Anak Petinggi Polri Tabrak Pelajar

Ibu Anak Petinggi Polri yang Tabrak Pelajar di Jaksel Buka Suara, Singgung Peran Dirlantas Polda NTB

Ibu pengemudi Mercedes-Benz (Mercy) berinisial MMI (18), Ira, buka suara soal kecelakaan maut yang melibatkan anaknya.

|
Annas Furqon Hakim/TribunJakarta.com
Ibu pengemudi Mercedes-Benz (Mercy) berinisial MMI (18), Ira, buka suara soal kecelakaan maut yang melibatkan anaknya saat mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR MINGGU - Ibu pengemudi Mercedes-Benz (Mercy) berinisial MMI (18), Ira, buka suara soal kecelakaan maut yang melibatkan anaknya.

MMI, anak petinggi Polri di Polda NTB, menabrak pelajar berinisial MSA (18) hingga tewas di Jalan Margasatwa, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (12/3/2023) dini hari sekitar pukul 02.20 WIB.

Ketika itu MSA menumpangi sepeda motor yang dikendarai temannya berinisial SB (18). SB mengalami luka berat dan dirawat di RSUD Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Berdasarkan penuturan Ira, ada peran Dirlantas Polda NTB Kombes Djoni Widodo saat awal penanganan kasus kecelakaan ini.

Kombes Djoni disebut menghubungi Kompol Joko Sutriono yang saat itu menjabat sebagai Kasat Lantas Polres Metro Jakarta Selatan.

Baca juga: Keluarga Pelajar yang Tewas Ditabrak Anak Petinggi Polri Akui Minta Bikin Musala Sebagai Ganti Rugi

"Pada hari kedua, saya tadinya sudah mau ke rumah keluarga korban. Tapi, ini harus digaris bawahi, Dirlantas Polda NTB menelepon kepada Kasat Lantas (Polres Metro Jakarta Selatan) yang lama," kata Ira kepada wartawan, Senin (3/4/2023).

Menurut Ira, Kombes Djoni meminta kepada Kompol Joko agar kasus kecelakaan ini diproses dan tidak ada perdamaian.

"Habis itu (Kompol Joko) telepon lah ke saya, 'bu barusan Dirlantas Polda NTB telepon". (Posisi) saya sudah di parkiran Polres. Dirlantas Polda NTB telepon katanya suruh proses saja, tidak ada damai," ungkap dia.

Baca juga: Terungkap Sosok Ayah Penabrak Pelajar di Jaksel Karo Ops Polda NTB, Ibunya Artis 90-an Ira Riswana

"Itu ada saksinya kok, orang di Polres juga tahu, saya rasa Kapolres (Kombes Ade Ary) juga tahu kok. Saya berpikir dong, kalau proses itu berarti proses hukum dong, nah akhirnya saya pulang. Setelah anak saya diperiksa, di BAI (Berita Acara Interview), saya pulang," tambahnya.

Keesokan harinya, Ira langsung menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi sang anak.

"Besoknya saya menunjuk kuasa hukum. Berarti semua sudah diurus kuasa hukum dong, bukan saya lagi dong," ujar Ira.

Ia turut berbela sungkawa atas meninggalnya MSA. Ira menuturkan, dirinya sangat mengerti perasaan orangtua yang kehilangan anaknya.

"Saya bukan tidak berbela sungkawa, saya sangat berbela sungkawa. Saya seorang ibu, saya tahu rasanya kehilangan seorang anak seperti apa," kata dia.

Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa peristiwa yang terjadi adalah kecelakaan, bukan arogansi apalagi pembunuhan.

"Dan satu poin yang mesti dicatat, ini kecelakaan, bukan pembunuhan, bukan arogansi," ucap Ira.

Ira juga menyebut anaknya sempat membawa korban ke rumah sakit setelah terjadinya kecelakaan.

Menurut Ira, anaknya membawa korban ke RS menggunakan taksi.

Tak hanya MSA, MMI juga membawa korban lain yang mengalami luka berinisial SB (18).

"Anak saya di bagasi taksi. MSA di depan, SB di tengah. Anak saya di belakang. Anak saya yang masukin RS," ungkap dia.

Sementara itu, mobil Mercy yang dibawa disita polisi dan kini berada di kolong flyover Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

"(Mobil Mercy) dibawa polisi dong, kan disita. Ada di Pospol Tanjung Barat," ujar Ira.

"Nah saksi yang nunggu mobil, yang ngangkat almarhum dan SB, sudah di BAI (Berita Acara Interview) Polres. Jadi semua sudah mengikuti proses," tambahnya.

Sementara itu, Polres Metro Jakarta Selatan akan segera melakukan gelar perkara kasus kecelakaan maut yang menewaskan pelajar berinisial MSA (18).

"Dalam waktu dekat mungkin di minggu depan ya, maksudnya Senin, Selasa, atau Rabu ini, kami akan melakukan gelar perkara," kata Kasat Lantas Polres Metro Jakarta Selatan Kompol Bayu Marfiando kepada TribunJakarta.com, Minggu (2/4/2023).

Bayu menjelaskan, dalam gelar perkara tersebut pihaknya bakal melibatkan Propam, Wasidik, Bidkum, dan Itwasda.

"Hasil gelar ini juga bisa menjadi dasar kami untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh penyidik terhadap kasus itu," ujar dia.

Polres Metro Jakarta Selatan tengah menyelidiki unsur pidana yang dilakukan pengemudi Mercy.

Bayu mengatakan, dugaan awal penyebab kecelakaan itu karena pengendara motor menerobos lampu merah.

Namun, saat ini penyidik masih mendalami dugaan kelalaian yang dilakukan pengemudi Mercy.

"Menerobos lampu merah itu dugaan awal penyebab kecelakaan. Tapi juga kami, dari pihak kepolisian, lagi mencari mungkin ada kelalaian lain yang dilakukan oleh pengemudi Mercy yang ada unsur pidananya," kata Bayu.

Bayu menuturkan, pihaknya masih menunggu hasil Traffic Accident Analysis (TAA) untuk menentukan kelanjutan kasus ini.

"Kami lagi menunggu, hasil TAA itu lah yang dapat menjadi dasar kami untuk menentukan tahapan ini akan dilanjukan ke penyidikan atau seperti apa," ujar dia.

"Jangan sampai nanti ada persepsi saya satu pihak nih. Karena kami juga lagi mencari unsur pidananya dari pihak Mercy. Jadi ini belum clear, belum putus," tambahnya.

Di sisi lain, pernyataan Kompol Bayu terkait penyebab kecelakaan membuat keluarga korban merasa disudutkan.

"Yang disudutkan malah pemotor. Misalkan pemotor itu mau lampu merah atau lampu apa pun, ini ada korban jiwa," kata kakak korban, N.

"Polisi hanya menyudutkan kami. Ini nyawa adik kami sudah nggak ada," imbuhnya.

Padahal, lanjut N, pelaku sempat berusaha kabur sebelum akhirnya disetop pengemudi ojek online (ojol) dan warga.

"Sedangkan penabrak itu pun mau kabur dia. Kalau misalkan nggak ditahan sama ojol dan warga, dia pasti kabur, kita nggak akan tahu dia siapa. Kalau dia ada niat baik, dia pasti berhenti, menolong, membawa ke rumah sakit. 

N menuturkan, polisi tidak memperlihatkan rekaman CCTV dari berbagai arah yang menampilkan peristiwa kecelakaan.

Padahal, berdasarkan pengamatannya, terdapat banyak CCTV di tempat kejadian perkara (TKP).

"Kita nggak dikasih semua CCTV dari semua arah. Sedangkan aku lihat itu jalan raya besar dan setiap titik itu ada CCTV. Kita nggak dikasih CCTV dari arah situ, sama sekali nggak dikasih," kata N.

N mengungkapkan, satu-satunya CCTV yang ditunjukkan hanya menampilkan kendaraan lalu lalang dan tidak memperlihatkan saat terjadi kecelakaan.

"Hanya aku yang diperlihatkan. Tapi tidak menunjukkan pas tabrakan itu. Hanya banyak mobil lalu lalang saja, nggak ada pada saat kejadian. Sedangkan di situ banyak sekali CCTV, itu kan jalanan lumayan besar," ujar dia.

Oleh karena itu, keluarga korban akan mengadu ke Propam Polri untuk bertanya terkait rekaman CCTV di TKP.

"Kita mau ke Propam untuk mencari tahu itu, kenapa CCTV dari arah kanan kiri, sana sini, itu nggak dikasih lihat ke kita," ucap N.

Selain Propam, keluarga korban juga berencana mengadu ke Kompolnas dan Komnas HAM.

"Kalau dari keluarga itu, Senin itu kemungkinan kita maju ke Propam. Mungkin selanjutkan akan ke Kompolnas dan Komnas HAM," kata N.

N berharap dengan mengadu ke Propam, Kompolnas, hingga Komnas HAM kasus kecelakaan yang menewaskan adiknya cepat ditangani.

Saat ini, kasus kecelakaan tersebut ditangani oleh Satlantas Polres Metro Jakarta Selatan.

"Dipercepat (penanganan kasus), dan yang kemarin salah bikin laporan itu, itu mau kita laporkan semua," ujar dia.

Berdasarkan informasi yang diterima N dari kepolisian, penyidik masih mencari saksi-saksi guna membuat terang kasus ini.

"Kalau untuk perkembangan, sejauh ini memang masih dalam proses penyelidikan kalau dari polisi. Polisi juga lagi mencari saksi-saksi, penguatan saksi, kemudian saksi untuk pengukuran TKP dan lain-lain," ungkap N.

Di sisi lain, keluarga korban akan meminta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Iya pastinya (minta perlindungan LPSK)," kata N.

Rencananya, N dan keluarga serta didampingi kuasa hukum akan mendatangi LPSK pada Senin (3/4/2023), setelah mengadu ke Propam, Kompolnas, dan Komnas HAM pada hari yang sama.

"Insya Allah sih di hari yang sama, karena itu kan lumayan makan waktu ya. Takutnya agak malam. Tapi dipastikan ke semua lembaga itu," ujar dia.

Alasan pihak keluarga korban meminta perlindungan LPSK tak terlepas dari latar belakang pelaku berinisial MMI yang diduga anak petinggi Polri.

"Takutnya kita kan butuh perlindungan juga, maksudnya ini kan anak dari siapa siapa, gitu kan," ucap N.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved