tim kuasa hukum Bharada E kemudian mempertanyakan bagaimana kedudukan seorang bawahan dalam sebuah kasus pidana jika diperintah melakukan suatu penembakkan.
Albert mengatakan bawahan tersebut sejatinya tidak melakukan sebuah kesalahan.
"Dalam Pasal 55 kaitannya dengan penyertaan dan pertanggungjawaban pidana orang yang disuruh lakukan itu sesungguhnya tidak memiliki kesalahan, tidak memiliki kesengajaan, tidak memiliki kehendak untuk melakukan suatu perbuatan pidana," terang Albert.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Baca juga: Ahli Pidana Sebut Ferdy Sambo Bertanggung Jawab Atas Kematian Brigadir J, Bharada E Cuma Alat
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.