70 Bus Listrik Transjakarta Masih Tertahan di China, PDI-P: Bukan Solusi Atasi Macet tapi Beban APBD

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak menyoroti soal tertahannya 70 bus listrik Transjakarta di China karena lockdown.

Tribunnews/Jeprima
Bus listrik TransJakarta melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudiman, Jakarta Selatan, Kamis (4/11/2021). Layanan uji coba bus listrik TransJakarta beroperasi lebih awal mulai pukul 05.00 hingga 21.30 WIB seiring pemberlakuan PPKM level 1 di Jakarta. Sebagai informasi, TransJakarta sejak tahun lalu mulai melakukan uji coba pengoperasian bus listrik di rutenya. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak menyoroti soal tertahannya 70 bus listrik Transjakarta di China karena lockdown.

Adapun 70 bus itu merupakan sisa dari pengadaan 100 bus listrik yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2020 silam.

Namun sampai saat ini pengadaan bus listrik yang diterima Transjakarta baru berjumlah 30.

Padahal ditargetkan pengadaan bus listrik Transjakarta itu rampung pada tahun 2022 kemarin.

Terlepas dari tertahannya 70 bus listrik di China karena lockdown, Gilbert menilai pengadaan bus listrik Transjakarta bukan solusi jitu untuk mengatasi kemacetan di ibu kota.

Baca juga: Lamborghini Mogok dan Berasap, Bus TransJakarta Sempat Dialihkan ke Luar Jalur Busway Kebon Jeruk

Salah satu pertimbangan Gilbert karena harga bus listrik yang dirasa terlalu mahal.

Dimana harga satu unit bus listrik Transjakarta mencapai Rp 5 miliar.

"Artinya ini akan jadi beban APBD," kata Gilbert, Selasa (17/1/2023).

Baca juga: Heru Budi Beri Tenggat Waktu 3 Bulan Bagi Dirut Baru Transjakarta Kurangi Angka Kecelakaan

Menurutnya, ketimbang membeli bus listrik yang harganya fantastis, ia menilai sebaiknya APBD diarahkan untuk mempercepat pembangunan proyek MRT.

"Kenapa kita subsidi bus listrik, kenapa bukan transportasi publik yang kita subsidi yang lebih mantap? Karena subsidi bus listrik juga bukan solusi terhadap kemacetan.

Menurut saya subsidi buat bus listrik ini alihkan saja mempercepat jalur MRT," papar Gilbert.

Gilbert menilai jika pengerjaan MRT tahap dua bisa lebih dikebut maka Pemprov DKI Jakarta tak perlu lagi menerapkan wacana jalan berbayar di Jakarta.

"Kalau jalur MRT ini misalkan ditargetkan tiga tahun selesai, saya yakin masalah ERP ini isu basi, masalah bus listrik isu basi," beber politikus PDI-P itu. 

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved