Haruskah Kebijakan PPDB Zonasi Disalahkan?
Carut marut PPDB sistem zonasi Tahun 2023, haruskah kebijakan PPDB zonasi Kemdikbud disalahkan?
Oleh Meita Istianda, Dosen FHISIP Universitas Terbuka
TRIBUNJAKARTA.COM - Beberapa minggu belakangan ini, fokus sebagian masyarakat kita terkait dunia pendidikan disibukkan dengan fenomena keriuhan orang tua dalam mencarikan sekolah bagi anaknya.
Keriuhan disebabkan adanya ketidakpuasan ketika Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi menjadi ajang titipan pejabat, manipulasi data, dan potensi politik transaksional.
Penerapan sistem zonasi ini kemudian dituding menjadi biang masalah.
Sistem zonasi mengacu pada kebijakan Kementerian Pendidikan untuk mencapai pemerataan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. Sistem zonasi pendidikan ini, ditujukan untuk:
- Keberpihakan kepada anak tidak mampu
- Menghapus diskriminasi dan ketidakadilan
- Terwujudnya pemerataan kuantitas dan kualitas sekolah termasuk guru
- Menjadikan sekolah tempat belajar menyenangkan dan penguatan pendidikan karakter; dan
- Membantu Pemda dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pertama kali mengatur PPDB pada tahun 2017.
Pada tahun 2018 PPDB pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat diatur melalui Permendikbud No.14 Tahun 2018.
Pada peraturan tersebut secara tegas menyebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah (sekolah negeri) mengemban kewajiban menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Namun, pada kenyataannya dari tahun ke tahun, bahkan di 2023 ini, persentase 90 persen tersebut justru terindikasi bukan dari peserta didik dalam radius rerdekat dengan sekolah.
Sehingga menimbulkan plemik dan protes dari masyarakat.
Masalah zonasi ini menjadi trending topic di masyarakat mulai dari pusat hingga daerah, adalah karena dipicu kecurangan yang dilakukan oleh oknum masyarakat maupun oknum sekolah dalam hal upaya masyarakkat menempatkan anaknya pada sekolah favorit.
Beberapa oknum masyarakat dalam upaya mendapatkan sekolah favorit, rela melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti memanipulasi data Kartu Keluarga (KK) berkaitan dengan tempat tinggal, mengupayakan katabelece melalui pejabat, anggota DPR, indikasi transaksional melalui komite sekolah dan kepala sekolah, dan upaya lainnya.
Sudah pandang masyarakat, yang juga sudah terbentuk sejak lama, menyumbang permasalahan pada program zonasi tidak dapat diimplementasikan dengan baik.
Hal ini juga karena adanya anggapan di tengah masyarakat, pertama, bahwa sekolah favorit adalah sekolah yang mampu memberikan jaminan kesejahteraan di masa depan yang masih kuat terpatri.
Kedua, timbulnya rasa prestisius dan gengsi dapat bersekolah di sekolah favorit. serta ketiga, anggapan dengan bersekolah di sekolah favorit, peluang besar diterima di jenjang pendidikan lanjut (universitas) favorit dan prestisius terbuka luas.
Daftar SMA Negeri di Jakarta Selatan Buat Referensi SPMB DKI Jakarta 2025 |
![]() |
---|
Usia Belum Genap 7 Tahun Apa Boleh Daftar SD Tahun 2025? Cek Aturan Lengkap SPMB Pengganti PPDB |
![]() |
---|
Prapendaftaran SPMB DKI Jenjang SMP-SMA Dibuka 19 Mei, Berlaku Buat yang Bersekolah di Luar Jakarta |
![]() |
---|
Resmi! Jadwal SPMB DKI Jakarta 2025 Jenjang SD Pengganti PPDB, Pendaftaran Akun Dibuka Mulai 26 Mei |
![]() |
---|
Pendaftaran PPDB Madrasah DKI Jakarta 2025 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.